[9] REFUSE FORGET

1.6K 225 9
                                    

Terhitung ketiga kalinya ia menghela napas. Duduk di bawah pohon wisteria benar-benar menenangkan pikiran Hinata. Tempat ini membuat kepalanya dingin, seolah-olah tidak ada lagi beban dalam hidup. Bila dipikir kembali mengingat masa lalu, tentu begitu enggan menginjakkan kaki di tempat yang membuat diri dipermalukan banyak orang. Tetapi, apa yang dirasakan dalam diri bukanlah lagi suatu ketakutan.

"Ah," menghela napas sembari memejamkan mata. Berharap Code akan lama kembali sehingga dia bisa menenangkan pikiran berlama-lama di sini. "Mungkin, karena aku telah melupakan tentang apa pun di sekolah ini, sehingga tidak ada ragu saat mengambil langkah untuk menapaki diri."

"Apa kau duduk di sini hanya untuk mengenang masa lalu?"

Muram durja berganti, begitu pula dengan suasana hati. Melihat wajah lelaki di depannya membuat ekspresi menyebalkan itu diperlihatan terang-terangan. Hinata mendengkus, beranjak dari duduknya, namun tangan yang lebih besar itu berhasil membuatnya duduk kembali. Gadis itu meringis sakit tak kala bokong itu mendarat kasar di kursi besi.

"Sedang apa kau di sini?" tanpa rasa bersalah, Naruto memandang gadis itu dengan senyum tanpa dosa.

"Seharusnya aku yang bertanya padamu," menjawab tanpa minat, ekspresi kesal itu terlihat tidak mau hilang. "Bisa-bisanya bertemu denganmu di sini. Dan ...," mengedar pandangan kemudian, bukan waktu yang tepat pula bagi Hinata ketika mereka harus bertemu di tempat yang pernah menjadi saksi atas keberaniannya dalam menyampaikan perasaan.

Naruto melirik dari ujung mata, menyandarkan punggung selemas mungkin, lalu menghela napas kemudian. "Kau sangat sensitif sekali saat melihatku," katanya. Ia melihat lagi dan mendapati durja kesal. "Kedatanganku kemarin pasti membuatmu sangat kesal, aku tahu bahwa aku tidak sopan memasuki rumah orang tanpa izin. Perlu kau tahu, kalau aku menemuimu hanya untuk berbicara empat mata padamu."

Hinata melipat tangan di depan dada, menggeser sedikit karena begitu risi terlalu dekat dengan Naruto. Naruto yang melihat itu hanya tertawa kikuk, seolah-olah dia merupakan benalu di mata gadis itu. "Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Kenapa kau tidak memberitahu padaku kalau kekasihku tinggal di sebelah rumah sewa milikmu?"

Pertanyaan itu berhasil membuat Hinata mengernyit bingung. Aneh, si pirang benar-benar aneh di matanya. "Dengar," nada suara itu terdengar tinggi sembari memberi tatapan peringatan. "Bagaimana mungkin aku bisa tahu kalau dia kekasihmu? Aku bahkan tidak tahu sama sekali. Kau ingin meminta setiap hari melapor kepadamu, begitu? Jangan menganggap bahwa kita dekat, Naruto. Satu hal lagi, aku bahkan tidak memiliki nomor ponselmu."

Naruto bergeming di tempat saat wajah itu terlalu dekat, bahkan dia sampai menyangga dengan kedua tangan agar tidak sampai terjatuh ke belakang. Kalimat itu justru dengar seperti ancaman baginya.

"Hei, tidak ada yang salah dalam memberi kabar."

"Sudah aku katakan, aku tidak memiliki nomor ponselmu. Bahkan aku tidak sudi jika nomormu ada di dalam ponsel milikku. Dan gunakan kepalamu ini bodoh," dia menyentil dahi sampai membuat lelaki itu meringis sakit. "Bisa-bisanya kau mengatakan hal yang tidak masuk akal padaku seperti itu setelah lima tahun tidak bertemu. Kau seperti orang tidak berdosa yang amnesia. Apa kau tidak ingat, perbuatanmu dulu padaku?"

Kata-kata itu mampu membuat sakit kepala, gadis itu menghardiknya habis-habisan. Benar-benar tidak memberikan jeda untuk menyela sedikit pun. "Jadi ... kau datang ke rumaku hanya untuk menanyakan hal bodoh seperti ini? Bagus, kau menghancurkan suasana hatiku hari ini."

"Bukan begitu ̶ ̶"

Mendapat tatapan peringatan kembali membuat Naruto menelan ludah susah payah. "Apa kau ingin membela diri? Dasar konyol!" gadis itu mendengkus, beranjak dari kursi lalu meninggalkan lelaki pirang itu tengah bergeming.

Refuse ForgetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang