[6] REFUSE FORGET

1.5K 246 8
                                    

Sekali-sekali dia melirik ke arah meja makan, Hinata tidak dapat fokus di depan wacom karena masih ada Naruto di rumahnya. Kira-kira, dua jam yang lalu mereka berhenti berdebat, lalu setelahnya menemukan lelaki pirang itu dengan muram durja.

Selama Hinata menggambar, ruangan hening ini bahkan bisa mendengar suara helaan napas berat. Lelaki itu terlihat frustrasi. Terselip perasaan simpati, namun enggan ditunjukkan. Jujur saja, dia bahkan sekali-sekali tertawa kecil dan bergumam meledek Naruto.

"Mau sampai kapan kau berada di sini?" gadis itu membuka suara, namun mata masih fokus menatap layar wacom. "Hawa di rumahku semakin tertekan, jika kau terus membuang aura negatif. Aku tidak ingin hawa di sini berubah buruk."

"Bokongku sudah menempel di kursi ini, aku tidak bisa bergerak." sahut Naruto. Mendengar kalimat itu membuat gadis di sana mengernyit bingung.

"Apa kau rindu padaku? Karena itu kau berlama-lama di sini?" nada suara itu terdengar remeh ̶ ̶ sekaligus meledek. Gadis itu bahkan membuang tawa hambar.

"Hei, apa-apaan itu!"

"Kalau begitu, pulanglah! Cari tempat lain untuk melepaskan depresi." suara itu berubah tinggi, kali ini Hinata benar-benar menunjukkan kekesalannya. Tidak peduli dengan tatapan peringatan di depan sana. Lagi pula ini rumahnya, tentu memiliki hak untuk mengusir tamu ̶ ̶ tamu yang nahkan tidak diundang dan membuat suasana tidak nyaman.

Naruto tersentak, mengalihkan tatapan segera. Ia menghela napas, beranjak dari kursi. Mendengar suara gesekan kursi pada lantai, berhasil membuat Hinata menoleh. Tersenyum senang karena berpikir bahwa Naruto akan segera pergi, namun senyuman itu mendadak luntur. Ternyata lelaki itu bergerak untuk duduk di depannya.

Gadis itu menghela napas, menatap bergantian ke arah wacom dan wajah menyebalkan si pirang. Commis klien sudah selesai, dia hanya perlu menyimpan ke dalam folder, lalu mengirim melalui e-mail. Maka setelah itu, tidak ada hal lagi yang harus dikhawatirkan ketika Naruto mulai menghardik dirinya.

Setelah selesai mengirim hasil gambar, dia mematikan wacom, meletakkan stylus pen di tempat yang seharusnya. Beranjak dari sana sembari membawa wacom. Sementara Naruto, lelaki itu memperhatikan tingkah laku gadis di depannya.

"Sebenarnya, aku memiliki banyak pertanyaan padamu."

Hinata bergeming di tempatnya, memunggungi pemuda itu. Jantungnya berdegup kencang tak kala suara itu menandakan peringatan baginya. Hanya menebak ̶ ̶ lelaki pirang itu pasti akan mengungkit masa lalu ̶ ̶ tentang dirinya keluar dari sekolah tiba-tiba ̶ ̶ atau mungkin perasaannya?

Kakinya berjinjit ketika hendak meletakkan wacom di atas lemari gantung. Hinata tidak mau terjadi apa-apa pada sumber penghasil uang ̶ ̶ tanpa itu dia tidak bisa membeli kebutuhan pakan dan bayar rumah sewa. Ikat rambut itu terlepas tiba-tiba, sehingga membuat rambut panjangnya tergerai lurus.

Naruto tidak dapat mengedipkan mata saat melihat pemandangan indah di depan mata. Rambut itu sangat panjang ̶ ̶kira-kira melewati bokong. Seingat Naruto dulu, rambut itu terakhir kali dia lihat hanya sepanjang bahu.

Hinata mengembus ke depan, anakan rambut menghalangi penglihatan. Ia menoleh ketika menemukan Naruto begitu fokus melihat dirinya, namun tidak berlangsung lama. Sebab lelaki itu mengalihkan wajah kemudian.

"Kau ingin bertanya apa?" gadis itu mengedar, mencari di mana ikat rambutnya jatuh. Hinata mengambil menggunakan kakinya, lalu menggigit ikat rambut itu sementara kedua tangannya sibuk mengikat rambut.

Ah, jadi ini yang dimaksud orang-orang tentang ̶ ̶ perempuan terlihat lebih manis saat mereka mengikat rambutnya?

Lamunan itu buyar seketika saat melihat durja marah di depan mata. Gadis itu tengah berkacak pinggang dengan tatapan bengis pula. "Apa yang kau lihat?"

Refuse ForgetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang