III. Sesuatu

33 4 0
                                    

"Eh, kalian tau ga sih mitos di sekolah ini?"

"Hah, mitos apaan?"

Saat ini Jane, Ara, dan Juan sedang berada di kantin sekolah untuk menikmati makan siang. Sudah lewat dua minggu tepatnya mereka resmi menjadi murid sekolah ini.

"Katanya tiap angkatan tuh pasti nanti ada yang mati satu, kek buat tumbal gitu."

Jane memutar bola matanya malas. Dia tau Ara memang suka dengan hal hal mistis seperti ini, tapi terkadang dia juga berbohong tentang ceritanya.

"Ngarang banget."

"Ih sumpah!"

Juan yang sedari tadi memperhatikan kedua temannya yang sedang mengobrol, menyadari bahwa ponselnya bergetar di dalam saku celananya.

"Gue ke kelas Reyhan ya." Juan pamit untuk pergi. Dibalas anggukan dari Jane dan Ara.

"Gue serius, Jane! Baru tau tadi malem dikasih tau anak kelas sebelah."

Jane tertawa, Ara memang mudah diperdaya cerita mistis.

"Ada buktinya? Harusnya sekarang udah dua orang dong yang mati."

Ara hanya menunjukkan cengir kudanya.

"Belum tau sih, hehe."

Jane melihat sekilas ke arah kerumunan di meja belakang Ara. Anak OSIS sedang mengadakan rapat kilat di kantin.

Entah mengapa mereka memilih kantin untuk menjadi tempat rapat mereka, padahal jelas sekali kalau suasana di kantin sangat berisik.

"Jen, lo nyadar ga sih?"

"Apa?"

Jane memperhatikan arah pandangan mata Ara, tapi tidak menemukan sesuatu yang berarti disana. Yang artinya, Ara sedang melamun dengan pandangan mata yang kosong.

"Ketos yang kemarin tuh, cakep."

"Lo gatau?" Tanya Jane membalas.

"Apa?"

"Abangnya Juan, cakep."

"Serius?!"

Jane mengangguk. Ara membulatkan matanya penasaran, dia memang yang selama ini lebih penasaran terhadap rupa keluarga Juan.

Dia pernah sekali bertemu orangtua Juan,  katanya mereka tidak terlihat tua sama sekali. Terlihat seumuran dengan Lee Jong Suk dan Suzy, seperti itulah yang diceritakan Ara pada Jane.

Sementara Jane, dia belum pernah bertemu orangtua Juan.

Setelah terdengar bel masuk, Jane mengantar Ara ke toilet sebelum kembali ke kelas.

"Lo ga ikut masuk? Biasanya touch up?"

"Gak, lagi makan somay ni ga enak makan di toilet."

Jane memainkan game di ponselnya dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya memegang plastik bungkus somay.

Akhir-akhir ini Jane sedang tertarik dengan game yang biasanya di iklankan saat dia sedang mengumpulkan heart di aplikasi choaedol.
Game semacam tetris, menyusun balok. Jika balok sudah mengisi penuh satu baris, maka balok di baris itu akan pecah dan berubah menjadi skor game.

Tiba-tiba Jane merasa angin dingin melewati tengkuknya, membuat bulu halusnya sejenak berdiri. Seperti ada seseorang yang baru saja lewat, tapi mungkin Jane tidak sadar karena dia sedang sibuk dengan ponselnya.

"Jane."

Gadis itu menoleh ke belakang, merasa ada yang memanggilnya. Namun tidak ada siapa-siapa di sana. Pintu toilet juga masih tertutup rapat.

Jane menoleh ke sekelilingnya, lorong yang sepi. Bel sudah berbunyi dari tadi, dan semua murid sudah berada di dalam kelas.

Masih dengan mata yang waspada, Jane berjalan mendekati pintu toilet. Namun belum sempat memegang gagang pintu, pintu itu terbuka karena ada yang menarik gagangnya dari dalam.

"Lo mau pipis juga?" Tanya Ara, keheranan melihat ekspresi Jane yang linglung.

"Ngga jadi. Balik yuk."

『••✎••』 

Juan mendapati Reyhan yang tengah menghisap sebatang rokok di belakang sekolah. Tangannya merogoh kantong celananya dan mengeluarkan sebotol air minum untuk diberikan kepada Juan. 

Dia tahu Juan sering sakit pinggang karena jarang minum, dan dia ditugaskan ayahnya untuk mengawasi apa saja yang dimakan dan diminum Juan selama di sekolah.

"Gue aduin ayah, mati lo." Juan menunjuk rokok Reyhan yang tersisa setengahnya.

"Paling suruh bersihin kandang doang." jawab Reyhan santai.

Juan duduk di rerumputan, membuka tutup botol air minum, lalu meminumnya seteguk. Ia memejamkan matanya, menikmati ketika seteguk air menyegarkan itu melewati tenggorokannya.

"Btw, lo yakin kalo itu dia? Masih tujuh hari lagi kan?" Reyhan awalnya tidak paham apa yang Juan bicarakan, namun beberapa detik kemudian ia tertawa.

"Tau apa sih anak kecil." Ujar Reyhan sambil mengacak-acak rambut Juan, adiknya.

Juan menggeram kesal. Dirinya tidak terima terus-terusan dibilang anak kecil oleh kakak-kakaknya, jelas jelas selisih mereka hanya dua tahun.

"Mending lo jagain deh temen lo, jangan sampe sendirian kalo di sekolah."

"Kalo prediksi gue bener, pulang sekolah nanti bakal ada kejadian." Lanjut Reyhan.

"Siapa?" tanya Juan.

"Siapa lagi?"

Juan berpikir keras, apa yang dikatakan Reyhan memang kadang seperti doa yang langsung dikabulkan Tuhan.

"Ketua OSIS kita."


『To Be Continued』 






ENHYPEN : CATCHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang