VII. Mimpi

29 4 0
                                    

⚠️ TW : Blood pict

Malam itu hujan turun cukup deras. Listrik baru saja menyala setelah lima jam yang lalu ada pemadaman listrik bergilir. Jalanan cukup sepi, karena jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

Jane, gadis itu belum tidur. Terlihat dua gelas cangkir susu yang telah kosong di meja makan, namun tidak mempan untuk membuat gadis itu mengantuk. Tidak ada acara menarik di televisi, hanya FTV malam, dan Breaking News yang muncul 30 menit sekali.

Jane menatap pintu kamar ayahnya yang terlihat dari lantai satu. Masih tertutup. Ayahnya akan bangun sekitar pukul dua pagi untuk menonton pertandingan bola.

Tok tok tok!

Jane mengecilkan volume televisi, berharap bahwa dia hanya salah dengar.

Tok tok tok!

Ketukan itu terdengar semakin jelas. Apalagi jarak antara ruang televisi dengan pintu rumah memang cukup dekat. Jane terheran, siapa yang mau bertamu malam-malam dan hujan-hujan begini?

Seingatnya, ibunya baru akan pulang dari luar kota lusa malam. Berarti tidak mungkin itu adalah ibunya.

"Jane."

Orang yang mengetuk pintu itu memanggil nama Jane. Merasa familiar dengan suara itu, Jane panik. Orang itu pasti mengetahui bahwa Jane ada di dalam karena suara TV yang mendadak dikecilkan volumenya tadi. Jane bingung, mau kembali ke kamarnya atau membukakan pintu.

Jane berjalan mengendap-endap ke kamarnya tanpa mematikan televisi, lalu menutup pintu perlahan dan bersembunyi dibalik selimutnya.

Deg!

Jane baru teringat sesuatu. Dia lupa memastikan pintu rumahnya terkunci. Karena pukul sembilan tadi, dia keluar rumah untuk mengambil makanan pesan antar. Gadis itu hanya bisa berdoa semoga tadi dia benar sudah mengunci pintunya.

Namun karena kekhawatirannya. Jane memutuskan untuk pergi mengecek pintu. Lagian, suara ketukan itu sudah tidak terdengar lagi.

Namun saat Jane membuka pintu kamarnya, sosok itu sudah berdiri di depan pintu kamar Jane. Sosok berbaju hitam tinggi, wajahnya pucat datar dengan mata yang sayu, tetes-tetes air jatuh dari jas mantelnya yang basah kuyup.

"Aaaaaaa!!!"

Jane tidak sempat menutup pintu karena sosok itu sudah masuk ke dalam kamarnya. Jane mencoba berteriak lagi tapi anehnya, tidak ada suara yang keluar walau seberapa keras dia mencoba berteriak. Ia hanya berharap ayahnya terbangun dan segera menolongnya.

Jane terpojok, sosok itu kini sudah berada tepat di depannya. Ia mencoba meraih lampu tidur di dekatnya, namun lengannya malah dicekal oleh sosok itu.

"Jane."

Suara itu terdengar lagi. Namun bukan berasal dari sosok yang ada di depannya.

"Jane, tutup mata lo."

Sepertinya hanya Jane yang bisa mendengar suara itu, karena sosok di depannya tidak bereaksi apa-apa. Hanya saja, cengkraman tangannya di lengan Jane semakin kuat. Jane merintih kesakitan, berharap ini hanya mimpi buruk.

"Tutup mata lo!" Bisikan itu kini terdengar seperti sebuah teriakan. Jane yang terkejut langsung menutup matanya.

Tiba-tiba suara guntur yang besar mengejutkan gadis itu sekali lagi. Kini lengannya sudah terbebas dari cengkraman itu, digantikan oleh rasa hangat seseorang yang memeluknya.

Masih di dalam kegelapan, Jane yakin bahwa Satya Novandra, yang entah darimana datangnya, kini berada di depannya. Cowok itu tersenyum, dan mengelus rambut Jane sambil menatapnya intens.

Jane kebingungan. Ini seperti mimpi, namun sangat terasa nyata. Bahkan ia masih merasakan sakit di lengannya akibat cengkraman sosok hitam tadi.

Cowok itu meletakkan jari telunjuknya di depan mulutnya sendiri. Kode agar gadis itu tidak mengeluarkan suara.

Satya tiba-tiba kembali memeluk Jane. Jane diam tidak bisa bergerak, karena cowok itu mengunci kedua tangan Jane di belakang pinggang gadis itu.

Jane terlihat gugup, karena dia tidak pernah sedekat ini, apalagi sampai dipeluk oleh laki-laki selain ayahnya.

Jane hanya bisa melihat bahu Satya, karena cowok itu yang lebih tinggi darinya. Satya menjatuhkan kepalanya di pundak Jane, hembusan nafasnya mengenai leher Jane, membuat gadis itu merasa geli. Bagaimana jika ayahnya tiba-tiba masuk?

"Kak.." Jane merasa sesuatu seperti semut kecil, menggigit lehernya. Gatal.

Satya tidak menanggapi panggilan Jane.

Secara tiba-tiba, rasa gatal yang sepertinya berasal dari gigitan semut itu berubah menjadi rasa sakit yang luar biasa. Membuat Jane melenguh kesakitan.

"Kak!" Jane tidak bisa melepas tangannya yang dikunci oleh tangan Satya.

Perlahan, cowok itu mengangkat kepalanya dari bahu Jane, dan menyesuaikan tingginya agar bisa bertatapan dengan wajah gadis itu.

Perlahan, cowok itu mengangkat kepalanya dari bahu Jane, dan menyesuaikan tingginya agar bisa bertatapan dengan wajah gadis itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satya, dengan wajah yang pucat dan pandangan yang kosong. Pupil matanya yang hitam membesar hingga menutupi seluruh matanya, dan mengeluarkan cairan berwarna merah kental dari bibirnya.

『••✎••』

Jane terbangun dari tidurnya terengah-engah. Keringat membasahi seluruh tubuhnya. Dia tertidur di depan televisi yang menyala tanpa suara. Hujan sudah berhenti, hanya menyisakan bunyi detik dari jam dinding. Gadis itu menoleh ke arah jam itu, pukul sebelas malam. Ia hanya tertidur beberapa menit, namun di dalam mimpinya terasa seperti lama sekali.

Bajunya setengah basah, namun Jane tidak menghiraukannya. Matanya langsung tertuju ke arah pintu utama yang juga terlihat dari ruang televisi. Gadis itu berjalan kesana, memastikan bahwa pintu itu sudah dikunci dua kali.

Jane berjalan ke dapur, mendapati ayahnya yang sedang memasak mi instan.

"Ayah."

"Eh, barusan mau dibangunin. Suruh pindah ke kamar."

Jane duduk di kursi meja makan. Sudah tidak terlihat lagi dua gelas kosong bekas susu miliknya tadi.

"Bukannya bolanya masih lama, Yah?"

"Ayah mau kerja dulu bentar."

Jane menggaruk kanan lehernya yang terasa gatal.

"Udah dibilangin sebelum tidur pasang obat nyamuk dulu." Ayah Jane memperhatikan Jane yang masih menggaruk lehernya.

"Lupa."

Jane meninggalkan ayahnya, berjalan menuju kamarnya.

Hampir saja Jane terpeleset di depan pintu kamarnya. Karpet welcome di depan pintu sudah sepenuhnya basah oleh air.

"Ayah! Bocor!"

『To Be Continued』

ENHYPEN : CATCHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang