"Apa-apaan ini?!" dengus Anggraeni geram.
"Maaf, aku terpaksa melakukannya...," ucap Rangga, perlahan.
"Mau apa kau?!" desak gadis ini.
"Perjanjian kita berubah. Aku harus membunuhnya!" sahut Rangga dingin.
"Kau..., kau! Bukankah kita sudah sepakat dalam perjanjian itu? Kau tidak boleh mengusiknya!" tuntut Anggraeni kalap. Namun dia tak bisa berbuat apa-apa.
"Memang. Selamanya aku akan memegang janjiku kalau saja tidak ada sesuatu yang membatalkannya. Dan itu lebih penting, karena menyangkut kedamaian rimba persilatan!" jelas Rangga, tenang.
"Apa maksudmu? Tidak usah bertele-tele. Katakan saja!"
"Ini perintah Kanjeng Ratu Dewi Kunir! Menurut beliau, Dewa Mata Maut akan terus membuat keresahan dengan ilmu-ilmunya. Itulah alasannya!"
"Bohong!" desis gadis itu marah.
"Kau boleh percaya atau tidak. Tapi aku diperintahkan demikian!"
"Tidak! Tidak mungkin! Kau hanya mencari-cari alasan!"
"Aku bersungguh-sungguh, Anggraeni. Kalau tidak, untuk apa pisau ini kuambil darimu?"
"Kau mendengar pembicaraanku dengan Pranaja. Dan kau tahu kalau Pranaja takut dengan pisau itu," tuduh Anggraeni.
"Begitukah menurutmu? Baiklah, kita lihat saja nanti," sahut Rangga tenang seraya menghampiri Dewa Mata Maut.
"Hei, tunggu! Kau telah menyalahi perjanjian kita! Dia bagianku! Kau tidak boleh mencampurinya!" teriak Anggraeni. Tapi percuma saja gadis itu berteriak-teriak, sebab Pendekar Rajawali Sakti tidak surut selangkah pun.
"Dewa Mata Maut! Maaf, dengan terpaksa aku harus melenyapkanmu," ucap Rangga, seperti berat untuk mengatakannya.
"Hehehe...! Kau masih penasaran padaku? Kasihan. Tapi mestinya membuatmu kapok. Karena kali ini pun aku akan mengecewakanmu."
Bukannya kaget, Pranaja malah tertawa terkekeh. Dan itu memang sudah wataknya. Sikapnya berusaha dibuat setenang mungkin. Jelas dia tidak ingin Pendekar Rajawali Sakti mengira bahwa dia takut.
"Begitukah menurutmu? Dan kau bersiap akan kabur lewat aji 'Mangling Rupa'? Cobalah kalau mampu," kata Pendekar Rajawali Sakti, mulai geram melihat Pranaja seperti tak pernah menyesal atas perbuatannya.
"Hehehe...! Kau telah berbekal sesuatu rupanya, sehingga telah percaya diri menghadapiku. Siapa yang memberitahumu? Gadis itu? Kusarankan, sebaiknya pergi saja dari sini. Dan, jangan cari penyakit. Aku bisa membunuhmu. Dan kau sama sekali tidak mampu berbuat apa pun!" ujar Dewa Mata Maut, setenang mungkin.
"Hm. Agaknya kau sama sekali tidak pernah menyesali segala perbuatanmu. Silakan serang aku, Dewa Mata Maut!" kata Pendekar Rajawali Sakti, membuka tantangan walau dengan terpaksa.
"Baiklah. Kau akan mampus di depan mata kekasihmu!" desis Pranaja. Dewa Mata Maut segera merapal aji 'Gelembung Maya'. Dengan kuda-kuda kokoh, dia menggerakkan tangannya yang terkepal keatas. Lalu ditempatkannya di depan kening. Maka seketika dari tubuhnya mengepul asap berwarna kuning yang langsung membungkus tubuhnya.
Sementara, Rangga mendekati Dewa Mata Maut perlahan-lahan. Dan tiba-tiba Rangga mengangsurkan Pisau Pusaka Kembang Sanur ke atas dengan bagian ujungnya menghadap Dewa Mata Maut. Sementara mulutnya berkomat-kamit sebentar. Lalu...
Siut...!
Tepat ketika Rangga berhenti komat-kamit, secepat kilat mata pisau itu terlepas dari gagangnya dan melesat menyambar Dewa Mata Maut.
"Eh, kurang ajar! Ternyata kau mengerti cara menggunakan pisau keparat itu!" desis Pranaja terkejut. Dan seketika Dewa Mata Maut melompat menghindar. Namun seperti terkendali, mata pisau itu terus melesat mengejar ke mana pun dia bergerak.
"Percuma saja aji 'Gelembung Maya' serta aji 'Mangling Rupa' yang kau miliki! Kalau saja kuinginkan, maka kau akan tersiksa selamanya dalam keadaan begini. Tapi aku punya tujuan lain. Yaitu, membunuhmu. Ini perintah dari Kanjeng Ratu Dewi Kunir." Begitu selesai kata-katanya, tangan Rangga bergerak ke punggung. Lalu....
Sring!
Tepat ketika Pedang Pusaka Rajawali Sakti keluar dari warangka, sinar biru berkilauan dari batang pedangnya seperti membungkus tubuhnya.
"Tidak! Kau tidak boleh membunuhnya! Kau tidak boleh membunuhnya...!" teriak Anggraeni berulang-ulang.
"Maaf, Anggraeni. Aku terpaksa melakukannya...," desah Rangga, lirih. Secepat kilat Rangga mencelat menyerang. "Hiyaaa!"
Pranaja yang saat itu tengah kerepotan bergerak ke sana kemari menghiridari serangan Pisau Pusaka Kembang Sanur, kini semakin was-was ketika Pendekar Rajawali Sakti ikut menyerang pula.
Bet! Wut!
Dua sambaran pedang berhasil dihindari Dewa Mata Maut. Namun hawa panas yang ditimbulkan pedang Pendekar Rajawali Sakti terasa mengganggu perhatiannya. Sehingga akibatnya....
Des!
"Aaakh...!" Satu tendangan Rangga yang cepat tak dapat dihindari Dewa Mata Maut yang baru saja menghindari terjangan Pisau Pusaka Kembang Sanur. Pranaja terjungkal roboh. Namun sebelum dia bangkit, saat itu juga Pisau Kembang Sanur melesat.
"Uts..." Pisau itu menancap di tanah, karena Dewa Mata Maut sempat bergulingan. Namun seketika pisau itu bergerak kembali, dan mengejar buruannya. Sedangkan pada saat yang sama, Pendekar Rajawali Sakti telah menunggu Pranaja yang berusaha bangkit lewat tendangan geledek. Sehingga...
Begkh!
"Aaakh...!" Kembali Pranaja memekik kesakitan, dengan lubuh terhuyung-huyung. Dan belum juga keseimbangannya pulih, Pedang Pusaka Rajawali Sakti telah berkelebat memapas sebelah kakinya.
Cras!
"Aaa...!" Tidak ampun lagi, Pranaja terjungkal roboh. Aneh! Kakinya yang buntung sampai ke paha, sama sekali tidak mengucurkan darah! Wajahnya meringis ketakutan. Sepasang matanya mendelik garang. Dan dia kembali terpaksa bergulingan menghindari sambaran Pisau Pusaka Kembang Sanur.
"Hentikan pisau keparat itu! Hentikan seranganmu! Aku menyerah kalah! Aku menyeraaah...!" teriak Dewa Mata Maut ketakutan sambil terus menghindar walau dengan susah payah.
"Dia telah menyerah! Kau harus melepaskannya, Rangga! Kau harus melepaskannya! Ingat! Kau berhutang budi padaku. Kau berhutang budi padaku! Tidakkah kau ingat itu?! Mana perasaanmu? Apakah kau tidak tahu malu?!" teriak Anggraeni, mencoba menyadarkan Rangga.
Namun Rangga hanya menoleh sekilas. Bukannya Pendekar Rajawali Sakti tidak berperasaan ataupun tega. Walaupun bukan berarti untuk tidak melenyapkannya. Maka....
"Heaaa...!" Disertai bentakan keras menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti berkelebat sambil mengibaskan pedangnya. Begitu cepat gerakannya, sehingga Dewa Mata Maut yang tengah sibuk menghindari Pisau Pusaka Kembang Sanur tak sempat menyadari. Dan....
Cras!
"Aaakh...!" Disertai lolongan, kepala Pranaja kontan terpenggal dari lehernya begitu Pedang Pusaka Rajawali Sakti memapaknya. Namun anehnya tubuhnya masih tetap berdiri. Bahkan dari lehernya sama sekali tidak menyemburkan darah. Dalam keadaan demikian, tentu saja Dewa Mata Maut tak mampu menghindar pada saat Pisau Pusaka Kembang Sanur melesat cepat ke arahnya. Dan....
Crep!
"Aaa...!" Pranaja terpekik menyayat ketika pisau itu tepat menghujam jantungnya. Dan tubuhnya baru ambruk dengan mata mendelik garang. Mulutnya tampak ternganga lebar menggambarkan rasa penasaran. Sekujur tubuhnya perlahan-lahan berubah pucat kekuning-kuningan. Setelah meregang nyawa, dia tewas tak lama kemudian.
Trek!
Setelah menyarungkan pedangnya, Rangga menghampiri mayat Dewa Mata Maut. Lalu dicabutnya pisau itu. Rangga sedikit terkejut karena tidak melihat darah sedikit pun. Sebentar Pendekar Rajawali Sakti menatapi pisau itu, lalu melangkah menghampiri Anggraeni.
"Maaf, aku terpaksa melakukannya...," ucap Pendekar Rajawali Sakti lemah seraya meletakkan pisau itu ke dekat gadis itu.
Anggraeni diam terpekur dan tidak berusaha menyahut.
"Aku memang tak berbudi, Anggraeni. Tapi itu terpaksa kulakukan. Terus terang, kau terlalu lemah dengan kata-kata manis Pranaja. Kau telah terjebak dalam rayuannya, Anggraeni. Dan itulah yang kukatakan. Dan hal itu juga dikhawatirkan Kanjeng Ratu Dewi Kunir. Terus terang, waktu itu di antara kami sebenarnya tidak terjadi apa-apa seperti yang kau bayangkan...," papar Rangga halus.
"Apa maksudmu?" tanya gadis itu lirih.
"Kanjeng Ratu Dewi Kunir telah mengetahui semua peristiwa ini. Dia memerintahkan aku untuk melenyapkan Pranaja karena banyak membuat resah di luaran. Dan aku kagum pada junjunganmu. Walau suka dengan laki-laki jantan, tapi dia tak sudi bila ilmu yang diturunkan digunakan untuk mengacau dunia persilatan. Apalagi ilmu itu tak ada tandingannya. Bahkan aku sendiri, tak mampu mengalahkan Pranaja kalau tidak diberi rapalan oleh Kanjeng Ratu Dewi Kunir. Dan yang terpenting, ada satu hal yang tak mungkin kulakukan," papar Rangga.
"Apa?" tanya Anggraeni dengan kening berkerut.
"Beliau ingin agar aku harus melenyapkanmu."
"Melenyapkanku? Tidak mungkin! Kau berdusta!"
"Percayalah. Aku berkata yang sesungguhnya..."
"Apa alasannya?"
"Kau telah membuka rahasia kelemahan ratumu sendiri padaku. Itu sama artinya kau menusuk majikanmu dari belakang lewat perantaraku. Beliau amat murka padamu. Tapi dia tidak ingin menghukummu saat itu. Mengingat, jasa-jasamu yang demikian banyak padanya. Kau hanya mendapat hukuman, yaitu tidak bisa kembali ke sana. Pintu terowongan itu telah tertutup bagimu. Dan dengan mantera apa pun, kau tidak akan bisa membukanya," jelas Rangga.
"Tidak. Kau hanya berdusta! Aku tidak percaya padamu!" tukas gadis itu.
"Percayalah, Anggraeni. Aku berkata yang sesungguhnya. Kau boleh mencoba ke sana, kalau memang aku berdusta. Tapi demi kebaikan kita bersama, sebaiknya kau jangan ke sana."
"Kenapa...?"
"Karena aku tak mampu melaksanakan perintah Kanjeng Ratu Dewi Kunir yang ingin agar aku membunuhmu! Kau berjasa padaku. Dan aku ingin membalas jasamu itu. Nah, selamat tinggal. Mudah-mudahan di lain waktu kita bisa bertemu kembali," ucap Rangga. Setelah berkata begitu Rangga segera berbalik hendak melangkah. Namun...
"Hei, mau ke mana kau?! Kau harus melepaskan totokan ini!" teriak Anggraeni.
"Oh, hampir saja aku lupa!" Rangga berbalik kembali, lalu menghampiri Anggraeni. Segera dilepaskan totokannya, namun tidak keseluruhan. Dan itu membuat Anggraeni geram.
"Apa-apaan kau ini?!" desis Anggraeni.
"Aku yakin kau belum bisa terima kematian Pranaja. Dan aku tidak mau kau kalap, lalu menyerangku. Totokan itu lemah. Tidak lama setelah aku meninggalkanmu, maka kau akan segera bebas. Dan ingat pesanku tadi, Anggraeni. Jangan coba-coba pergi ke telaga itu. Bila mereka tahu aku gagal membunuh, maka Kanjeng Ratu Dewi Kunir akan mengutus yang lain untuk membunuhmu! Selamat tinggal!"
Setelah itu secepat kilat Pendekar Rajawali Sakti berkelebat meninggalkan tempat ini menuju tempat Pandan Wangi yang telah diamankannya di suatu tempat. Tidak dipedulikannya teriakan-teriakan Anggraeni yang geram bukan main melihat perlakuannya.***
Rangga menghela napas lega. Sementara Pandan Wangi memandang dengan mata berbinar-binar. Lalu..., memeluknya erat-erat sambil menumpahkan perasaan rindu yang demikian memuncak di hati.
"Kakang Rangga...!" panggil Pandan Wangi.
"Oh, syukurlah kau selamat, Pandan...," desah pemuda itu lembut.
"Selamat? Apa maksudmu? Selamat dari apa?" tanya gadis itu heran seraya melepaskan rangkulannya.
"Apakah kau tidak mengingatnya?"
Pandan Wangi menggeleng lemah. Diperhatikannya wajah kekasihnya secara seksama.
"Kakang, kau kelihatan pucat. Ada apa? Kau seperti habis bertarung mati-matian. Apakah kau sakit?" tanya gadis itu cemas.
"Tidak. Aku hanya sedikit lelah...."
"Ada apa, Kakang? Jangan membuatku cemas. Katakanlah!" tuntut Pandan Wangi.
"Aku baru saja menyalurkan tenaga batinku untuk mengusir daya sihir Dewa Mata Maut...," jelas pemuda itu singkat.
"Dewa Mata Maut? Siapa dia?!"
"Kau tidak ingat? Cobalah berusaha mengingat-ingat!"
Rangga segera menggambarkan ciri-ciri Dewa Mata Maut. Dan seketika gadis itu teringat.
"Astaga! Ya, aku ingat Pemuda itu bertemu denganku di sebuah kedai!"
"Lalu...?" tanya Rangga.
"Lalu dia mengajakku jalan bersama. Aku berusaha menghindar, namun setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi. Padahal di hati kecilku aku berusaha menolak...!"
Pandan Wangi tidak melanjutkan cerita. Dipandangnya Pendekar Rajawali Sakti dengan seksama. Tatapan mata Rangga tampak merasa curiga. Padahal pemuda itu hanya tersenyum.
"Kakang, maafkan. Aku..., aku sama sekali tidak bermaksud buruk. Aku..., aku...." Pandan Wangi tidak kuasa meneruskan kata-katanya. Kepalanya tertunduk lesu. Dan sesaat, terdengar isak tangisnya.
"Kenapa kau menangis, Pandan? Teruskan ceritamu. Aku mendengarkannya sampai selesai."
"Kau menuduhku telah mengkhianatimu, Kakang...?" duga Pandan Wangi.
"Aku tidak katakan begitu," sangat Rangga.
"Kau bohong! Padahal hatimu menuduhku demikian!" tukas gadis ini.
Rangga menghela napas panjang. Kemudian, dibelainya rambut gadis itu perlahan-lahan.
"Aku tidak menuduhmu mengkhianatiku, Pandan. Kau tidak sadar apa yang kau alami bersamanya...," ujar Rangga memberi keyakinan.
"Apa yang kualami bersamanya?" tanya Pandan Wangi.
"Aku tak tahu!"
"Kakang tidak berusaha mencari tahu?"
"Tentu saja aku berusaha sekuat tenaga."
"Apa buktinya?!"
Dan terpaksa Rangga menceritakan sedikit secara ringkas apa yang dialami gadis itu. Dan apa yang ditempuhnya untuk membebaskan Pandan Wangi dari cengkeraman Pranaja.
Pandan Wangi terkesiap. Dia terdiam untuk sejurus lamanya, setelah Rangga selesai bercerita. Kemudian dipandangnya pemuda itu dengan tajam.
"Kakang! Kau tidak akan menuduhku berbuat serong dengannya, kan?" tanya Pandan Wangi bernada tuntutan.
"Apakah kau merasa berbuat serong?" Rangga balik bertanya.
"Entahlah..., aku tak tahu..."
"Apakah ada sesuatu yang kurang darimu?"
"Kurasa aku baik-baik saja."
"Kalau memang begitu tidak ada masalah."
"Kalau seandainya...."
"Sudahlah! Jangan berpikir yang macam-macam!" tukas Rangga.
"Yang penting kau telah selamat. Itu saja!"
Pandan Wangi tidak berkata-kata lagi. Langsung dipeluknya Rangga erat-erat, seperti tak ingin melepaskannya. Sementara Pendekar Rajawali Sakti sendiri hanya tersenyum lega. Dan dia yakin tak ada sesuatu pun yang terjadi terhadap Pandan Wangi...***
TAMAT

KAMU SEDANG MEMBACA
169. Pendekar Rajawali Sakti : Dewa Mata Maut
ActionSerial ke 169. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.