Epilog

476 62 5
                                    

Copyright by Min Aldrenji Zyatado

"Kenyataan menyakitkan."

──────────────────── ℑ 𝔡𝔬𝔫'𝔱 𝔴𝔞𝔫𝔱 𝔦𝔱

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

──────────────────── ℑ 𝔡𝔬𝔫'𝔱 𝔴𝔞𝔫𝔱 𝔦𝔱


Suara langkah kaki. Jenis itu yang paling sering aku dengar setelah dipaksa memasuki sel yang dingin dan gelap. Aku terpisah dari adikku ketika itu dan hilang kabarnya sampai detik ini. Usiaku mungkin masih tergolong anak-anak, namun dunia dimana aku hidup menuntunku berperilaku layaknya orang dewasa.

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tempat ini, aku memikirkan berbagai cara untuk kabur, namun semuanya terasa tidak mungkin. Aku mulai berpikir bahwa menyerah juga bagian dari kehidupan orang dewasa. Lubang makanan terlalu sempit untuk kepalaku, ventilasi terlalu tinggi untuk kugapai, pintu terlalu kuat untuk ku hantam.

Daripada menyerah, keadaan mungkin lebih menuntut ku untuk menerima kenyataan. Orang-orang di luar sana bicara soal menjadikanku budak atau pekerja seks dibawah umur. Aku sendiri tidak tahu definisi dua hal itu, tapi semuanya pasti bukan hal yang mengenakkan.

Melihat bagaimana mereka memperlakukanku, sepertinya aku bukan barang berharga. Pakaianku tidak pernah berganti dan makananku terasa tidak enak sampai aku terbiasa dengan muntah. Untung mereka hanya memberinya sehari sekali.

Tapi semua perlakuan itu membuat kedua tungkaiku sangat kurus. Aku bahkan tidak yakin dapat berjalan menggapai pintu. Mungkin tak lama lagi aku akan mati, begitu pikirku.

Suara ledakan terdengar dari luar. Aku tidak tahu apa yang membuatku mendengarnya. Mungkin sebuah bom benar-benar meledak, dan kalau bisa aku ingin bom lainnya meledak di dekat sel ini.

Aku tidak dapat hidup lagi, sebuah pikiran anak sekecil diriku.

Tapi aku bahkan tidak mendapatkan permintaan itu. Sebuah bom meledak di dekatmu, merusak pintu sel yang menghalangi usaha kaburku. Langit-langit diatasku sebentar lagi akan runtuh dan membunuhku. Aku bahagia bisa kabur dari hidup menyedihkan ini, namun seseorang membuatku hidup lagi.

Seorang lelaki memeluk tubuhku dengan erat dan membiarkan reruntuhan bangunan melukai kepalanya. Darah menetes membasahi pakaianku. Aku membuka mata yang sedari tadi terpejam karena takut dan melihat ekspresi yang ditunjukkan lelaki itu.

Ia menangis. Aku tidak tahu apakah baik bagi seorang lelaki untuk menangis, tapi aku bisa membayangkan betapa sakitnya tertimpa reruntuhan bangunan.

Terakhir, aku mendengar satu kalimat terlontar dari mulutnya sebelum lelaki itu tidak sadarkan diri.

"Maafkan aku, Jay, Riki..."











































Aku membuka mataku dan tubuhku sudah berada di tempat lain, sebuah kompleks makam tempat lelaki itu dikuburkan. Mungkin. Aku melihat beberapa orang berbaris saat sebuah peti dimasukkan ke dalam lubang tanah.

Lelaki yang menyelamatkanku beberapa hari lalu membuatku tertolong. Aku bebas dari tempat yang akan menjadi calon kuburanku. Mereka merawatku, memberiku makanan dan pakaian baru. Saat ini aku mengenakan setelan hitam secara cuma-cuma, tapi mereka menyuruhku pergi ke tempat ini.

Setelah kupikir-pikir, aku memang perlu berterima kasih pada lelaki itu. Entah siapapun namanya, dia telah membuatku hidup lebih baik.

Hanya saja ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku, tentang kalimat terakhirnya saat menolongku. Aku mengingat dua nama yang disebutnya, dua orang itu pasti sangat berharga. Kalau aku mati, aku pasti akan menyebut nama adikku dan permohonan maaf karena gagal melindungi sebagai seorang kakak.

Bagaimana dengan lelaki itu? Mengapa dia meminta maaf?

Tiba-tiba pundakku ditepuk. Aku terkejut dan menoleh ke belakang, menemukan lelaki berambut hitam tengah menatapku. Kedua matanya terlihat seperti baru saja menangis. Dia pasti sedih karena lelaki itu telah meninggal. Dia datang ke makam ini dengan alasan yang sama denganku.

Pasti dia mengenal lelaki itu, juga mungkin dua nama itu.

"Permisi, apa paman mengenal Jay dan Riki? Lelaki itu ingin meminta maaf pada mereka berdua."

Ucapanku barusan dibalas sebuah pelukan hangat. Lelaki itu mengusap kepalaku dan tersenyum lirih. Aku pasti baru saja membuatnya sedih.

"Apa kau sudah baikan?" Dia bertanya padaku dan aku balas mengangguk. Dengan makanan enak dan pakaian baru, mustahil aku tidak lebih baik.

"Bolehkah aku tahu namamu?"

"Nicholas," Jawabku cepat, lagi-lagi dibalas dengan senyuman.

"Aku ingin menjaga apa yang sudah lelaki itu lindungi." Lelaki itu memegang tanganku erat-erat.

"Apakah kau mau tinggal bersamaku?"








─────── ℑ 𝔡𝔬𝔫'𝔱 𝔴𝔞𝔫𝔱 𝔦𝔱 ─ END ✨ ───────

Sudahi semua air mata dan nikmati imajinasi yang sudah berakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudahi semua air mata dan nikmati imajinasi yang sudah berakhir. Meski kenangan tetaplah mempahitkan, akan ada masa kebahagiaan kembali terukir.

Terima kasih sudah menyaksikan sampai epilog, sembari menunggu book baru.

Saksikan cuplikan video teaser untuk book-book yang akan datang di youtube papih!

See you~

I don't want it [ YeonJay ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang