Chapter 4

851 69 3
                                    

Taman Universitas Harvard

Hari ini adalah hari wisuda Shinichi. Ran, Sonoko dan Detektif Cilik datang ke USA karena diundang Yusaku dan Yukiko untuk memeriahkan suasana. Tiga tahun telah berlalu. Shinichi menghabiskan waktu dengan kesibukan studinya, investigasinya bersama Jodie Sensei dan dia juga masih mencoba untuk menemukan Shiho walaupun belum ada perkembangan. Dia hidup bagai robot hanya untuk belajar dan investigasi. Setelah ini, Yusaku dan Yukiko telah mengatur agar Shinichi bertunangan dengan Ran. Mereka belum membahas ini dengan Shinichi tentu namun mereka pikir Shinichi dan Ran tidak akan menolaknya, mereka yakin anak-anak muda itu masih menyukai satu sama lain. Yusaku dan Yukiko khawatir dengan kondisi putra mereka. Mereka ingin hidup Shinichi berwarna lagi dan mereka kira hanya Ran yang dapat melakukannya sekarang.

"Cheese!" mereka berseru bersama di depan kamera.

Mereka berfoto bersama, tertawa dengan ceria. Sepertinya kali ini Shinichi bisa tertawa lepas lagi karena ada Detektif Cilik. Tidak ada yang tahu apa yang ada dalam benak Shinichi.

Sudah tiga tahun Shiho... Dimana kau? Sampai kapan kau ingin bersembunyi dari diriku? Batin Shinichi.

"Shinichi-niichan, ayo kita foto-foto lagi!" ajak Ayumi.

"Oke!" Shinichi merespon seraya tersenyum dan menepuk lunak kepalanya.

Mendadak handphone Shinichi berbunyi dari nomor yang tidak dikenal.

"Hello?" Shinichi menjawab telpon.

"Shinichi..." terdengar suara yang tidak asing memanggil namanya.

"Ha... Hakase?!" tubuh Shinichi membeku. Ada apa? Kenapa Profesor Agasa mendadak menelpon? Mengapa suaranya terdengar sedih.

Yusaku, Yukiko, Ran, Sonoko dan Detektif Cilik juga membeku.

"Ya, ini aku Shinichi," suara Profesor Agasa bergetar menahan tangis.

"Ada apa Hakase? Kenapa kau menangis?" tanya Shinichi.

"Maaf Shinichi baru menghubungimu sekarang. Shiho bisa marah kalau sampai tahu tapi sekarang ini ia sedang tidak bisa marah,"

"Apa maksudmu?"

"Shinichi... Shiho sekarang tidak sadarkan diri..."

Tubuh Shinichi mendadak dingin, "Tidak sadarkan diri?"

Semua orang yang mendengar itu terkesiap.

"Dia kena kanker hati... Tolong datanglah kemari Shinichi... Selagi sempat..."

"Dimana kau Hakase?"

"Belanda,"

Mereka tidak membuang waktu lagi. Setelah Shinichi memutuskan sambungan, mereka bergegas mempersiapkan segalanya untuk terbang ke Belanda.

"Hakase? Shiho?" tanya Shinichi ketika ia telah bertemu Profesor Agasa dan istrinya Fusae di rumah sakit. Yusaku, Yukiko, Ran, Sonoko dan Detektif Cilik menyusul di belakangnya.

Profesor Agasa tidak dapat bicara lagi, ia hanya menunjuk Shiho melalui pintu kaca. Shiho terbaring di ruang ICU, tidak sadar dan mengenakan selang-selang serta alat-alat untuk mengawasi kehidupannya.

Mereka semua berkerumun di pintu kaca dan merasa terenyuh. Bahkan Sonoko menyalahkan dirinya sendiri karena ia pernah marah dan menampar Shiho.

Shinichi masuk seorang diri menghampiri tempat tidur. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Shiho.

"Shiho..." bisiknya.

Namun Shiho tidak merespon. Ia tetap tidur.

"Shiho..." Shinichi tak mampu membendungnya lagi. Airmatanya mengalir, ia menggenggam tangan Shiho dan menempelkannya di pipinya sendiri, "Kenapa Shiho.... Kenapa...." Ia menangis sekarang.

Airmata Ran mengalir juga melihat pasangan itu. Terutama Shinichi, ia tidak pernah melihat Shinichi terpukul seperti ini. Yukiko, Sonoko dan Detektif Cilik juga menangis.

Shinichi tampak menegarkan dirinya ketika ia keluar dari ruangan untuk menemui Profesor Agasa, "Apa yang terjadi Hakase? Kenapa Shiho jadi seperti ini?" tanyanya.

Fusae yang menjawab semua itu, "Shiho-Chan... Meski dia terlihat bahagia dari luar, menikmati hidup barunya sebagai guru sains tapi ia tetap kesepian... Aku tahu dia selalu sedih... Setiap hari dia memikirkanmu Shinichi-Kun... Insomnianya tidak pernah sembuh, makannya sedikit dan sering memaksa diri untuk bekerja keras mempersiapkan materi untuk mengajar... Perlahan tubuhnya lemah, kurus dan sering batuk. Batuknya tidak pernah sembuh sampai akhirnya keluar darah dan ia pingsan. Dokter mengatakan ia terkena kanker hati..."

"Bagaimana? Bagaimana untuk menyelamatkannya? Pasti ada cara!" desak Shinichi.

"Dokter bilang ia harus transplantasi hati," kata Profesor Agasa, "Tapi sampai saat ini tidak ada hati yang cocok untuk Shiho termasuk aku dan Fusae. Dokter khawatir waktunya tidak banyak lagi. Kami hanya bisa menunggu dan mengikhlaskannya. Shiho menolak ketika aku menawarkan untuk menghubungimu. Ia tidak mau mengganggu kebahagiaanmu dan membuatmu sedih. Namun ketika dia sudah tidak sadar seperti ini, aku tidak tahan lagi. Aku memanggilmu untuk bertemu dengannya terakhir kali," Profesor Agasa menghapus airmata dengan saputangannya.

"Tidak. Masih ada harapan. Shiho sangat kuat. Aku tahu ia bisa menunggu. Aku akan berikan hatiku," kata Shinichi.

"Kami bisa memberikan hati kami juga!" Ayumi berkata dan yang lainnya mengangguk setuju.

"Aku juga!" kata Ran.

"Aku juga!" kata Sonoko

"Kami juga," Yusaku dan Yukiko berkata bersamaan.

"Tapi kata dokter..." Profesor Agasa tidak berani banyak berharap.

Shinichi menepuk kedua bahu Profesor Agasa untuk menguatkannya, "Kita harus mencobanya Hakase! Jangan menyerah!" kemudian ia melihat Shiho lagi seraya berkata dalam hati, aku yakin kau akan menunggu Shiho...

Keluarga Kudou, Ran, Sonoko mulai mengikuti prosedur untuk memeriksakan hati mereka apakah bisa menjadi pendonor bagi Shiho. Detektif Cilik belum diperbolehkan menjadi pendonor karena usianya belum cukup.

Tiga hari kemudian yang terasa tiga tahun. Dokter memberi kabar hati Shinichi yang paling cocok untuk menjadi pendonor Shiho. Mereka mengatur jadwal operasi secepat mungkin karena takut Shiho tak mampu menunggu lagi.

Berbagi Hati Yang SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang