Be My Mom
Pukul 12.00, Musim panas
TokyoMeja panjang berbahan marmer, dipenuhi dengan berbagai hidangan makan siang. Namun sang tuan rumah terlihat acuh ketika sendok berlapis emas berada tepat di depan mulutnya, bergantung bebas. Selang berapa detik, sendok yang berisi makanan itu tak kunjung mendapat kan sambutan. Malah kini mulut sang tuan berganti dengan pipi gembul yang menyapa sendok yang sedari tadi betah menggantung di udara.
"Kei.. aaa.. ayo makan." Bujuk Seorang wanita bersurai hitam gelap terlihat susah payah. Namun ia masih berusaha agar makanan yang ada dalam genggaman sendoknya dapat masuk ke dalam kerongkongan bocah yang duduk di kursi yang berada di sampingnya.
"Ti-dak ma-u." Ucap bocah itu menekan setiap kalimat yang keluar dari bibirnya. Kedua tangan ia lipat di depan dadanya. Terlihat arogan namun tetap terkesan lucu. Karena yang melakukannya hanya bocah berusia 3 tahun.
Hembusan nafas terdengar kasar dari lawan bicaranya. Sudah hampir satu jam acara bujuk membujuk dilakukan wanita itu, namun hasilnya nihil. Sang cucu masih keras kepala, mempertahankan egonya. Hal ini mengingatkan wanita itu pada putra bungsunya. 'Astaga kemana saja putranya?' Tak tau kah bawa dirinya sudah lelah menghadapi cucunya sendiri. Namun ayah dari cucunya belum juga datang.
"Sayang makanlah, sedikit saja.. aa.. bukankah Kei lapar?" Ucap wanita itu berusaha sekali lagi melembutkan hati cucunya.
"Kei maunya Daddy, baachan." Balas bocah yang memiliki fisik yang identik dengan sang ayah. Rambut hitam legam. Matanya pun memiliki warna yang senada dengan rambutnya.
"Daddy mu akan pulang, jadi makanlah sesuap saja, ya?" Sebuah gelengan kepala menjadi jawaban dari sang cucu. Uluran tangan masih betah menggantung menunggu sang tuan menyambutnya.
Lagi- lagi, Hal itu tak mampu meluluhkan hati sang cucu.
"Ti..
"Kei, jangan menyusahkan Baachan." Suara yang familiar mengusik kedua makhluk berklan Uchiha yang tengah duduk di meja makan. Perdebatan cucu dan nenek itu pun terhenti, berganti dengan wajah binar yang sedari tadi tak kunjung terbit dari tuan muda, Keisuke Uchiha.
"Daddy!" Teriak bocah berusia 3 tahun itu melompat turun dari kursinya, sedikit berlari menghampiri ayahnya yang berjalan dari arah ruang tamu. "Daddy kenapa lama sekali? Aku menunggu Daddy." Protes sang anak.
Pria berusia 28 tahun itu berjongkok menyamakan tinggi badan putranya, "Bukankah Daddy sudah bilang, mulai sekarang Kei harus belajar makan tanpa Daddy, kan?" Ucap pria itu mengingatkan anaknya, schedule rapat nya akhir-akhir ini sangat padat. Hingga ia terkadang kesulitan membagi waktu antara urusan kantor dengan putra semata wayangnya. Yah, putranya masih terbilang kecil sehingga perlu banyak perhatian dan kasih sayang. Apalagi sang putra tumbuh besar tanpa ada sosok ibunya. Dan Sasuke tau bahwa dirinya harus bisa menjadi sosok ayah dan ibu sekaligus untuk anaknya.
Walaupun terkadang ia dibantu oleh ibunya, Mikoto dalam hal menjaga putranya, jika sedang sibuk dengan urusan kantor."Mmm..." bocah berusia 3 tahun itu memasang wajah seolah sedang memikirkan jawaban yang tepat untuk ayahnya.
"Bukankah Kei adalah Uchiha?" Tanya Sasuke yang dibalas anggukan kepala oleh anaknya, "Jika begitu, Kei harus menjadi anak mandiri, kuat, dan tak boleh manja, oke?" Sasuke mulai mendoktrin prinsip Uchiha pada pemikiran anaknya. Pria itu mengubah posisinya membawa sang putra kedalam gendongannya. Kemudian berjalan ke arah meja makan dimana ibunya berada.
Sasuke duduk di samping ibunya membawa sang putra duduk di dalam pangkuannya. "Ini yang terakhir, mulai besok Kei harus bisa makan sendiri, tanpa Daddy. Baachan akan menemani Kei, jadi putra Daddy tak kan kesepian." Ujar Sasuke sambil mengambil sendok dari ibunya dan kembali menyuapi anaknya.
Kei hanya mendengarkan ucapan ayahnya tanpa mengeluarkan tanda protes. Bedahal dengan kelakuannya tadi jika bersama neneknya. Kini ia seperti menjadi anak baik ketika bersama ayahnya.
Makan dengan hikmat, Kei menerima setiap suapan dari pria yang menjadi idolanya, ayahnya, Uchiha Sasuke.
"Apa urusan mu di kantor sudah beres?" Pertanyaan itu terlontar dari bibir ibunya, Uchiha Mikoto, seketika Sasuke mengubah atensinya."Belum, tapi sebelum pulang aku meminta nii-san menghandel sisa nya." Jelas Sasuke, yang mendapat anggukan dari sang ibu.
...
Cahaya lampu yang meremang menghiasi sebuah ruangan di salah satu masion Uchiha. Di atas ranjang, dua orang yang berbeda usia sedang berbaring bersama. Namun salah satu pasang kelopak mata tengah tertutup rapat, hanyut akan mimpi yang mendera. Terbuai akan usapan lembut dibagian surainya. Sesekali sang pria dewasa, menghentikan belaiannya, mengubah menjadi sebuah kecupan sayang di puncak kepala putranya.
Hampir 3 tahun sudah, Sasuke menemani putranya, merawat putranya sejak bayi, seorang diri. Sasuke cukup bersyukur karena putranya tak pernah menanyakan keberadaan ibunya. Karena Sasuke masih merahasiakannya. Ntah, apa yang akan Sasuke jelaskan pada putranya?
Mengatakan bahwa ibunya tengah meninggal dunia?
Atau pergi meninggalkan Keisuke dan Sasuke?
Pertanyaan itu seakan selalu menghantuinya.
Hati Sasuke pun ikut kosong, terbawa pergi bersama hilangnya ibu Keisuke, kekasihnya ah apa masih pantas dipanggil kekasih? Jika wanita itu dengan teganya meninggalkan dirinya bersama anaknya.
3 tahun sudah Sasuke mencari informasi, namun hasilnya nihil.
Lamunan Sasuke memudar beralih pada suara denguran halus dari bocah mungil yang ada dalam dekapannya.
"Kei, Daddy menyayangimu." Suara lirih Sasuke bersambut dengan kecupan dalam, menghirup aroma yang sangat menenangkan di sana.
Setelah puas memanjakan hidungnya dengan wangi khas putranya, Sasuke beranjak dari ranjang. Berjalan ke arah pintu balkon.
Malam ini, bulan melingkar bulat, cahaya bersinar cerah, menerpa wajah tampan Sasuke dengan amat indahnya. Mengingatkan pada bola mata yang tak pernah ia lupakan. Rembulan terang, bulat mengisi penuh. Namun dirinya kosong.
Suara lirih memanggil nama yang masih tercetak jelas dalam pikiran, hati, dan jiwanya.
Hinata.
Dimanakah kau bersembunyi?
Tbc.
Holaaaa 🎉🎉
Semoga suka ya sama ceritanya.
Kalau respon nya bagus, next chapter