BAGIAN 4

94 8 0
                                    

Manusia Lumpur benar-benar tidak mau memberi kesempatan sedikit pun kepada Sanjaya. Begitu serangan pertama gagal, kembali tubuhnya mencelat mengejar. Sanjaya gelagapan. Dicobanya menghindar seraya mengayunkan pedang.
Tak!
Walaupun Sanjaya sudah bergerak menghindar, tak urung Manusia Lumpur sempat menghajar dadanya.
Des!
"Aaakh...!" Laki-laki itu kontan memekik. Tubuhnya terjungkal beberapa tombak dari tempat semula. Pedangnya pun patah tatkala menyambar pinggang Manusia Lumpur yang sama sekali tidak berusaha menghindar karena tetap memusatkan perhatian untuk melayangkan kepalan tangannya.
Sanjaya kelihatan kepayahan. Wajahnya meringis menahan sakit. Dan tubuhnya sulit untuk bangkit. Padahal saat yang sama, Manusia Lumpur bersiap menghabisinya.
Laki-laki ini hanya mengeluh di hati. Dan dia hanya bisa pasrah dengan mata terpejam. Tidak ada yang bisa dilakukannya untuk menghindari serangan Manusia Lumpur.
"Graaagkh...!"
Wuuut!
Sedikit lagi kaki Manusia Lumpur menginjak, tiba-tiba melesat sesosok bayangan putih yang langsung menyambar tubuh Sanjaya.
Der!
"Groaaagkh...!"
Permukaan tanah tempat Sanjaya tadi berbaring kontan hancur lebur diinjak makhluk itu. Manusia Lumpur cepat berbalik. Dan dia menggeram buas ketika menyadari seseorang telah mengacau urusannya.
Di depan Manusia Lumpur kini berdiri tegak seorang pemuda tampan berbaju rompi putih pada jarak sepuluh langkah di depannya. Pemuda yang menyandang pedang bergagang kepala burung di punggung itu baru saja menurunkan Sanjaya dari bopongan.
"Graaagkh...!" Sementara itu Manusia Lumpur telah kembali melompat, menyerang pemuda yang kalau melihat ciri-cirinya adalah Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti.
"Uts! Sial!" rutuk Rangga langsung melompat ke samping.
Pendekar Rajawali Sakti sungguh tak menduga kalau makhluk yang tubuhnya penuh lumpur begitu mampu bergerak amat gesit. Sampai-sampai dia tadi terlambat menghindar.
"Hati-hati, Kisanak! Dia bisa membunuhmu!" teriak Sanjaya mengingatkan Rangga.
"Terima kasih, Sobat!" sahut Pendekar Rajawali Sakti.
Baru saja kata-kata Rangga habis, Manusia Lumpur telah menerjang kembali.
"Graaagkh...!"
"Uts, gila!" Pendekar Rajawali Sakti cepat melenting tinggi, kemudian berputaran di udara. Namun baru saja kaki menjejak tanah, serangan Manusia Lumpur telah datang lagi. Begitu cepat dan amat berbahaya. Dan sebelum Manusia Lumpur menerkam, Pendekar Rajawali Sakti telah mengegos ke samping. Lalu seketika dilepaskannya satu tendangan bertenaga dalam kuat ke perut.
Duk!
"Uhhh...! Makhluk apa ini sebenarnya?!" sentak Rangga kaget.
Tendangan Pendekar Rajawali Sakti sama sekali tidak menggoyahkan Manusia Lumpur. Bahkan kakinya terasa linu. Sedangkan makhluk itu kelihatan makin marah saja, melihat Rangga mampu melepaskan serangan. Suara geramannya semakin keras. Dan wajahnya semakin menyeringai buas tatkala kembali menyerang.
"Graaagkh...!"
Wuuut!
Seketika tubuh Manusia Lumpur berkelebat laksana tiupan angin kencang sambil mengayunkan kepalan tangan tepat ke jantung. Namun Pendekar Rajawali Sakti yang menyadari kalau lawannya kali ini tidak bisa dianggap enteng, telah siap sedia.
"Uts!" Begitu kepalan tangan Manusia Lumpur meluncur, Rangga berkelit sedikit ke samping sambil membungkuk. Sementara tangan kirinya yang berisi tenaga dalam coba menangkis. Sedangkan kepalan tangan kanannya langsung menghantam dada.
Plak!
Des!
"Uhh...!" Tapi yang terjadi justru Rangga sendiri yang mengeluh tertahan. Kedua tangannya terasa linu. Padahal tenaga dalam yang dikerahkan sudah cukup tinggi. Namun tetap saja tangannya seperti terbentur batangan baja. Belum lagi habis rasa kaget Rangga, mendadak satu hantaman keras melanda tanpa mampu dihindari. Dan....
Dess...!
"Aaakh...!" Pendekar Rajawali Sakti menjerit kesakitan. Tubuhnya terpental ke belakang sejauh beberapa langkah.
"Graaagkh...!"
Belum juga Rangga bangkit, Manusia Lumpur telah kembali melompat dan bermaksud menghabisinya. Rangga mendengus geram. Sebelum makhluk itu menginjaknya dia cepat bergulingan.
Dar!
Agak tercekat juga Rangga melihat bekas tempatnya terbaring tadi telah berlubang cukup dalam. Begitu ada jarak, tepat di bawah sebuah pohon Pendekar Rajawali Sakti melenting tinggi ke atas. Dua kali dia berputaran, lalu kakinya menjejak dahan pohon dengan manis sekali. Sebentar Rangga menarik napas panjang. Mukanya berkerut dengan sebelah tangan mendekap perut. Namun belum lagi lega, mendadak....
Jder!
Kraaak!
Satu hantaman keras membuat batang pohon tempat Rangga bertengger, hancur berantakan. Rangga cepat mencelat ke bawah, menjauh dari reruntuhan batang pohon itu.
"Edan! Makhluk ini tidak bisa dianggap main-main."
Baru saja Pendekar Rajawali Sakti menjejak tanah, saat itu juga Manusia Lumpur mencelat menerjangnya. Namun Rangga pun telah siap. Seketika kedua tangannya dihentakkan.
"Aji 'Bayu Bajra'! Heaaa...!"
Wesss....
Dari telapak tangan Rangga langsung tercipta tiupan angin kencang dahsyat, menghantam Manusia Lumpur. Tubuh makhluk itu sempat terdorong ke belakang sejauh beberapa langkah akibat aji 'Bayu Bajra' yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti. Namun setelah itu sama sekali tidak berarti.
"Gila!" sentak Rangga, seraya menutup ajiannya.
Rangga nyaris tidak percaya kalau saja tidak melihatnya langsung. Bagaimana mungkin ajiannya yang mampu menerbangkan dua ekor gajah sekalipun, tidak mampu menerbangkan makhluk itu? Terbuat dari apa tubuhnya itu?
"Graaagkh...!"
Tidak ada waktu bagi Pendekar Rajawali Sakti untuk berpikir lama. Makhluk itu kelihatan semakin geram. Raungan suaranya yang keras dan nyaring menandakan amarahnya telah meluap-luap.
"Kisanak! Lebih baik tinggalkan makhluk itu! Dia akan membunuhmu!" teriak Sanjaya.
"Hei?! Kau belum pergi juga? Pergilah. Ayo, cepat pergi! Jangan sampai dia menyerangmu pula!" sentak Rangga, melihat Sanjaya belum pergi juga dari tempat ini.
Sanjaya jadi serba salah. Walaupun keadaannya terluka dalam, dia bisa pergi dari tempat ini. Namun hatinya tidak tega meninggalkan penolongnya seorang diri yang terancam bahaya. Apalagi makhluk itu bukan lawan sembarangan. Sanjaya merasa harus membalas budi pemuda itu.
"Graaagkh...!" Sementara itu, Manusia Lumpur telah kembali melompat menyerang Pendekar Rajawali Sakti.
Raungan yang terdengar lebih garang, penuh amarah. Dan Rangga telah siap menyambutnya dengan mengerahkan jurus-jurus dari lima rangkaian 'Jurus Rajawali Sakti' pada tingkat yang terakhir. Dan berarti tenaga dalamnya juga telah dikerahkan penuh.
"Heaaah...!" Rangga langsung meluruk dengan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Dan begitu sampai pada jarak yang diinginkan, tiba-tiba tangannya menghentak dengan pengerahan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
Slaps...!
Seketika selarik cahaya merah melesat kencang dari telapak tangan Rangga laksana sambaran kilat menerpa tubuh makhluk yang tengah menerjang.
Jderrr...!
"Aaagkh...!" Manusia Lumpur menjerit kesakitan. Tubuhnya kontan terjungkal kebelakang kira-kira beberapa langkah. Namun sungguh ajaib! Dengan cepat makhluk itu bangkit berdiri. Ternyata pukulan yang mampu menghancurkan batu sebesar kerbau itu tidak melukainya sedikit pun. Hanya tersisa sedikit asap putih yang mengepul, lalu hilang beberapa saat kemudian.
"Gila!" desis Rangga tidak habis pikir.
Namun Rangga tidak punya waktu lama. Dengan amarah yang semakin hebat, Manusia Lumpur kembali melompat menerjang.
"Graaagkh...!"
Merasa tak ada pilihan lain lagi, Pendekar Rajawali Sakti menggerakkan tangannya kepunggungnya. Lalu....
Sring...!
Rangga mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang memancarkan sinar biru berkilauan. Langsung disongsongnya tubuh Manusia Lumpur yang telah mencelat menerjangnya.
"Aaargkh...!" Untuk sekilas makhluk itu seperti terkejut. Tapi selanjutnya dia menggeram buas.
Cras! Cras!
"Aaargkh...!"
Pedang Pendekar Rajawali Sakti berhasil menebas leher dan pinggang Manusia Lumpur secepat kilat. Kembali makhluk ini menggerung keras, seperti merasakan sakit yang hebat. Kulit tubuhnya sedikit terluka, namun tidak mengeluarkan darah setetes pun.
Wuuuss!
Manusia Lumpur melompat ke belakang sejauh lima langkah. Kedua tangannya mengusap leher dan pinggang. Dan bersamaan dengan itu, terlihat cahaya merah kekuningan menyelubungi tubuhnya. Hanya beberapa saat cahaya itu hilang. Dan kini, lukanya pun sirna.
"Hm.... Makhluk apa ini sebenarnya? Dari mana asalnya dia?" desis Rangga dengan wajah bingung.
Tidak seperti tadi, kini Manusia Lumpur tidak lagi menyerang. Dia berdiri tegak memandang Rangga, kemudian perlahan-lahan berbalik. Dan segera ditinggalkannya tempat ini seperti tidak ada kejadian apa-apa.
Sementara Rangga sendiri tidak berusaha mengejar. Kakinya melangkah menghampiri Sanjaya yang masih terduduk lemah.
"Aneh.... Kenapa dia pergi begitu saja?!" seru Sanjaya tidak habis pikir. Matanya terus menatapi arah kepergian Manusia Lumpur yang terus menghilang.
"Entahlah. Aku juga tidak mengerti," desah Rangga sambil menyarungkan pedangnya. Seketika sinar biru berkilauan dari pedangnya lenyap, tertutup warangka.
"Siapa sebenarnya dia? Manusia atau makhluk jadi-jadian?"
Rangga tidak menjawab. Pandangannya masih tertuju ke arah sama dengan Sanjaya.
"Kenapa dia pergi tiba-tiba? Padahal dia bisa membunuh kita berdua...?" tanya Sanjaya lagi, langsung menatap Rangga.
"Entahlah, aku tidak tahu...," sahut Rangga, kalem balas menatap Sanjaya.
"Maaf, Kisanak. Kalau boleh, aku ingin memeriksa lukamu."
"Silakan...," sahut Sanjaya.
Rangga segera berjongkok seraya mengulurkan tangannya memeriksa tubuh Sanjaya. Lalu dia mendecah kecil sambil menggeleng lemah.
"Lukamu cukup parah, Sobat..," desah Rangga.
"Jangan khawatirkan aku. Tapi coba tolong periksa gadis itu. Apakah dia masih selamat?" ujar Sanjaya seraya menunjuk tubuh Lestari yang masih tergolek tidak jauh dari mereka.
Rangga menoleh ke arah Lestari. Segera dia bangkit, dan menghampiri tubuh gadis itu.
"Apakah dia masih hidup, Kisanak?" tanya Sanjaya.
Rangga mengangguk tanpa menoleh.
"Nadinya cukup lemah. Dia menderita luka dalam yang cukup parah. Beberapa tulang rusuknya patah. Gadis ini harus segera mendapat pertolongan. Kalau tidak...."
"Dia akan mati?" potong Sanjaya.
"Bisa jadi," sahut Rangga lemah.
Sanjaya mendesah kecil.
"Apa yang bisa kulakukan dalam keadaan begini...?" keluh Sanjaya lemah.
"Aku juga dalam keadaan luka dalam...."
"Ya, aku mengerti," Rangga mengangguk lemah.
"Akan kubuatkan tandu untuk kalian." Rangga kembali berdiri. Namun sebelum beranjak, muncul beberapa orang mendekati mereka, lalu disusul lebih dari lima belas orang lagi di belakangnya.
"Kurasa tidak perlu, Kisanak," kata Sanjaya tersenyum kecil.
"Kau kenal mereka?"
"Ya! Mereka kawan-kawanku."
"Hm.... Kalau begitu telah ada yang mengurus kalian. Aku pergi dulu!"
Tanpa menunggu jawaban Sanjaya, Pendekar Rajawali Sakti berkelebat pergi dari tempat ini.
"Hei, tunggu dulu!" cegah Sanjaya.
Teriakan Sanjaya percuma saja. Gerakan pemuda itu cepat sekali. Dan tahu-tahu tubuh Pendekar Rajawali Sakti telah lenyap dari pandangan.

***

"Siapa makhluk itu, Sanjaya? Berani benar dia berurusan dengan Bagus Wesi?!"
Suara penuh getaran itu keluar dari mulut seorang laki-laki tua berusia sekitar enam puluh tahun. Wajahnya tampak memendam duka yang teramat dalam. Bahkan lebih seram dari biasanya.
"Aku sungguh tidak tahu, Guru," sahut laki-laki yang tak lain memang Sanjaya.
"Hm...." Laki-laki tua yang dalam rimba persilatan dikenal sebagai Bagus Wesi ini bergumam. Pandangannya lurus ke depan, namun bagai tanpa makna. Sementara sepuluh orang muridnya yang berada di ruangan ini diam membisu.
"Aku belum pernah mempunyai musuh dengan ciri-ciri seperti yang kau jelaskan tadi," lanjut Ki Bagus Wesi.
"Guru.... Apakah barangkali ada orang-orang yang tidak menyukai hubungan mereka?" duga seorang pemuda berusia dua puluh lima tahun dengan suara pelan.
"Apa maksudmu, Somba?" Ki Bagus Wesi malah bertanya.
"Pratama dan Lestari. Banyak yang tidak menyukai perkawinan mereka. Bahkan berusaha menggagalkannya. Bukankah sebelum kita, telah banyak yang ingin melamar putri Ki Wayan Seta itu? Namun lamaran itu ditolaknya, dan malah menerima lamaran kita," papar pemuda bernama Somba.
"Siapa menurutmu yang paling tidak senang jika Pratama dan Lestari jadi kawin?" tanya laki-laki tua yang memang ayahnya Pratama, pemuda yang tewas di tangan Manusia Lumpur.
Dan Ki Bagus Wesi sebenarnya adalah Ketua Perguruan Tangan Besi. Sebuah perguruan yang telah banyak menelorkan pendekar digdaya. Memang sejak kematian Pratama, Ki Bagus Wesi yang dikenal tegas dan garang, jadi semakin seram saja kelihatannya.
"Aku tidak bisa menduga dengan pasti. Tapi bisa kita lihat bahwa Ki Tawur kelihatan marah betul, tatkala mendengar bahwa Ki Wayan Seta menerima lamaran kita. Orang itu seperti dikecilkan oleh kita, Guru," jelas Somba.
"Ki Tawur tidak pernah menunjukkan sikap bermusuhan terhadapku. Dan selama ini dia tidak pernah melakukannya dalam bentuk apa pun," sergah Ki Bagus Wesi tegas.
Somba terdiam, tidak berani menimpali kata-kata gurunya.
"Guru.... Aku pernah mendengar berita aneh belakangan ini," ujar salah seorang murid lain.
"Berita apa itu, Karna?" tanya Ketua Perguruan Tangan Besi ini.
"Dalam tiga hari belakangan ini, ada pembantaian besar di wilayah barat. Lebih dari seratus orang tewas dengan ciri-ciri sama, yaitu tulang-tulang mereka remuk seperti dibelit ular raksasa. Dan apa yang menimpa murid-murid yang lain, menunjukkan ciri-ciri sama," jelas murid yang dipanggil Kama.
"Menurutmu, orang itu yang melakukannya?" tanya Ki Bagus Wesi lagi.
"Mungkin saja, Guru."
"Apa alasannya membunuh kawan-kawanmu?"
"Makhluk itu membunuh tanpa alasan, Guru. Dia hanya membunuh mereka yang berpapasan dengannya."
Ki Bagus Wesi tercenung beberapa saat, mendengar penuturan muridnya itu.
"Ciri-ciri yang tadi dijelaskan Kakang Sanjaya, agaknya persis seperti yang pernah kudengar," lanjut Kama lagi.
"Orang ini sungguh gila. Dia memiliki ilmu kebal yang dahsyat bukan main. Tubuhnya keras bagai seonggok karang yang tidak tergoyahkan oleh apa pun," timpal Sanjaya.
"Tapi, kenapa dia tidak menghabisi nyawa pemuda itu seperti yang dilakukannya pada orang lain?" tanya salah satu murid lain.
Semua orang memandang Sanjaya dengan seksama. Demikian pula Ki Bagus Wesi. Mereka agaknya penasaran dengan ceritanya pada bagian ini.
"Entahlah.... Aku sendiri tak tahu. Dan kulihat pemuda itu pun seperti kebingungan," jawab Sanjaya.
"Guru! Ada kemungkinan kalau pemuda itu tersangkut-paut dengannya?" tanya Kama.
"Mungkin saja. Tapi mungkin juga tidak. Mereka bertarung mati-matian. Dan tiba-tiba, makhluk itu menyudahinya begitu saja. Bukankah pada saat itu dia memainkan ilmu pedangnya, Sanjaya?" tanya Ki Bagus Wesi.
"Benar, Guru."
"Kau katakan pedang pemuda itu mengeluarkan cahaya biru?"
Sanjaya kembali mengangguk.
"Hmmm...." Ki Bagus Wesi berpikir sejenak.
"Apakah Guru tahu, siapa kira-kira pemuda itu?" tanya salah seorang murid.
"Mungkin pemuda itu Pendekar Rajawali Sakti," duga Ki Bagus Wesi.
"Pendekar Rajawali Sakti? Hm.... Rasanya aku pun berpikir seperti itu," sahut Sanjaya.
"Dia pendekar hebat. Dan untuk saat ini, sulit dicari tandingannya. Tapi kenapa kau katakan dia kewalahan menghadapi lawannya?"
"Entahlah.... Aku sendiri tidak tahu, Guru. Tapi makhluk itu memang hebat sekali."
"Aku ingin kalian mencari tahu soal ini. Juga mengikuti ke mana pemuda itu pergi. Kita harus meyakinkan apakah dia mempunyai sangkut paut dengan makhluk itu!" ujar Ki Bagus Wesi, tandas.
"Baik, Guru! Akan kami laksanakan sebaiknya!" sahut para murid Perguruan Tangan Besi serentak.
"Aku inginkan makhluk itu. Dia harus membayar kematian Pratama!" desis laki-laki tua ini.
Semua murid mengangguk. Dan belum juga ada yang membuka suara lagi....
"Aaa...!"
"Heh? Apa itu?!"

***

175. Pendekar Rajawali Sakti : Manusia LumpurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang