BAGIAN 5

98 8 0
                                    

Ki Bagus Wesi berkelebat keluar, diikuti murid-muridnya. Setiba di luar, tampak beberapa murid Perguruan Tangan Besi terkapar tak berdaya. Sementara yang lainnya tengah mengeroyok seseorang.
"Guru! Makhluk itu yang tadi kita bicarakan!" teriak Sanjaya memberitahu.
"Hhh...!" Wajah Ki Bagus Wesi seketika berubah kelam. Amarah yang memercik di hatinya, cepat berubah menjadi kobaran api yang menyala-nyala.
"Minggir kalian semua!" bentak laki-laki tua itu melompat menerobos arena pertarungan.
Sementara seketika murid-murid Ki Bagus Wesi melompat mundur memberi jalan. Sehingga Ki Bagus Wesi bisa melihat jelas rupa pembunuh putranya.
"Siapa sebenarnya kau?! Dan mengapa kau bunuh anakku?!" dengus Ketua Perguruan Tangan Besi itu dengan nada dingin.
Sepasang mata laki-laki ini menatap tajam pada sosok berlumpur yang tak lain Manusia Lumpur. Namun sesaat jantung Ki Bagus Wesi berhenti berdetak, tatkala makhluk di depannya balas memandang. Sepasang matanya berkilau tajam, seperti hendak menikam jantungnya.
"Graaagkh...!" Manusia Lumpur menggeram buas. Dan secepat kilat, diterjangnya Ki Bagus Wesi.
Ki Bagus Wesi terkesiap. Namun, dia masih mampu berkelit seraya menangkis pukulan.
"Uts!"
Plak!
"Uhhh...!" Kembali orang tua itu dibuat kaget. Tangannya merasa linu dan sedikit sakit ketika beradu dengan tangan Manusia Lumpur. Ditariknya napas dalam-dalam, lalu dia mulai balas menyerang dengan menggunakan jurus 'Tangan Besi' yang jadi andalan perguruannya.
"Heaaa...!" Tiba-tiba tubuh Ki Bagus Wesi berkelebat sambil melepaskan dua pukulan berturut-turut yang begitu cepat tak tertahankan.
Deb! Deb!
"Graaagkh...!" Manusia Lumpur terdorong beberapa langkah ke belakang akibat dua hantaman berturut-turut di dadanya. Namun secepat itu pula, dia melompat menyerang sambil menggeram marah.
"Graaagkh...!"
"Hup! Keparat!" Ki Bagus Wesi melompat ke samping, menghindari pukulan Manusia Lumpur. Akibatnya pagar tembok di belakangnya jadi sasaran.
Blarrr...!
Tembok itu kontan hancur berkeping-keping dihajar pukulan Manusia Lumpur. Dan baru saja Ki Bagus Wesi menjejakkan kaki, serangan makhluk ini telah meluruk kembali dengan satu kibasan tangan.
Wuuut!
Cepat Ki Bagus Wesi memiringkan tubuhnya sehingga kepalan tangan Manusia Lumpur lewat beberapa jari dari pelipisnya. Tapi begitu serangan itu lewat, secepat itu pula serangan lain bergerak ke bawah menggedor dada.
Begkh...!
"Aaakh...!" Ketua Perguruan Tangan Besi memekik kesakitan. Tubuhnya terjungkal beberapa langkah ke belakang. Dari mulutnya meleleh darah segar.
"Guru...!"
Murid-murid Perguruan Tangan Besi tersentak kaget. Beberapa orang berlari cepat menghampiri. Padahal pada saat yang sama, Manusia Lumpur tengah melompat hendak menghabisinya.
"Keparat!" desis Sanjaya. Bersama empat orang kawannya, laki-laki itu melompat untuk menghadang serangan.
"Jangaaan...!" teriak Ki Bagus Wesi memperingatkan murid-muridnya.
Tapi teriakan Ketua Perguruan Tangan Besi agaknya tidak dipedulikan murid-muridnya. Pada saat yang sama, makhluk itu telah mengayunkan tendangan secepat kilat. Sehingga....
Buk! Begkh! Krek!
"Aaa...!"
Kelima orang itu terpental ke belakang disertai pekik kesakitan. Tiga orang terhantam tendangan, dua lainnya terkena kepalan. Mereka menggelepar sesaat dengan darah meleleh dari sudut bibir, lalu diam tak bergerak.
"Keparat!" desis Ki Bagus Wesi. Bukan main geramnya Ki Bagus Wesi melihat pemandangan yang terjadi di depan mata. Lima muridnya tewas dan dia tidak mampu menolong sedikit pun.
"Graaagkh...!"
Ki Bagus Wesi tidak bisa termenung lama-lama, sebab Manusia Lumpur telah menggeram dan kembali melompat menerjang. Secepat kilat dia bangkit, lalu....
"Hup!" Dengan gerakan mengagumkan, Ketua Perguruan Tangan Besi mengegoskan tubuhnya ke kiri. Lalu tanpa diduga tubuhnya berputar seraya melepaskan tendangan. Namun Manusia Lumpur dengan tangkas mengebutkan tangannya untuk menangkis.
Plak!
"Uhhh...!" Ki Bagus Wesi mengeluh menahan sakit, begitu kakinya terpapak tangan Manusia Lumpur. Tubuhnya terjajar beberapa langkah dengan mulut meringis. Dan belum sempat Ketua Perguruan Tangan Besi memperbaiki keseimbangannya, Manusia Lumpur telah kembali berkelebat seraya melepaskan satu hantaman tangan kiri kedalam.
Wuuut...!
Desss...!
"Aaa...!" Ki Bagus Wesi memekik setinggi langit ketika dadanya terhantam pukulan keras bukan main. Tubuhnya terjungkal ke belakang dengan tulang dada remuk. Dari mulutnya menyembur darah segar. Orang tua itu hanya mampu bergerak sesaat, lalu diam tak berkutik.
"Guruuu...!" teriak murid Perguruan Tangan Besi tersentak kaget.
Serentak mereka berlompatan menghampiri gurunya. Tapi saat itu juga, Manusia Lumpur melompat menyerang.
"Graaagkh...!"
Jdeer!
"Aaa...!"
Empat orang langsung terpental dan tewas dihantam pukulan makhluk itu. Rata-rata tulang mereka remuk. Dan yang lainnya terjungkal sambil menjerit kesakitan.
"Keparat...! Makhluk ini benar-benar iblis terkutuk!" desis murid-murid Perguruan Tangan Besi.
Serentak mereka yang tersisa melompat mengurung Manusia Lumpur dengan sikap siap menyerang. Namun sebelum mereka bergerak, makhluk itu telah lebih dulu berkelebat dengan kecepatan luar biasa.
"Graaagkh...!"
Tak! Tak! Begkh!
"Aaa...!"
Tiga orang terpekik. Tubuh mereka terpental dengan dada remuk terkena tendangan Manusia Lumpur. Kejadian itu membuat mereka yang lain menjadi waswas. Kepercayaan diri mereka hilang. Apalagi setelah melihat kematian guru mereka. Makhluk itu mampu membunuh seperti membunuh kawanan nyamuk. Padahal mereka telah berusaha menyerang dengan segala kemampuan yang ada.
"Apa yang kita lakukan sekarang?" tanya salah satu orang murid perguruan itu.
"Entahlah. Jumlah kita tinggal lima orang lagi. Dengan jumlah banyak saja tak mampu. Apalagi sekarang," keluh murid lain.
Para murid Perguruan Tangan Besi benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Bila mereka berniat kabur, rasanya tidak sampai hati meninggalkan mayat kawan-kawan seperguruan yang telah berkorban nyawa demi menyelamatkan yang lain. Termasuk mereka. Lagipula belum tentu mereka bisa kabur dengan selamat. Makhluk ini pasti akan mengejarnya. Dan sebelum mereka mempunyai pilihan lain, Manusia Lumpur kembali menyerang dengan buas.
"Graaagkh...!"
Kelima orang itu terperangah. Agaknya mereka tidak akan mampu menahan serangan. Mereka hanya pasrah dengan mata terpejam. Namun sebelum serangan Manusia Lumpur sampai pada sasaran....
"Heaaa...!" Mendadak melesat dua sosok bayangan merah, langsung memapaki serangan Manusia Lumpur.
Duk! Duk!
"Aaakh...!"
Dua sosok berbaju merah yang baru muncul kontan berteriak kesakitan. Ketika berhasil memapaki, justru mereka yang terjungkal ke belakang. Namun dengan sigap mereka mengatur keseimbangan, sehingga bisa berdiri tegak.
"Ki Wayan Seta! Ki Larong!" seru salah seorang murid Perguruan Tangan Besi ketika mengetahui siapa kedua sosok itu.
Dua sosok yang datang adalah dua laki-laki tua berbaju serba merah. Yang seorang berambut panjang, dengan ikat kepala warna merah. Sama dengan rambutnya, kumis dan jenggotnya pun telah berwarna putih.
Sementara yang seorang lagi berambut jabrik. Meski sudah cukup tua, kumis dan jenggotnya masih berwarna hitam.
"Bagaimana gurumu?" tanya laki-laki tua yang berambut panjang.
"Beliau tewas, Ki Wayan!" sahut seorang murid Ki Bagus Wesi.
Laki-laki yang bernama Ki Wayan Seta mau bertanya lebih lanjut. Namun saat itu, Manusia Lumpur telah melompat menyerang kembali.
"Graaagkhh...!"
"Awas, Sobat!" teriak Ki Larong, memperingatkan.
Kedua laki-laki tua itu melompat menghindar dengan mencelat ke atas berdampingan. Tapi dengan tidak disangka-sangka, makhluk berlumpur itu melejit menyusul dengan gerakan cepat bagai kilat. Di udara, kedua orang itu langsung melepaskan tendangan dahsyat. Namun dengan gerakan cepat, Manusia Lumpur memapak dengan kedua tangannya.
Plak! Plak!
"Uh!"
"Uhh...!"
Ki Wayan Seta dan Ki Larong sama-sama mengeluh tertahan, ketika berbenturan dengan makhluk itu. Dengan menggunakan tenaga benturan, mereka sama-sama melenting ke belakang sambil berputaran. Lalu, dengan agak terhuyung mereka mendarat di tanah.
"Huh, gila! Makhluk apa ini?!" desis Ki Wayan Seta.
"Ki Wayan Seta! Makhluk ini yang telah membunuh Pratama dan melukai Lestari, putrimu!" teriak seorang murid Perguruan Tangan Besi.
"Apa?! Inikah keparat itu? Jahanam! Akan kupenggal lehernya!" bentak laki-laki tua yang ternyata ayahnya Lestari, kekasih Pratama. Dengan wajah geram, Ki Wayan Seta mencabut pedangnya yang menggantung di pinggang.
Sring!
"Yeaaa!"
Tanpa mempedulikan kakinya yang masih nyeri, Ki Wayan Seta meluruk sambil memutar-mutar pedangnya. Begitu cepat putaran pedang itu, hingga yang terlihat hanya kilatan sinar putih keperakan disertai deru angin cukup dahsyat.
Wut! Wut!
Begitu telah berada dalam jarak yang memungkinkan Ki Wayan Seta langsung membabatkan pedangnya ke dada.
Tak!
"Heh?!" Bukan main terkejutnya Ki Wayan Seta ketika pedangnya justru malah patah. Merasa masih penasaran segera dilepaskannya satu tendangan berisi tenaga dalam tinggi.
Dug!
"Uhhh...." Bukannya Manusia Lumpur yang terjungkal malah laki-laki tua itu yang terjajar beberapa langkah. Kakinya terasa ngilu dan sakit bukan main.
"Graaagkhh...!"
Belum juga Ki Wayan Seta bersiap kembali, Manusia Lumpur telah berkelebat sambil mengibaskan tangannya cepat bagai kilat. Dan....
Begkh!
"Aaakh...!" Ki Wayan Seta memekik kesakitan. Tubuhnya langsung terpental ke belakang beberapa langkah. Tulang dadanya terasa patah. Dan dari mulutnya menyembur darah segar.
"Graaagkh...!"
"Terkutuk! Kau boleh hadapi aku!" bentak Ki Larong langsung mencabut pedangnya.
Laki-laki tua ini segera berkelebat ketika makhluk itu bermaksud menghabisi Ki Wayan Seta yang tengah megap-megap kesakitan. Dan begitu dekat, pedangnya sengaja ditusukkan ke arah mata. Ini sengaja dilakukan untuk mengelabui. Sebab melihat yang tadi terjadi terhadap Ki Wayan Seta, Ki Larong menyadari kalau makhluk itu memiliki ilmu kebal yang hebat. Maka begitu Manusia Lumpur berkedip, saat itu juga dilepaskannya satu tendangan dahsyat ke dada.
Dess!
"Uhhh...!" Betapa kagetnya laki-laki tua itu ketika kakinya terasa seperti menghantam tembok baja yang luar biasa kerasnya. Bahkan tubuhnyalah yang justru terjajar beberapa langkah ke belakang.
"Gila! Terbuat dari apa kulitnya?!" desis orang tua itu tidak habis pikir.
"Graaagkh...!"
Belum habis Ki Larong berpikir, Manusia Lumpur telah berkelebat cepat sambil mengibaskan tangannya. Begitu cepat gerakannya, sehingga laki-laki tua ini tak sempat menyadarinya. Dan....
Desss...!
"Aaakh...!" Ki Larong memekik setinggi langit ketika dadanya telak sekali mendapat hantaman dari Manusia Lumpur. Tulang dadanya terasa remuk. Tubuhnya terjungkal kebelakang disertai muntahan darah segar.
Kekejaman Manusia Lumpur agaknya membuat Ki Wayan Seta dan murid-murid Ki Bagus Wesi merutuk habis-habisan. Mereka menduga Ki Larong telah mati terkena hajaran begitu rupa. Namun makhluk itu agaknya kurang puas. Maka begitu tubuh Ki Larong menyentuh tanah, Manusia Lumpur melompat gesit. Lalu kaki kanannya cepat dihunjamkan ke leher Ki Larong.
Praaak!
Terdengar suara berderak seperti tulang patah, namun tidak terdengar suara kesakitan. Leher Ki Larong langsung patah, terkulai tanpa daya. Dan dia memang telah tewas sejak tadi!
"Ki Larong!" teriak Ki Wayan Seta, seraya berusaha bangkit. Teriakan Ki Wayan Seta membuat Manusia Lumpur berbalik. Saat itu juga dia melompat hendak menghabisi laki-laki tua itu yang hendak menghampiri Ki Larong.
"Uts!" Ki Wayan Seta cepat bergulingan, sehingga tendangan makhluk itu menghantam tempat lain.
Jdeerr!
Permukaan tanah yang jadi sasaran amblas beberapa jengkal ke bawah. Melihat buruannya berhasil lolos, secepat itu pula Manusia Lumpur kembali berputar. Segera dikejarnya Ki Wayan Seta disertai amarah.
"Graaagkh...!"
Wess...! Wess...!
Pada saat yang gawat bagi keselamatan laki-laki tua itu, mendadak melesat beberapa benda kehitaman sebesar kepalan tangan ke arah Manusia Lumpur.
Tak! Dess!
Benda-benda yang ternyata batu itu menghantam dahi, dada, perut, dan bagian bawah perut Manusia Lumpur.
Wess...! Wess...!
Belum juga makhluk itu melihat siapa yang melempar batu, kembali melesat dua buah batu ke bagian mata dan lubang pusarnya. Dari raut wajahnya jelas terlihat kalau Manusia Lumpur cukup terkesiap. Namun....
"Groaaagkh...!" Dengan teriakan kegeraman makhluk itu segera menangkap kedua batu yang melesat ke arahnya. Lalu sambil kembali menggerung diremasnya kedua batu itu hingga remuk.
Weett!
Tapi pada saat yang sama melesat cepat satu sosok bayangan putih menyambar tubuh Ki Wayan Seta. Manusia Lumpur hanya mampu terkesiap. Bayangan itu benar-benar cepat bergerak. Sehingga sebelum dia sempat berbuat apa-apa, bayangan tadi telah menghilang.
"Groaaagkhh...!" Makhluk itu segera menggeram penuh amarah melihat buruannya berhasil meloloskan diri. Suaranya menggelegar kesegala penjuru.

***

Ki Wayan Seta meringis. Kedua tangannya memegangi bagian dada dan perut sambil merasakan sakit. Tubuhnya terasa remuk akibat hajaran Manusia Lumpur. Untung saja ada seseorang yang menyelamatkannya. Dipandanginya pemuda tampan berambut panjang di depannya.
"Terima kasih kau telah menyelamatkanku, Anak Muda. Siapa namamu?" ucap Ki Wayan Seta.
"Rangga," sahut sosok bayangan putih yang menyelamatkan Ki Wayan Seta. Dia tak lain dari Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti.
"Rangga.... Hm, ya, ya... aku tidak akan melupakan budi baikmu hari ini terhadapku," kata Ki Wayan Seta, menggumam.
"Kisanak... jangan bicara budi baik segala. Aku sama sekali tidak bermaksud meminta balasan apa pun darimu...," sergah Rangga.
"Ah! Sungguh bijaksana bicaramu, Rangga. Aku orangtua tak berguna bernama Wayan Seta, benar-benar mengagumimu!" seru laki-laki tua itu.
"Sudahlah, Ki Wayan Seta. Sudah selayaknya kita saling tolong-menolong...," ujar Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm, makhluk itu memang luar biasa. Aku tidak tahu, siapa dan dari mana asalnya!"
"Ya, dia memang luar biasa."
"Apakah kau pernah berurusan dengannya?"
"Baru saja tadi siang aku bertemu dengannya dan sempat mencicipi beberapa hajarannya. Waktu itu, ada dua orang muda-mudi serta beberapa orang laki-laki yang tengah menyerangnya."
"Hei?! Jadi kaukah orangnya yang telah menyelamatkan mereka?!" seru Ki Wayan Seta.
"Apa maksudmu, Ki?" tanya Rangga dengan kening berkerut.
"Kau telah menolong putriku, serta murid-murid Perguruan Tangan Besi," jelas Ki Wayan Seta.
"Rangga! Kembali aku harus mengucapkan beribu terima kasih padamu!" Ki Wayan Seta langsung menjura hormat.
"Ah, sudahlah. Jangan begitu. Jangan membuatku salah tingkah, Ki Wayan Seta."
"Sungguh, Rangga. Adalah suatu kehormatan bagiku bila kau sudi mampir ke tempatku. Yah... sekadar menghilangkan rasa lapar dan dahagamu. Ayolah, jangan kau tolak permintaanku ini!"
Rangga bermaksud menolak secara halus, tapi laki-laki tua ini terus memaksanya. Sehingga untuk menghormatinya terpaksa juga dia menyetujuinya.
"Tapi sebelum itu, aku harus mengebumikan sobatku. Dia tewas di tangan makhluk itu," kata Ki Wayan Seta.
"Maksudmu, kita kembali ke tempat tadi?" tanya Rangga.
"Ya. Tapi tidak terang-terangan. Kita lihat, apakah makhluk itu masih di sana atau tidak. Jika dia sudah pergi, baru kita kebumikan mereka. Bagaimana pun, Ki Bagus Wesi adalah calon besanku. Dia serta murid-muridnya sudah seperti saudara saja bagiku," jelas Ki Wayan Seta.
"Baiklah," sahut Rangga, menyetujui.

***

175. Pendekar Rajawali Sakti : Manusia LumpurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang