BAGIAN 1

206 8 0
                                    

Blep! Blep!
Glarrr...!
Gunung Perahu yang sepanjang tahun bisu, mendadak bergolak lagi. Padahal sejak puluhan tahun lalu gunung itu sudah mati. Dan sejak itu tak seorang pun yang mau tinggal di sana. Bahkan seekor serangga sekalipun. Uap putih yang dari jauh terlihat bagai gumpalan salju, selalu menghiasi lereng gunung itu. Inilah penyebabnya. Sebab uap putih itu tidak lain dari uap beracun yang keluar dari perut bumi di sekitarnya.
Namun anehnya, uap beracun itu jarang sekali berhembus ke lain tempat. Mungkin selalu terhalang oleh pepohonan lebat yang mengelilingi gunung itu. Sehingga asap putih itu hanya berputar-putar tidak jauh dari tempatnya semula. Kemudian perlahan-lahan kembali dan bergantung seperti orang yang tengah bertapa. Diam tidak terusik!
Konon di lereng gunung ini terdapat banyak gua yang saling berhubungan. Sehingga di dalamnya seperti sebuah jalan yang banyak cabang-cabangnya. Tak seorang pun yang bisa mengetahui apa yang terdapat di dalamnya karena sampai saat ini tak seorang manusia pun yang bisa masuk sampai ke sana dengan selamat!
Sebenarnya kalau ditelusuri lebih jauh ke dalam, pusat dari lorong-lorong gua itu berada tepat di bawah kaki gunung itu. Di sana terdapat sebuah ruangan yang cukup lebar.
Di tengah ruangan yang dipenuhi batu karang yang mencuat ke atas maupun ke bawah, terdapat sebuah kolam lahar yang terus mendidih. Agaknya sebagian dar uap beracun itu berasal dari tempat ini. Kolam ini seperti bubur berwarna coklat kemerah-merahan dan amat kental. Pada jarak sekitar lima tombak dari kolam, panasnya terasa menyengat. Dan rasanya tak satu pun makhluk yang bisa hidup di tempat itu.
Blep! Blep!
Bubur lahar itu kembali bergolak. Dan dari bawah terlihat gelembung-gelembung udara bergerak ke atas dan meletus di permukaan. Dan dari dalam kolam gejolak itu semakin hebat. Bahkan lambat laun kolam itu berputar dan membentuk pusaran di tengah-tengahnya. Rupanya inilah yang menyebabkan Gunung Perahu itu kembali menampakkan kegarangannya.
"Graaagkh...!"
Diiringi raungan keras, tiba-tiba muncul sesuatu ke permukaan kolam berwujud seperti kepala manusia. Gaung dan getaran yang di timbulkannya cukup mengguncangkan batu-batuan yang berada di ruangan ini. Beberapa buah malah menimpa kepala yang dipenuhi lumpur panas itu. Kepala itu sama sekali tidak pecah! Padahal diantara batu-batu yang menimpa ada yang sebesar kepala kerbau!
"Grrhh...!"
Dengan geraman buas, perlahan-lahan kepala itu terangkat ke atas, seiring bentuk jasadnya yang bangkit berdiri. Lalu dengan gerakan ringan, kepala yang telah lengkap dengan jasadnya itu keluar dari kolam lahar. Kini terlihat bentuk nyata satu sosok mengerikan. Secara keseluruhan, bentuknya memang persis manusia. Namun wajahnya sukar dikenali, karena sekujur tubuhnya diselimuti lahar panas berwarna merah kecoklatan.
"Graaagkh...!"
Sosok makhluk itu kembali menggeram. Dan kembali dinding-dinding gua di sekitar ruangan ini bergetar, membuat batu-batu berjatuhan. Namun makhluk itu agaknya tidak mempedulikannya. Dia lantas berjalan melewati lorong gua menuju keluar dengan gerakan cepat seperti tengah berlari. Tubuhnya yang kecil dan agak tinggi, ringan sekali bergerak. Seolah kakinya sama sekali tidak menapak tanah.
Tiba di mulut gua, makhluk itu berhenti. Sepasang matanya yang hitam berkilat menatap tajam kesegala arah. Mungkin ada sesuatu yang aneh dalam pandangannya. Entah alam yang telah berubah, atau barangkali tempat yang selalu diselimuti kabut. Entahlah.
Tak lama, makhluk ini kembali berkelebat. Disusurinya lereng gunung ini. Diterobosnya kabut beracun yang tidak pernah berhasil dilalui manusia biasa!
Begitu cepat kelebatan makhluk itu, sehingga dalam waktu singkat telah berada persis di kaki gunung. Di sini masih terlihat pohon-pohon besar yang menghalangi pancaran sinar matahari pagi. Namun begitu tatkala angin bertiup agak kencang, sebagian cahaya matahari yang masih halus menerobos dan menerpanya.
"Ohhh...!" Makhluk itu mendesah lirih, ketika cahaya matahari menerpa bola matanya. Baginya sinar itu terasa menyilaukan. Mungkin karena terlalu lama berada di perut bumi yang gelap dan pengap. Seketika sebelah tangannya menutupi mata. Tapi perlahan-lahan dia memberanikan diri dan coba mengintip.
"Graaakh...!" Ketika cahaya matahari itu kembali menyilaukan mata, makhluk itu menggeram marah.
Suara makhluk ini serak dan parau, seperti seekor beruang hutan. Lama dia berdiri tegak di tempatnya tanpa beranjak. Sikapnya kelihatan penasaran sekali, dan berusaha menantang cahaya matahari yang perlahan-lahan beranjak naik. Dan ketika mulai terbiasa, segera ditinggalkannya tempat itu.
"Graaakhh...!"
"Heh?!" Seorang laki-laki berusia sekitar tiga puluh tahun tersentak kaget. Begitu kagetnya sehingga busur panah yang dipegangnya terlepas, saat mendengarkan suara raungan yang menggetarkan. Selama belasan tahun menjadi pemburu di Hutan Gunung Perahu belum pernah didengarnya suara seperti itu. Perlahan-lahan, laki-laki tegap berpakaian hijau-hijau ini mengedarkan pandangan ke sekeliling. Bulu kuduknya tiba-tiba meremang. Dan busur panahnya yang terjatuh diambilnya dengan pandangan tetap mencari-cari.
"Graaagkh...!"
"Ohhh...!"
Baru saja laki-laki itu tegak kembali, terdengar lagi suara raungan, yang disusul dengan berkelebatnya satu sosok tubuh. Dan jantungnya hampir saja copot, ketika sosok itu telah berdiri di hadapannya pada jarak lima langkah.
Hati laki-laki ini makin kebat-kebit melihat sosok tubuh kurus penuh lumpur ini memandang tajam ke arahnya. Suaranya menggeram dahsyat. Perlahan-lahan makhluk itu melangkah mendekati.
"Jangan coba-coba mendekat! Atau panahku akan menembus jantungmu sekarang juga!" bentak laki-laki itu mengancam, seraya mundur ke belakang. Tangannya gemetar ketika menarik busur. Nada suaranya pun bergetar. Jantungnya berdetak lebih kencang. Dan darahnya seperti mengalir lebih kencang.
Makhluk lumpur itu menghentikan langkah. Matanya memandang aneh kepada laki-laki di depannya. Sepertinya dia tidak mengerti apa yang akan diperbuat laki-laki itu terhadapnya.
"Pergi kau...!" bentak laki-laki pemburu itu, setelah keberaniannya mulai muncul kembali.
Makhluk itu diam tidak beranjak.
"Kurang ajar!" Keberanian pemburu ini yang telah terkumpul, diungkapkannya dengan bentakan. Bahkan tiba-tiba dia meraih anak panah dan cepat memasangnya pada busur. Lalu seketika dilepaskannya.
Twang!
Tiba-tiba satu buah anak panah melesat menyambar makhluk di depannya.
Tak!
"Heh?!" Pemburu itu makin tercekat ketika anak panahnya tidak mampu melukai makhluk itu.
"Patah? Mustahil! Terbuat dari apa kulitnya?!" desis laki-laki itu tidak percaya.
Jantung laki-laki ini semakin berdegup kencang. Dan perlahan-lahan kakinya mundur kebelakang sambil tetap mengawasi makhluk itu. Sementara makhluk menggiriskan ini sendiri agaknya tidak merasa kesakitan sedikit pun. Dia memandang sekilas pada patahan anak panah tadi, lalu berpaling pada laki-laki di depannya. Mulutnya menyeringai lebar dengan sorot mata kelihatan liar. Agaknya dia menangkap sikap permusuhan dari laki-laki di depannya.
"Graaagkh...!"
"Oh, tidak! Pergi kau! Pergiii...!"
Makhluk itu menggeram buas laksana raungan seekor beruang. Sedang laki-laki di depannya tersentak kaget. Mukanya makin terlihat pucat. Sepasang matanya membelalak melihat makhluk itu berjalan mendekatinya dengan cepat. Dengan sekuat tenaga dia berusaha lari sekencang-kencangnya.
"Graaagkh...!" Makhluk itu melayang gesit. Dan tahu-tahu laki-laki itu telah dicengkeramnya.
Tap!
"Aaa...!" Cuma sesaat, lalu terdengar jeritan panjang. Tubuh laki-laki itu terkulai dengan tulang leher dan pinggang patah dicekal makhluk ini.
"Kraaagkh...!" Makhluk itu mendengus geram. Dicampakkannya mayat pemburu begitu saja seenaknya. Dipandanginya sejenak mayat itu, lalu perlahan melangkah meninggalkannya. Tapi baru berjalan kira-kira lima belas langkah, mendadak....
"Jahanam! Hei, berhenti kau...!"
Terdengar bentakan nyaring, membuat makhluk ini menghentikan langkahnya. Perlahan-lahan dia menoleh sambil berbalik. Di depan makhluk itu telah berdiri dua orang laki-laki yang masing-masing berusia sekitar dua puluh delapan tahun. Mereka semua menyandang busur dan anak panah. Dengan langkah gusar makhluk itu menghampiri kedua orang yang baru datang.
"Graaakh...!" Makhluk ini menggeram, mengisyaratkan kemarahan. Sementara kedua laki-laki itu terkesiap.
"Hei, kaukah yang membunuh kawan kami ini?!" bentak salah seorang laki-laki itu, setelah berhasil menguasai hatinya.
"Graaagkh...!" Bentakan itu disahuti dengan seringai marah. Sementara makhluk itu sendiri semakin melangkah dekat.
"Percuma saja bicara, Saweng! Lebih baik serang saja dia!" seru laki-laki satunya yang berbaju hitam seraya menyiapkan anak panah.
"Kau benar, Suket! Makhluk itu kelihatan aneh. Dia seperti binatang buas!" sahut laki-laki yang dipanggil Saweng.
Kedua laki-laki bernama Saweng dan Suket itu melompat ke kanan dan kiri, siap dengan panah terpasang di busur.
"Graaagkh...!" Begitu makhluk ini menggeram sekali lagi, kedua laki-laki itu melepaskan anak-anak panahnya.
Twang! Twang!
Dua batang anak panah yang melesat cepat membuat makhluk itu menggeram semakin marah. Namun dia tak berusaha menghindari. Dan....
Tak! Tak!
Saweng dan Suket terkesiap, karena kedua anak panah yang dilepaskan tidak mampu melukai tubuh makhluk ini. Malah patah seperti menghantam tembok besi.
"Kraaagkh...!"
"Oh, tidaaak. Aaargkh!" Saweng memekik keras ketika makhluk itu melompat. Tanpa dapat menghindar lagi, lehernya telah tercengkeram tangan penuh lumpur makhluk ini.
Krakkk!
"Aaa...!"
Dengan sekali cekik tulang leher Saweng patah diiringi jerit kematian. Tanpa merasa kasihan sama sekali, makhluk ini melempar mayat Saweng begitu saja. Suket terkesiap. Kawannya tewas seketika dalam waktu singkat. Namun belum lagi dia berbuat sesuatu, mendadak makhluk itu telah melesat ke arahnya.
"Kraaagkh...!"
Krek!
Suket hanya dapat melotot, ketika tangan penuh lumpur makhluk itu mendadak mencengkeram lehernya. Lalu....
"Ugkh!" Suket hanya mampu mengeluh tertahan. Tulang lehernya langsung patah dipotes makhluk ini. Dan ketika tubuhnya dilepaskan, dia jatuh terkulai.
"Kragkh...!" Makhluk itu kembali menggeram. Tanpa mempedulikan mayat-mayat itu, dia berjalan meninggalkan tempat ini seperti tidak ada kejadian apa-apa. Melihat arahnya, jelas kalau makhluk ini menuju desa yang terletak di kaki Gunung Perahu. Desa Pandah!

175. Pendekar Rajawali Sakti : Manusia LumpurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang