BAGIAN 8

93 8 0
                                    

Selama lebih dari dua jurus Manusia Lumpur dijadikan bulan-bulanan. Entah kenapa, keempat orang itu menjadi kompak. Padahal sebelumnya, mereka belum tentu bisa akur. Meski tidak saling mengenal dekat satu sama lain, namun dalam pertarungan ini kelihatan mereka saling melindungi. Sehingga keadaan ini benar-benar menyulitkan makhluk itu. Terlebih lagi mereka bukanlah lawan enteng.
Sementara itu, melihat ketangguhan Manusia Lumpur, Pendekar Rajawali Sakti merasa perlu untuk mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti! Tak heran kalau pedang yang memancarkan sinar berkilauan itu, makin menjatuhkan nyali makhluk ini. Setiap sambarannya, membuat siapa yang melihat jadi mengkelap hatinya.
"Groaaagkh...!"
"Tidak ada gunanya menggeram begitu, Keparat! Kau harus mampus untuk menebus mereka yang mati di tanganmu!" dengus Ki Bisma sambil mengibaskan tongkat.
Ujung senjata Malaikat Tangan Seribu sejak tadi lebih banyak mengincar pada bagian pusar makhluk itu. Dan agaknya, hal ini memang kelemahannya. Buktinya dia berusaha melindungi mati-matian. Padahal pada saat yang bersamaan, bagian mata dan lubang telinganya pun harus dilindungi. Si Iblis Maut kini menyerang Manusia Lumpur dengan sambaran kerisnya.
Wutt!
Namun makhluk itu cepat melompat menghindar. Pada saat yang sama Pendekar Rajawali Sakti segera saja mengayunkan kepalan tangan ke kepala sambil menusukkan pedangnya ke arah leher untuk mengecohnya. Tapi siapa duga. Ternyata Manusia Lumpur malah menunduk. Akibatnya....
Crabb!
"Groaaagkh...!" Sebelah mata Manusia Lumpur pecah tertusuk pedang Pendekar Rajawali Sakti. Sehingga dia begitu mendendam. Bahkan bermaksud menghajar Rangga.
Melihat kesempatan itu, secepat kilat si Iblis Maut memanfaatkannya. Kerisnya bergerak menyambar ke mata Manusia Lumpur yang sebelah lagi. Sayang, makhluk itu masih sempat menangkis.
Tak!
Namun belum lagi makhluk itu sempat menghajar, saat itu juga ujung tombak si Malaikat Tangan Seribu menusuk perut.
Jresss!
"Aargkh...!"
"Groaaagkh...!" Manusia Lumpur menggeram hebat. Dari bagian pusarnya meleleh darah kental berwarna coklat kemerah-merahan. Sebelah matanya berkilat tajam dan kedua tangannya terentang dan terkepal. Lalu mendadak kedua kakinya menghentak ke tanah bergantian.
Jdueer!
Kraaak!
Jdueer!
Seketika terasa guncangan hebat. Beberapa bagian permukaan tanah di tempat mereka bertarung mulai terbelah. Rumah-rumah serta pepohonan hancur berantakan. Namun si Dewa Pedang agaknya tidak mau terkesiap melihat pamer kekuatan yang ditunjukkan Manusia Lumpur. Secepat kilat dia melompat menyerang.
"Heaaat...!"
Wut! Wut!
Ujung pedang si Dewa Pedang bergerak cepat menyambar lubang telinga. Tapi begitu sedikit lagi akan mencapai sasaran secepat kilat dibelokkannya. Pada saat yang sama Manusia Lumpur juga sempat melepaskan tendangan. Dan....
Jress!
"Aaargkh...!"
"Aaah...!"
Mereka sama-sama menjerit kesakitan. Makhluk itu terhuyung-huyung ke belakang sambil memegangi sebelah matanya yang buta terkena tusukan pedang Pendekar Rajawali Sakti. Tapi pada saat yang bersamaan, tubuh si Dewa Pedang terpelanting ke belakang, sejauh beberapa langkah sambil memuntahkan darah segar.
"Edaaan...!" rutuk Rangga. Pendekar Rajawali Sakti langsung menghentakkan kedua tangannya.
"'Aji Bayu Bajra!' Heaaa...!"
Werr!
Seketika bertiup angin bagai terjadi topan. Angin itu langsung meluruk dari tangan Pendekar Rajawali Sakti, dan langsung menghantam Manusia Lumpur.
Braak!
"Graaagkh...!" Makhluk itu menjerit kesakitan, kontan terjungkal ke belakang tanpa mengalami luka apa pun. Namun baru saja hendak bangkit, Malaikat Tangan Seribu telah melesat dengan tusukan tombaknya. Dan...
Jross!
"Aaargkh...!" Ujung tombak Ki Bisma bergerak cepat menembus lubang telinga kiri hingga ke telinga sebelah kanan. Makhluk itu berteriak dengan suara menggelegar. Namun begitu, dia masih sempat mencelat sambil mengayunkan tendangan.
Dess!
"Aaakh...!" Kini tubuh Ki Bisma yang terpelanting terkena tendangan, disertai keluhan tertahan.
Meski dalam keadaan buta dan terluka, Manusia Lumpur belum kelihatan bakal ambruk. Dan ini membuat Pendekar Rajawali Sakti makin geram. Apalagi bila mengingat kekejaman makhluk ini. Dan kalau tidak sekarang dibinasakan, entah kapan lagi akan mati. Padahal korban akan terus berjatuhan.
"Heaaa...!"
Pendekar Rajawali Sakti menggumam pelan ketika melihat si Iblis Maut dengan gegabah mencoba menjatuhkan Manusia Lumpur. Orang tua kurus itu tampak menghentakkan kedua tangannya, melepas pukulan jarak jauh.
Wess...!
Begitu dari tangannya meluruk serangkum angin berkesiuran, si Iblis Maut melesat pula dengan ujung kerisnya siap menikam ke arah jantung.
Tak!
Namun seperti yang diduga, senjata itu sama sekali tak mampu melukai kulit Manusia Lumpur. Bahkan dengan gesit makhluk itu balas menyerang dengan mengibaskan tangan. Sementara tombak Ki Bisma yang menancap di antara kedua telinganya dibiarkannya saja. Bahkan dijadikannya senjata untuk menghantam.
Dua kali si Iblis Maut berhasil menghindari serangan Manusia Lumpur. Namun pada serangan ketiga, orang tua itu keteter. Dia hanya bisa menghantam lewat pukulan jarak jauh. Namun makhluk itu tidak meladeni. Tubuhnya cepat mencelat ke atas, lalu meluruk ke arah Iblis Maut.
Des!
"Aaakh...!" Si Iblis Maut menjerit kesakitan ketika kedua kaki Manusia Lumpur menghantam punggungnya hingga terdengar tulang berderak patah. Orang tua itu terjungkal ke depan disertai semburan darah segar. Pada saat makhluk ini hendak menghabisinya, saat itu juga Pendekar Rajawali Sakti bergerak sambil mengibaskan pedangnya.
Nguuung...!
Bet!
Pedang di tangan Pendekar Rajawali Sakti segera bergerak cepat mengelilingi tubuh Manusia Lumpur. Sepertinya Rangga hendak menguji apakah makhluk itu masih mampu mengikuti dengan nalurinya.
"Graaagkh...!"
Dalam hati Rangga mendecah kagum, ketika mengetahui kalau makhluk ini ternyata mengetahui kehadiran bahaya didekatnya. Entah indera apa yang digunakannya. Namun dia seperti tahu dimana dan kemana senjata lawannya bergerak.
"Hiaaa...!" Tiba-tiba Pendekar Rajawali Sakti berkelebat cepat bukan main, mengitari Manusia Lumpur. Agaknya dia tengah mengerahkan jurus 'Seribu Rajawali' sehingga tubuhnya jadi kelihatan banyak. Rangga mengerahkan jurus ini untuk menguji lebih jauh, indera apa yang membuat makhluk itu mendengar atau mungkin melihat serangannya. Padahal kedua matanya buta dan kedua telinganya telah rusak.
"Heaaat...!" Tiba-tiba Pendekar Rajawali Sakti mengganti jurusnya menjadi 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Tubuhnya langsung melenting sambil melepaskan serangan ke lubang hidung, atau ke bagian-bagian yang diduga sebagai titik kelemahan Manusia Lumpur.
"Graaagkh...!" Makhluk itu bergerak ke belakang menghindari serangan Pendekar Rajawali Sakti. Lalu secepat kilat dia mencelat ke atas.
Namun sebelum melancarkan serangan Pendekar Rajawali Sakti telah meluruk dengan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa' yang dipadu dengan permainan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'. Seketika pedangnya berkelebat menyambar dada Manusia Lumpur.
Sreet!
"Graaagkh...!" Makhluk itu memekik kesakitan, begitu pedang Pendekar Rajawali Sakti mengiris dadanya dari atas ke bawah. Rangga pun tidak menduga kalau itu sebenarnya kelemahan Manusia Lumpur. Tampak butiran sebesar pasir berjatuhan dari tubuhnya.
Melihat kesempatan ini Pendekar Rajawali Sakti kembali menyerang dengan semangat. Pedangnya kembali berkelebat, dalam jurus 'Pedang Pemecah Sukma' tingkat terakhir.
Bet!
Ketika pedang Rangga kembali berkelebat, terlihat Manusia Lumpur mulai kebingungan. Rangga cepat tanggap kalau permukaan kulit makhluk ini ternyata berguna sebagai indera penglihat dan juga indera pendengar. Dan senjatanya tidak mengalami kesulitan berarti ketika mengikis permukaan kulit punggung Manusia Lumpur.
Sret!
"Aaargkh...!" Makhluk itu kembali berteriak kesakitan. Tubuhnya menggeliat-geliat, dan terhuyung-huyung ke belakang.
"Kau boleh mampus sekarang juga!" dengus Pendekar Rajawali Sakti. Seketika Pendekar Rajawali Sakti memasukkan pedang kedalam warangka di punggung.
Trek!
Saat itu juga, Rangga menggosok-gosok kedua tangannya, hingga muncul sinar biru sebesar kepala yang menyelubungi telapak tangannya. Sinar itu makin lama terus menambah hingga ke pangkalan lengan. Lalu....
"'Aji Cakra Buana Sukma!' Heaaa...!"
Disertai bentakan menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua tangannya kedepan. Maka saat itu juga dari telapak tangannya meluncur sinar biru kearah Manusia Lumpur yang masih terhuyung-huyung. Dan....
Wuss....
Blarr...!
Manusia Lumpur terlempar ke belakang dengan keadaan tubuh terpecah-pecah. Serpihan dagingnya menyebar ke segala arah. Potongan-potongan tubuhnya berbaur dengan darah berwarna coklat kemerahan, seperti lahar panas yang mengeluarkan asap dan berhawa panas.
"Puhh...! Tamat sudah riwayatnya!" desah Pendekar Rajawali Sakti menghela napas lega.
"Dari mana makhluk seperti ini?!" Rangga sepertinya berkata-kata sendiri, tanpa maksud meminta jawaban. Tapi....
"Konon kabarnya, makhluk ini dari Gunung Perahu...," sahut si Dewa Pedang.
"Apa?! Gunung Perahu?!" sentak Rangga terkejut mendengarnya. Memang selama ini Pendekar Rajawali Sakti tak pernah tahu, dari mana makhluk seperti ini. Dan ini salah satu kesalahannya, karena tak bertanya.
"Ada apa, Pendekar Rajawali Sakti?! Kau tahu tentang Gunung Perahu?" tanya si Dewa Pedang.
Rangga tak menjawab. Dia coba mengingat-ingat tentang cerita-cerita rakyat yang pernah didengarnya selama pengembaraannya. Salah satunya adalah Manusia Lumpur yang berasal dari perut bumi. Konon makhluk itu adalah penjelmaan iblis, yang menitis pada tokoh persilatan berilmu sesat. Tokoh itu akan muncul sewaktu-waktu, bersamaan dengan bergolaknya Gunung Perahu yang mulai menunjukkan kegarangannya lagi. Entah kenapa, mungkin karena sudah ratusan tahun, hanya beberapa orang saja yang tahu tentang cerita rakyat itu.
Setiap kemunculannya, Manusia Lumpur memang selalu membunuhi siapa saja yang ditemui. Seratus tahun yang lalu, makhluk itu juga pernah muncul, namun berhasil dilenyapkan oleh Pendekar Rajawali, guru Pendekar Rajawali Sakti. Kini makhluk itu pun telah pula dilenyapkan Pendekar Rajawali Sakti, setelah menitis kembali. Jadi, apakah seratus tahun kemudian makhluk itu akan muncul lagi? Tak ada yang tahu....
"Pendekar Rajawali Sakti! Kenapa kau malah bengong begitu?" tegur si Dewa Pedang.
"Ah, eh.... Tidak... Sebaiknya, aku permisi dulu.... Selamat tinggal!"
Begitu habis kata-katanya, Pendekar Rajawali Sakti langsung berkelebat meninggalkan si Dewa Pedang, Malaikat Tangan Seribu, dan Iblis Maut. Begitu cepat gerakannya sehingga tak seorang pun yang mampu mencegahnya.

***

TAMAT

175. Pendekar Rajawali Sakti : Manusia LumpurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang