BAGIAN 7

82 9 0
                                    

Ki Wayan Seta masih tidak habis pikir, bagaimana mungkin kawan berdagangnya memberi hormat sedemikian rupa kepada Pendekar Rajawali Sakti.
"Ki Lanang Dharma, apakah kau mengenal pemuda tadi?" tanya Ki Wayan Seta, saat Pendekar Rajawali Sakti sudah tak terlihat lagi.
"Kenapa tidak? Semua orang di negeri kami tentu saja mengenalnya," sahut kepala rombongan yang dipanggil Ki Lanang Dharma.
"Siapa dia? Apakah putera pedagang besar di negerimu? Atau barangkali putera petinggi kerajaan?!"
"Jadi Ki Wayan benar-benar tidak tahu?!"
Ki Wayan Seta menggeleng lemah.
"Dialah Raja negeri kami. Kerajaan Karang Setra!"
"Astaga! Jadi..., jadi diakah raja kalian?!" seru Ki Wayan Seta. Sulit bagi laki-laki tua ini untuk percaya bahwa seorang raja amat bersahaja. Bahkan penampilannya sama sekali jauh dari kesan mewah. Dia lebih mirip seorang pengembara yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap.
"Agaknya Ki Wayan Seta punya urusan penting dengan beliau?" pancing Ki Lanang Dharma.
"Ya, sedikit. Dia telah berulang kali membantu keluargaku," sahut Ki Wayan Seta, lirih.
"Prabu Rangga memang terkenal suka ringan tangan membantu sesamanya," jelas Ki Lanang Dharma, seorang pedagang dari Karang Setra yang berusia sekitar lima puluh lima tahun.
"Jadi beliau sering meninggalkan istana kerajaan?" tanya Ki Wayan Seta lagi.
"Ya, begitulah."
"Apakah tidak ada yang mencoba berkhianat kepadanya selama dia bepergian?"
Ki Lanang Dharma tersenyum.
"Kami semua menghormatinya. Dan semua anggota kerajaan setia padanya. Lagipula beliau cukup cerdik. Beliau tidak akan meninggalkan istana, kalau tidak mempersiapkan segala sesuatunya."
Ki Wayan Seta mengangguk.
"Tapi saat ini dia akan menyongsong bahaya besar bagi dirinya," keluh Ki Wayan Seta.
"Bahaya apakah yang Ki Wayan maksudkan?" tanya Ki Lanang Dharma dengan kening berkerut.
"Makhluk yang amat kuat dan biadab hendak dihadapinya."
"Makhluk yang saat ini tengah diramaikan orang?"
"Ki Lanang agaknya mendengar juga berita itu?"
"Ya. Sepanjang perjalanan kami dengar hal itu. Banyak yang mati karenanya. Bahkan kudengar saat ini korban yang jatuh di tangannya lebih dari lima ratus orang."
"Astaga! Sungguh biadab orang itu."
"Dia bukan manusia, Ki. Tapi sejenis iblis. Makhluk itu membunuh tanpa memilih-milih korban. Siapa saja yang ditemuinya, maka akan dibunuh. Dan sejauh ini, tidak hanya rakyat biasa yang menjadi korban. Tapi juga tokoh-tokoh silat. Sampai saat ini belum seorang pun yang berhasil membinasakannya."
"Kalau saja rajamu tidak menolong, mungkin aku dan putriku telah menjadi korbannya."
"Oh, begitukah? Bagaimana ceritanya?"
Ki Wayan Seta menuturkan apa yang dialami dari mulai awal sampai akhir.
"Hm.... Memang sungguh keji makhluk itu!" desis Ki Lanang Dharma geram.
"Ya. Itulah yang kukhawatirkan. Sebab selama ini tak seorang pun yang mampu menghadapinya. Dan makhluk itulah yang akan dihadapi rajamu."
"Itu bukan hal aneh, Ki. Raja kami telah banyak menghadapi lawan-lawan tangguh. Dan umumnya mereka binasa di tangannya."
"Tapi...."
"Ki Wayan!" potong Ki Lanang Dharma.
"Beliau adalah tokoh hebat. Dan semua orang mengenalnya. Beliaulah yang bergelar Pendekar Rajawali Sakti."
"He, apa yang kau katakan?! Beliau Pendekar Rajawali Sakti?!" seru Ki Wayan Seta seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Betul. Beliau memang Pendekar Rajawali Sakti," tegas Ki Lanang Dharma.
"Astaga! Mataku ternyata semakin tua semakin lamur saja. Sampai-sampai tidak mengenali pendekar besar itu. Padahal dua malam dia menginap di sini!" seru Ki Wayan Seta.
"Apakah beliau tidak mengenalkan diri?" tanya Ki Lanang Dharma.
"Tidak. Beliau lebih banyak berdiam diri."
"Hm.... Menurut apa yang kudengar pun begitu. Beliau memang tidak banyak bicara."
"Selama beliau bepergian, apakah... anak istrinya tidak menghalangi niatnya? Atau apakah mereka tidak mencemaskannya?"
Ki Lanang Dharma tersenyum.
"Beliau belum menikah. Apalagi mempunyai anak...!"
"Hm, jadi masih seorang diri?"
"Tidak. Menurut kabar yang kudengar, beliau telah memiliki seorang kekasih yang akan menjadi calon istrinya."
"Oh, begitu," desah Ki Wayan Seta, mengangguk.
Untuk sesaat suasana hening ketika tak ada yang berbicara lagi.

***

Manusia Lumpur kini semakin merajalela saja. Dia telah menjadi momok yang menakutkan! Semua orang merasa cemas dan was-was, seperti bertanya-tanya kapan makhluk itu datang dan menghancurkan mereka? Sehingga tidak heran bila semua penduduk di tempat-tempat yang berdekatan dengan keberadaan Manusia Lumpur, telah mengungsi ke tempat lain yang lebih jauh.
Dan bila semua penduduk ketakutan, maka tidak demikian halnya tokoh-tokoh persilatan. Sebagian dari mereka begitu berhasrat untuk menghadapinya. Berbagai macam cara telah dilakukan untuk membunuh makhluk itu. Itu disebabkan tidak lain karena sanak serta saudara mereka ada yang terbunuh. Tidak peduli itu tokoh golongan hitam atau pun putih. Mereka seperti bersatu menghadapi Manusia Lumpur.
Seperti juga di Desa Gelugur sekarang ini. Penduduknya sudah sejak jauh-jauh hari mengungsi. Hanya mereka yang berani dan tak punya tempat untuk mengungsi, tetap bertahan di desanya.
Sudah sejak tadi makhluk itu mengamuk sejadi-jadinya, menghancurkan beberapa rumah. Pada saat itulah muncul beberapa tokoh persilatan yang langsung menyerang.
"Groaaagkh...!"
Tidak jauh dari pertarungan, terlihat beberapa sosok mayat bergelimpangan. Mereka adalah korban kesekian dari Manusia Lumpur. Namun begitu tetap ada yang berusaha melawan sekuat tenaga.
"Graagkhh...!"
Wut! Wut!
Dua orang yang bergerak mendekat sama sekali tidak membuat Manusia Lumpur gentar. Malah dengan gesit ditangkapnya pergelangan kaki mereka dan dibantingnya dengan keras.
Buk! Prakk!
"Aaa...!" Salah seorang kepalanya tampak remuk terkena batu saat dibanting. Sedang yang seorang lagi, tak bangun lagi. Mungkin pingsan.
"Keparat!" dengus yang lain.
Jumlah mereka kini tinggal tujuh orang lagi. Namun begitu semangat mereka tampak belum kendor juga.
"Ayo kita serang lagi! Awas, jangan berada dekat-dekat dengannya. Dia mampu bergerak secepat kilat! Pergunakan senjata kalian untuk menyerang bagian-bagian tertentu di tubuhnya!" teriak seseorang memberi perintah.
"Baik, Ki!"
"Heaaa...!"
Secara serentak mereka kembali menyerang dengan senjata terhunus. Tidak seperti tadi, kali ini mereka menyerang dengan teratur. Begitu melepas serangan, langsung cepat-cepat mundur kebelakang. Pertarungan mendebarkan benar-benar terjadi.
Wut! Wut!
Trak! Bet!
Untuk sesaat, Manusia Lumpur hanya bisa menggeram marah. Tapi selanjutnya, para pengeroyok yang dibuat terkejut. Bukan saja senjata-senjata mereka tidak mampu melukai, tapi juga patah dua begitu menghantam tubuh makhluk ini. Dan yang lebih membuat yang lain semakin geram, ketika kedua tangan Manusia Lumpur menangkap senjata mereka, lalu membetotnya dengan keras. Pada saat itu juga makhluk ini melepas tendangan keras.
Prak! Des!
"Aaa...!"
Dua orang kembali tewas dengan kepala dan dada remuk dihajar tendangan Manusia Lumpur. Dan saat berikutnya, makhluk itu melompat gesit ke depan sambil mengayunkan tendangan.
Praakk...!
"Aaa...!" Seorang lagi tewas karena kelengahannya. Dia tidak sigap menghindari serangan yang berupa kibasan tangan. Jumlah para pengeroyok kini tinggal berempat. Dan dua orang kelihatan mulai ragu-ragu untuk meneruskan perlawanan. Namun mereka tidak sempat berpikir, karena serangan Manusia Lumpur telah kembali tiba.
Bet! Bet!
Keempat orang itu serentak melompat ke belakang lalu bergulingan.
Jderr!
Hantaman makhluk itu menghancurkan sebuah rumah yang berada di dekat mereka. Tapi saat itu juga, tubuhnya kembali melenting mengejar dua orang lawan yang berada dekat dengannya.
Wuttt!
Dua orang itu terkesiap, ketika tiba-tiba Manusia Lumpur merenggut kedua kaki mereka lalu menariknya dengan keras. Belum lagi mereka sempat mengadakan perlawanan, mendadak satu hantaman keras menghajar punggung.
Praakk...!
"Aaa...!" Keduanya memekik keras. Begitu ambruk di tanah, mereka menggelepar tak berdaya.
"Groaaagkh...!" Seperti yakin kalau kedua lawannya bakal mati, Manusia Lumpur kembali mencelat mengejar dua lawan lainnya yang bersiap akan kabur.
"Celaka! Dia mengejar kita!" desis salah seorang.
Namun sebelum Manusia Lumpur tiba di dekat dua buruannya mendadak berkelebat empat sosok bayangan dari arah depan.
"Yeaaa...!" Disertai teriakan mengguntur, keempat bayangan ini langsung melepaskan serangan berturut-turut ketubuh Manusia Lumpur.
Jdueer!
Wuus!
Satu hantaman keras mendera dada Manusia Lumpur. Namun sama sekali tidak menggoyahkannya. Namun ketika disusuli oleh pukulan yang berturut-turut dalam waktu yang amat singkat....
Begkh! Derrr...! Dess...!
"Groaaagkh...!" Disertai geraman buas, tubuh Manusia Lumpur terjungkal beberapa langkah ke belakang. Namun begitu, dia cepat kembali bangkit. Matanya langsung memandang tajam pada empat orang sosok bayangan yang telah berdiri tegak di depannya pada jarak lima langkah.
Seorang dari empat sosok itu adalah pemuda berwajah tampan terbungkus baju rompi putih. Pemuda ini memang Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti. Tak heran kalau tatapan Manusia Lumpur terpateri amat tajam ke arah Rangga, karena memang pemuda ini sudah amat dikenalnya setelah beberapa kali bertarung. Sedang tiga sosok lainnya adalah laki-laki berusia lanjut. Masing-masing telah menggenggam senjata berupa pedang, keris, dan tombak.
"Pendekar Rajawali Sakti! Tak disangka akhirnya kau muncul juga di sini!" seru laki-laki tua yang bersenjata pedang.
"Dewa Pedang! Hm..., agaknya kau peduli juga terhadap peristiwa ini...," sambut Pendekar Rajawali Sakti.
"Tak ada waktu bagi kita untuk bercakap-cakap!" ujar laki-laki tua yang bersenjata keris dengan nada suara ketus.
"Benar apa yang dikatakan si Iblis Maut!" timpal laki-laki tua yang bersenjata tombak. Namanya Ki Bisma. Dan orang mengenalnya sebagai Malaikat Tangan Seribu, salah seorang pentolan golongan lurus dalam rimba persilatan.
"Coba lihat! Binatang ini sudah tidak sabar ingin merencah kita!" ujar laki-laki tua yang dipanggil si Iblis Maut. Dalam rimba persilatan, dia tergolong datuk sesat berkepandaian amat tinggi.
Memang makhluk itu tengah menggeram buas. Sepasang matanya liar menatap keempat lawannya. Dari pukulan yang tadi didapat, dia merasakan kalau lawan-lawannya memiliki kemampuan hebat.
"Graagkh...!" Dengan menggeram penuh amarah, Manusia Lumpur melompat mencecar si Iblis Maut.
"Ke sinilah, Iblis Keparat! Biar kutembus jantungmu dengan kerisku ini!" desis si Iblis Maut geram, seraya mencabut kerisnya.
Srang!
Begitu kerisnya tercabut, Iblis Maut langsung memutar-mutarkannya, sehingga menimbulkan desir angin berkesiutan. Memang senjata di tangan laki-laki tua ini bukanlah keris sembarangan. Apalagi dikerahkan dengan tenaga dalam tinggi. Maka saat makhluk itu mendekat, Iblis Maut langsung menikamkannya ke jantung.
"Hih!"
Tapi seperti hendak menguji kekebalan tubuhnya, makhluk itu sama sekali tidak berusaha menghindar. Bahkan digunakannya kesempatan itu menghantam batok kepala Iblis Maut.
Tak!
"Heh?!" Dan keris itu memang sama sekali tidak mampu melukai kulit tubuh Manusia Lumpur, sehingga membuat Iblis Maut tersentak kaget. Namun pada saat yang sama Iblis Maut harus menangkis pukulan Manusia Lumpur.
Plak!
"Uhh...!" Wajah laki-laki tua itu berkerut menahan rasa sakit saat terjadi benturan. Tapi pada saat yang sama satu sosok berkelebat menghantam makhluk itu dari belakang.
Dess!
"Graagkh...!" Tubuh Manusia Lumpur terhuyung-huyung ke belakang. Namun begitu, tidak sampai membuatnya terjatuh. Secepat kilat tubuhnya berbalik, menatap tajam kepada Malaikat Tangan Seribu yang telah menghantamnya. Sambil menggeram penuh amarah, makhluk itu melompat hendak menerkam si Malaikat Tangan Seribu.
"Groaaagkh...!" Belum lagi serangan itu tiba, pedang si Dewa Pedang telah berkelebat ke arah Manusia Lumpur.
Wut! Bet!
"Groaaagkh...!" Makhluk itu menggeram buas. Dan dia bermaksud menangkap pedang yang berseliweran hendak mengancam keselamatannya. Tapi sebelum maksudnya kesampaian, hantaman Pendekar Rajawali Sakti telah menghalanginya.
Bet!
"Kisanak! Coba serang mata, lubang telinga, dan pusarnya!" teriak Pendekar Rajawali Sakti, sambil terus mengganggu gerakan Manusia Lumpur.
"Jangan mengajari kami, Bocah!" dengus si Iblis Maut.
"Hehehe...! Si Iblis Maut agaknya tidak mau digurui, meski sebenarnya tidak tahu!" ejek si Dewa Pedang.
"Terkutuk kau, Dewa Pedang! Jangan membuatku marah!" semprot si Iblis Maut.
Si Dewa Pedang hanya terkekeh mendengar makian si Iblis Maut.

***

175. Pendekar Rajawali Sakti : Manusia LumpurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang