Yang Aku Tahu, Aku Mencintaimu

849 139 20
                                    

“Akhirnya ada yang menyebut nama itu lagi.” Sentuhan sendu terdengar dari suara jernih A-Xu. Mungkin ada pula sepi yang memulas permukaan matanya. Entahlah, Gong Jun tak tahu. Ia sudah kembali memandangi riak-riak air sungai yang menghempas bebatuan. “Aku sudah lupa rasanya mendengar nama itu disebut oleh orang lain.”

Gong Jun tak dapat menahan tanya yang mengetuk batinnya, tanya yang sedari tadi ingin mendobrak keluar dari pikiran-pikiran ganjil yang mengganggu.

“Kenapa begitu?” Tanyanya singkat. 

“Karena sudah lama sekali aku tak berbicara dengan orang lain.” A-Xu tak memberi penjelasan lebih. Tidak pula mengikis rasa penasaran Gong Jun yang menderu-deru. Lontaran kata ‘kenapa’ hampir terlepas kembali dari bibir Gong Jun. Namun sesuatu menahannya.

Matahari akan segera bergerak ke arah barat. Waktunya yang tersisa tak lagi banyak. Lebih baik ia menanyakan sesuatu yang lain.

“Di mana kau tinggal, A-Xu?” 

Ia tak pernah melihat A-Xu sebelumnya. Meski kunjungan ke desa neneknya sejak ia beranjak dewasa bisa dihitung dengan jari, Gong Jun yakin, ia tak akan melewatkan sosok seindah A-Xu jika ia pernah melihatnya. Dan Gong Jun berani bertaruh, saat itu adalah kali pertama ia melihat A-Xu. Sebelum itu, tak pernah ia menjumpai pria menawan berpenampilan unik namun anggun itu. Mungkinkah ia tinggal di desa seberang?

“Aku tinggal di sini.” Jawaban A-Xu hanya menambah beban tanya di benak Gong Jun. 

Gong Jun memutar kepala ke kiri, ke kanan, ke belakang. Ia celingukan mencari sesuatu yang menyerupai tempat tinggal di sekitar tempatnya duduk. Namun ia tak menjumpai apapun selain bambu-bambu yang menjulang tinggi, semak belukar, dan bermacam tanaman lainnya. 

Mungkin A-Xu dapat merasakan kebingungan Gong Jun. Karena sejenak kemudian, ia menambahkan, “Tempat tinggalku di sini, Gong Jun.”

Alih-alih terjelaskan, Gong Jun makin  bertambah bingung. “Ah, tapi aku tidak melihat ada rumah di sekitar sini. Apakah rumahmu ada di ujung hutan ini? Di desa sebelah?”

A-Xu hanya menatapnya, dengan seulas senyum yang lagi-lagi menyesap sendu. “Hutan ini, adalah tempat tinggalku, Gong Jun.”

Gong Jun terdiam, tak ada kata yang keluar dari mulutnya yang separuh terbuka. Di kepalanya, berdengung bermacam tanya yang tak mampu menemukan jawab.

“Kau... tinggal di hutan ini?” Gong Jun menatap mata yang berbalut lapisan sepi tak terjangkau itu, mencoba mencari setitik penjelasan di balik kabut tipis yang menghalangi bola mata indah berwarna karamel gelap milik A-Xu. 

Saat A-Xu mengangguk, Gong Jun harus menarik napas dalam. Ada perih menyusup ke dalam relungnya.

Bagaimana bisa?

“A-Xu, kau tak punya rumah?” Suara Gong Jun bergetar. Jemarinya tergoda untuk menyentuh punggung tangan seputih awan yang bertumpu di atas permukaan batu kelabu. 

A-Xu memberi Gong Jun tatapan sejurus, seolah ia ingin memberi pengertian kepada seorang anak berusia tiga tahun. Ucapannya begitu sabar saat ia berkata, “Hutan ini adalah rumahku, Gong Jun.”

Jika Gong Jun memiliki ekspresi terkejut bercampur bingung saat itu, tak akan ada yang bisa menyalahkannya. Karena, bagaimana mungkin, seseorang secantik dan seindah ini ternyata adalah seorang gelandang yang tak punya rumah? Dan tinggal di dalam hutan?

A-Xu memandangi raut kebingungan di wajah Gong Jun dengan seksama, matanya memunculkan binar yang tak pernah dijumpai Gong Jun sebelumnya. Seperti ada sesuatu di wajah Gong Jun yang menarik perhatiannya.

Biarkan Ku Mengejar Cahayamu 【END】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang