Mengejar Cahayamu

816 134 19
                                    

Suara itu mengalun jernih, merdu membelai kalbu. Nada-nada mengalir indah bak sihir yang merayu-rayu, memukau hati untuk terlena oleh mantranya. Di tepi sungai berbatu-batu itu, jubah kelabu menari-nari tertiup angin. Rambut panjang tergerai melambai-lambai seperti kelambu hitam di tepian jendela yang terbuka menatap birunya langit siang hari.

Mata itu terpejam. Kedua tangan itu saling menggenggam, tertangkup di depan dada. Untaian melodi mengalun lihai dari bibir tipis berwarna salmon.

Nyanyian semerdu petikan senar harpa dewi-dewi Yunani melantun membuai siapapun yang berada dalam jangkauan. Burung-burung yang biasa membuat bising dengan cuitannya kini hanya mampu terdiam memendam iri.

Gong Jun tak bisa berehenti menatap. Ia telah tersihir oleh keindahan tak manusiawi di depan matanya.

Ia baru berani berkedip ketika lagu yang mendayu-dayu itu sampai di ujung bait, berhenti dengan akhiran lirih. Kelopak mata itu perlahan terbuka, membuat bulu-bulu mata lentiknya menyapu dengan anggun. Sepasang karamel gelap menatap balik ke arahnya.

A-Xu memandangnya dengan tatapan lugu penuh antisipasi. Mata yang mengerjap itu seolah ingin menanyakan pendapat Gong Jun, ingin mengetahui apa yang Gong Jun pikirkan tentang nyanyiannya. Apakah bagus? Begitu agaknya pandangan itu ingin bertanya.

Saat Gong Jun tak kunjung menjawab, resah mulai datang merayapi wajah ayu itu. A-Xu menggigit bibir bawahnya. Matanya mengerjap kembali.

Gong Jun harus memegangi tepian batu besar yang didudukinya sedikit lebih erat, atau ia akan berakhir melakukan sesuatu yang tak pantas.

"Indah sekali, A-Xu." Gong Jun memuji, tulus. Kekaguman begitu kental mewarnai suaranya. "Nyanyianmu sangat indah."

Senyum yang membawa rona terukir indah di wajah A-Xu. Kerlipan kecil muncul di matanya.

Gong Jun memegangi tepian batu lebih erat lagi.

Sudah berapa hari berlalu sejak saat itu? Berminggu-minggu? Satu bulan? Gong Jun tak dapat mengimbangi laju waktu dan menghitung jumlah hari yang berlalu. Ia membiarkan waktu berputar, tak peduli sudah berapa kali dua puluh empat jam terulang-ulang membentuk minggu, bulan. Karena yang selalu Gong Jun nantikan, ialah suatu hari di penghujung pekan; hari liburnya. Di hari itu ia bisa melarikan diri dari kurungan pekerjaan yang menuntut waktunya. Di hari itu, ia bisa mengepak tas dan berkunjung ke sebuah desa terpencil yang namanya tak dikenal orang. Di hari itu, ia bisa bertemu A-Xu.

Perjalanan melelahkan itu tak berarti apa-apa saat Gong Jun disambut oleh senyum hangat penuh kebahagiaan di wajah A-Xu yang merona. Setiap kali Gong Jun datang, A-Xu akan berdiri di tepi sungai, tersenyum menanti kedatangannya di atas batu besar. Dengan mata yang berbinar-binar indah, ia akan berkata, "kau datang. Gong Jun."

Tak hanya A-Xu yang memancarkan kilau kebahagiaan setiap kali Gong Jun datang. Neneknya pun senang tak kepalang melihat cucunya kini rajin menyambanginya. Meski jauh di lubuk hati terbersit setitik rasa bersalah, karena alasan utama yang menuntunnya kembali lagi dan lagi ke desa itu adalah sesuatu yang lain. Tapi neneknya tak perlu tahu itu. Sedikit banyak Gong Jun ikut senang melihat wajah keriput itu berbinar bahagia.

Neneknya tak pernah bertanya, kenapa ia lebih sering menghabiskan waktu di hutan bambu. Bibi Luo pun hanya tersenyum simpul, ketika melihatnya melesat pergi setelah menyantap sarapan pagi. Ia akan kembali saat jingga singgah di langit sore. Tak ada yang bertanya, dan Gong Jun pun tak menemukan alasan untuk menjelaskan.

Ia hanya ingin bersama A-Xu. Meski yang mereka lakukan hanya mengobrol, saling menatap, dan kadang kala menikmati hening yang terasa mendamaikan. Saat-saat itu amatlah berharga bagi Gong Jun. Tak pernah ia merasa sebahagia ini sebelumnya.

Biarkan Ku Mengejar Cahayamu 【END】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang