Tay menarik kopernya. Ia melangkahkan kakinya mantap masuk bandara. Bandara Internasional Chiang Mai tampak ramai seperti biasanya. Orang lalu lalang menunggu kedatangan pesawat---entah untuk menyambut pun meninggalkan.
"Tay."
Pria yang memanggilnya tadi menghampiri Tay. Pakaian yang dikenakannya kasual saja, tetapi terasa begitu pas dikenakannya hingga membuatnya terlihat lebih cerah dari biasanya. Walau banyak orang lalu lalang, di mata Tay hanya satu yang terlihat di pandangannya. Pria itu.
"New," sapa Tay sambil tersenyum.
"Aku ... menepati janjiku," katanya.
Tay tersenyum, lalu mengangguk. "Terima kasih."
Ada jeda mengisi di antara mereka berdua, sebelum akhirnya Tay kembali berbicara, "Tunggu aku. Ah, tidak, kau harus segera menghubungiku nanti. Oke?"
"Ei ... haruskah aku duluan?"
"Tentu! Sehari saja aku tak mendengar suaramu, bisa-bisa aku kejang-kejang nanti," candanya. New terkekeh.
"Kau berlebihan, hahaha ..." Melihat New, Tay pun ikut terkekeh. New tampaknya sudah membaik sekarang. Syukurlah.
"New," panggil Tay lagi. New mengangkat kedua alisnya. "Apa kau benar-benar yakin untuk tinggal bersama ayahmu?"
New terdiam. Ia tampak sedikit tak yakin, tetapi akhirnya ia mengangguk. New sudah menceritakan semuanya pada Tay, termasuk bagaimana keadaan keluarganya yang sebenarnya. Hal itu membuat Tay menjadi khawatir. Ia tak yakin jika ayah New benar-benar sudah menyadari kesalahannya. Ia takut jika New kembali disakiti oleh ayahnya. Ia benar-benar takut ...
"Kau tak usah khawatir," kata New seolah menyadari kekhawatirannya, "aku bisa menjaga diriku. Aku sudah besar."
"Kau masih tampak seperti adik kecilku ..."
"Huh? Bisa-bisanya. Badanku bahkan lebih besar darimu, tahu?"
"Wajahmu 'kan, tidak."
New manyun, berpura-pura akan melayangkan bogemnya ke arah Tay. Namun, keduanya tertawa.
"New..."
"Ya?"
"Jaga dirimu."
"Bukannya harusnya aku yang bilang begitu?"
"Kalau begitu, bilanglah."
New menarik napas sejenak, lalu membuangnya. "Jaga dirimu, Tawan Vihokratana."
"Kenapa formal sekali?" protes Tay. Walau sebenarnya, ia suka dipanggil bagaimanapun, selama itu keluar dari bibir New.
New tak menjawab. Ia menarik napasnya sejenak, kemudian membuangnya. Ia lalu berkata lagi, "Titip salju, ya?"
"Kau ini, bagaimana bisa aku-"
Tiba-tiba, New memeluk Tay erat. "Maaf karena aku terlalu gegabah, sampai-sampai tak menyadari usahamu..."
Tay buru-buru menggeleng. Ia lalu membalas pelukan New. "Hei, sudah. Jangan minta maaf. Aku sudah bilang kan, kalau ..."
"Aku juga berjanji untuk menjagamu selalu karena aku pun tak ingin kehilangan dirimu. Sekalipun jauh jaraknya, aku akan berusaha. Sama sepertimu."
Ucapan New barusan sontak membuat Tay tersenyum. "Terima kasih, New..."
Suara pengumuman keberangkatan pesawat menuju Chicago terdengar. Tay melepaskan pelukannya. "Liburan, aku pasti pulang."
"Jangan lupa saljunya."
"Bukan aku-nya?"
"Kalau ada saljunya, pasti ada kamu-nya kan?"
"Hmm ... bisa jadi ..." Tay manggut-manggut.
"Hati-hati, Tay. Belajar yang benar."
"Sudah tentu," jawabnya, "aku kan tak mau mempermalukanmu."
"Kenapa aku harus malu?"
Tay diam saja, lalu menepuk-nepuk kepala pemuda itu sambil tersenyum. "Aku benar-benar menyayangimu," katanya. Ia lalu pamit untuk pergi. Sebelum Tay meninggalkan terminal, buru-buru New berteriak memanggil namanya.
"Tay!"
Langkah Tay terhenti. Ia menoleh ke arah New.
"Jangan mempermalukanku, ya!"
Tay terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Pasti!"
"Tay!" New memanggil lagi, "Aku ... juga ..."
Tanpa perlu dilanjutkan, New harap Tay memahami apa yang dimaksudnya--dan ya, Tay memahaminya. Sangat paham. Maka dari itu, ia mengangguk mantap seraya berkata, "aku akan menghubungimu setelah tiba nanti!"
Tay memberikan senyum terbaiknya. Begitu pun dengan New.
Walau Tawan memang matahari, Thitipoom bukanlah Ikarus-nya. Ia mempercayainya.
---SELESAI---
w/n:
Halo. Setelah sekian lama, akhirnya saya kembali. Ada banyak kejadian yang terjadi sehingga memaksa saya terhenti menulis beberapa waktu kemarin. Mohon dimaafkan. *deeply bows*
Apa kabar kalian semua? Kabar saya, sih, baik. Akhirnya bisa bangkit lagi setelah terpuruk. Kabar baiknya juga, saya akhirnya sudah lulus tahun lalu. Seriously, skripsian saat pandemi enggak enak, deh, hahaha. Jaga kesehatan selalu, ya. Kalau ada jadwal vaksin, jangan lupa ikut. Yuk, sama-sama kita saling menjaga kesehatan. Pakai masker jangan lupa.
Jujur, perlu waktu cukup lama untuk merasakan kembali atmosfer cerita ini. Saya berusaha untuk masuk kembali ke dalam cerita, berusaha kembali mengingat bagaimana akhir dari cerita ini. Mohon maaf jika kalian merasa cerita ini masih tereksekusi dengan kurang baik. Namun, ya, semoga kalian tetap merasa puas membaca cerita TayNew yang terjeda lama ini. Komentar, saran, maupun kritik tentu akan selalu saya nantikan. Jangan ragu atau sungkan untuk memberikannya ya, teman-teman!
Dan tentu, saya akan menulis lagi.
Terima kasih atas dukungan kalian semua, baik untuk yang membaca, menambah ke perpustakaan/reading list, memberikan vote, maupun memberikan komentar. Semua dukungan kalian lah yang membuat saya bisa menyelesaikan tulisan ini. Terima kasih banyak!
Sampai jumpa lagi! Tentu, tidak selama kemarin, kok. Hehe
Salam,
Zac.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfection x TayNew (END)
Fanfiction(Boy x boy, homosexuality content. Please be a wise reader.) New tahu, apa yang ia rasakan adalah kesalahan. Ia... jatuh cinta pada sahabatnya sendiri. Laki-laki---dan ia juga laki-laki. Oleh karenanya, New mulai menghindari Tay. Ia takut, perasaann...