The Aussie Boy

201 14 0
                                    



"Kenapa aku harus ikut, sih? Aku sudah besar ma, aku nggak mau ikut-ikut summer camp lagi!"

"Astaga, Jongseong-ah. sudah berapa kali mama bilang, mama dan papamu akan ada perjalanan bisnis selama musim panas ini, kau tidak mau ditinggal sendirian dirumah, kan? Dan jangan bilang kau sudah besar. You're just 14 and you're still mama's baby boy." ucap Nyonya Park sambil mengelus surai hitam putra semata wayangnya.

Yang dielus daritadi cuma cemberut dan masih tidak merespon kata-kata ibunya. Ia masih kesal karena lagi-lagi ia disuruh ikut summer camp. Memang seru sih sebenarnya, tetapi ia punya masa lalu yang buruk pada summer camp terakhirnya ; disengat lebah. Padahal dia duluan yang memang jahil melempar-lempar sarang lebah dengan batu, giliran disengat nangis.

"Aah pokoknya aku nggak mau ikut!"

"Hey, Son. Nanti papa belikan Nintendo keluaran terbaru, gimana?" kali ini giliran Tuan Park yang membujuk putranya.

"Nggak mau! Papa aja udah 3 kali beliin aku Nintendo yang sama padahal bilangnya itu keluaran terbaru!"

Ya maklum, Jay. Papamu emang gampang tergoda kalo liat iklan tiba-tiba muncul di notifikasi dari aplikasi marketplace favoritnya—apalagi kalo iklan mainan, langsung keinget anaknya dan langsung purchase saat itu juga nggak peduli anaknya udah punya apa belum. 'Yang penting bikin anak seneng.' -Papanya Jay.

Balik lagi ke situasi negosiasi tuan dan nyonya park dengan anak satu-satunya itu.

"Kamu ingat Heeseung? Ethan Lee? kemarin mamanya bilang dia bakal ikut lagi loh." ucap sang mama.

"Heeseungie-hyung?"

Sang mama mengangguk.

Mata anak itu langsung berbinar mendengar nama itu. Lee Heeseung, bocah laki-laki yang kebetulan saat summer camp kemarin sekelompok dengan Jay, dan berakhir jadi kakak sekaligus teman baik Jay selama 8 minggu summer camp tahun lalu.

Mereka benar-benar menjadi teman dekat—mungkin karena persamaan etnis juga—sampai-sampai Jay hampir menangis saat masa camp sudah berakhir. Dan sialnya, Heeseung tinggal di negara bagian Georgia sedangkan dia di Washington. So far away, literally across the US.

Namun binar di mata si bocah laki-laki itu memudar, "Tapi itu sudah setahun lalu, ma. aku tidak yakin aku dan dia akan dekat seperti dulu lagi."

"Bukankah kau masih suka chat dengannya?"

"Sudah tidak pernah lagi." Jay tertunduk lesu.

"Nah justru ini kesempatanmu untuk memperbaiki persahabatan kalian, Jongseong." ujar papanya sambil menepuk pelan bahu anak itu.

Jay menghela napas pelan, "Ugh, fine. aku ikut."

.

Malang sekali nasib Jay yang ternyata dibohongi kedua orang tua nya—nyatanya Heeseung tidak ikut camp ini lagi—iya, barusan Jay mengecek daftar nama peserta dan tidak ada nama Ethan Lee disana. dan sekarang disinilah ia, duduk merenung di dek kabin yang akan menjadi kamarnya selama 8 minggu kedepan. Sejujurnya ia termasuk anak yang gampang bersosialisasi. Tapi karena moodnya sedang buruk, ia jadi enggan untuk sekedar menyapa teman sekamarnya.

Tidak terasa, sudah hampir 4 jam Jay duduk melamun tanpa melakukan apa-apa. bahkan barang-barangnya pun masi tersusun rapi di kopernya. Ini sudah mendekati jam makan malam dan entah dapat ide darimana, ia ingin berenang di danau yang cukup jauh dari keramaian. Ia ingin menyendiri dulu karena moodnya belum bisa dikatakan bagus.

Hari sudah agak gelap dan Jay tidak membawa penerangan apa-apa. Jujur ia agak takut kalau-kalau ada ular atau binatang lainnya karena kebetulan masih banyak ilalang yang cukup tinggi di pinggiran danau di samping dermaga. Ia berjalan ke arah dermaga dengan hati-hati dan berusaha untuk tidak menimbulkan suara apapun agar tidak ketahuan kakak pembina.

Ia sudah melepas bajunya dan sedang bersiap melompat ke danau.

Kresek!

'Sialan, bunyi apa itu?!' Jay menoleh ke arah suara—ilalang itu. Ia memicingkan matanya ke arah ilalang itu dan benar saja, sesuatu sedang bergerak-gerak disana. Sepersekian detik kemudian muncul sesosok manusia dari ilalang itu, tampak terkejut dan membulatkan matanya saat pandangannya bertemu dengan Jay. Orang itu lalu oleng dan,

Byurr!!

Rentetan kejadian itu sangat cepat sehingga Jay perlu cukup waktu untuk mencernanya. Ia mungkin masih akan memproses kejadian itu selama beberapa menit kedepan jika saja orang itu tidak berteriak-teriak meminta tolong.

"Ah-! Help.... a-anyone he-help! Help!"

Jay lalu menceburkan diri ke danau mendekati orang itu. Ia membawanya—lebih seperti menyeret sih—ke dekat dermaga dan membantu orang itu naik. Jay naik tidak lama setelahnya, membantu orang tadi menstabilkan napasnya.

"Uhuk! Uhuk!" Orang itu berbaring sambil memukul-mukul dadanya.

"H-hey, you okay?"

"Do i look like i am okay??!"

"Oh.. wow calm down, geez. I saved you from death and you didn't even say thank you??"

Orang itu memutar matanya, "You're the one that made me fall into the lake if you forgot."

"Me?? It was literally yourself??"

"You made me surprised, geez!"

.

Setelah pertengkaran kecil itu, mereka memutuskan untuk kembali ke kabin karena mereka kedinginan dan perlu ganti baju.

"So... you're Australian ain't you?" Jay mulai membuka pembicaraan karena orang disampingnya ini benar-benar hanya berjalan dalam diam.

"Well biologically, i am not. But yeah, somehow i am Australian. How'd you know, tho?"

"Your accent."

"So obvious, huh?"

"Yeah, what a very thick one to be honest. Anyway what do you mean by 'biologically not Australian'?"

"Yeah, y'know i don't have any Australian blood. I am a pure Korean."

"You're what? Me too!" Mata elang Jay berbinar saat mengetahui lawan bicaranya ini ternyata satu etnis dengannya—maklum, bisa dikatakan orang Korea cukup jarang ditemui di daerah yang ia tinggali.

"Wow why didn't you say that earlier?"

"Cuz i thought you weren't Korean? You don't look like one, tho."

"Neither do you."

Perjalanan ke kabin mereka habiskan dengan bercerita ini-itu. Mulai dari pemain bisbol kesukaan, hobi masing-masing, sampai tentang binatang peliharaan. Tidak terasa kabin yang ditinggali Jay sudah berada 50 meter di depan mata.

"Nah, sudah sampai."

"Wait this is your cabin?" tanya teman barunya itu sambil menunjuk bangunan dari kayu Cedar dan bertuliskan angka 007 di depan pintunya.

"Yeah bro, why?" tanya Jay heran.

"No way! Kabinku tepat disebelahmu, 008!"

"Wow what a good coincidence..." Jay sedikit banyak merasa lega karena setidaknya di hari pertama ia sudah memiliki teman yang ternyata adalah seorang next-door-guy, "Uh anyway, kita belum berkenalan."

"Oh, astaga! Kenalin aku Jake! Sim Jaeyun, whatever you wanna call me." ujar anak bernama Jake itu mengulurkan tangannya.

Jay dengan semangat membalas jabatan tangan itu, "Jay Park. Park Jongseong."





























©HAPPYBIRTHJAY

We Lost The SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang