Part 19

1.1K 79 55
                                    

"ADZANA SHALIHA, PULANG SEKARANG!"

"Papa" bibir Ashel berucap pelan saat melihat wajah sangar Vito dari kejauhan yang melangkah panjang ke arahnya dan juga ... Chika. Seketika saat itu juga keringat dingin sudah mengembun di wajahnya. Ah, Ashel lupa, ini jam pulang sekolahnya.

"Lepaskan tangan anak saya!" suara berat itu benar-benar tegas dan langsung dibuktikan dengan aksi. Vito menarik tangan Ashel paksa dari Chika, bahkan ia tak memperdulikan ringisan Ashel atas cengkeramannya.

"Jangan sakiti dia!" ada pembelaan dari Chika untuk Ashel saat melihat betapa eratnya cengkeraman Vito di tangan putrinya. Jelas itu menyakitkan.

"Dia anak saya. Jadi anda tidak usah ikut campur!" telunjuk Vito terangkat tepat di depan wajah Chika bersamaan dengan tatapan tajamnya yang berapi-api. Demi apapun Chika benci melihat tatapan itu. Sangat benci.

"Ashel, nurut sama Papa, pulang sekarang!"

"Papa, pelan-pelan, sakit..."

"Sudah saya bilang pelan-pelan, Narendra!"

Sontak Vito menghentikan tungakainya yang hendak ingkah dari tempat itu bersama Ashel. Tapi, Narendra ... Chika menyebutnya. Vito mendengarnya lagi kali ini. Nyata.

"Aku tahu Ashel anak kamu, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya sama dia 'kan?" Chika balas melempar tatapan tajam Vito. Dia tidak pernah suka Vito yang angkuh dan kasar. Sama sekali tidak suka.

Saat itu juga baru Vito mau melepas tangan Ashel. Siapa sangka ruang dan waktu yang tak sengaja tercipta kali ini menjadi pertemuanya dengan Chika untuk kesekian kalinya. Dan debaran di dalam dadanya harus lagi-lagi hadir saat matanya menabrak iris cokelat itu.

"Tidak usah sok mengajari saya kalau anda saja belum bisa menjadi orangtua yang baik!" tajam. Menusuk hati Chika.

Chika meredupkan tatapan tajamnya. "Iya ... kamu benar!" ia tersenyum sumir. "Aku memang belum bisa menjadi orangtua yang baik. Tapi, coba kalau ceritanya dibuat berbeda, seandainya kamu gak bawa pergi anak aku, pasti aku akan menjadi orangtua yang jauh lebih baik daripada kamu!"

Vito tergelak, tangan kekarnya menyelinap masuk ke kantong saku celana jeans levis-nya. "Yakin kamu? Anak hasil dari hubungan gelap kamu dengan produser itu saja tidak terurus, bukan?"

Entah kenapa dada Chika kini dibuat lebih sakit mendengar kata-kata sejahat itu bisa keluar dari mulut Vito Narendranya. Apalagi ini menyangkut pautkan Marsha.

"Jadi urusi saja anak anda itu. Tidak usah urusi anak saya. Ada ataupun tidaknya anda di hidup anak saya, dia akan tetap bahagia. Lihat 'kan sampai sekarang kami masih bisa bertahan?"

Iya, benar, Vito sanggup bertahan sampai detik ini dengan Ashel. Apa dia salah menilai Vito? Sungguh dulu Chika tidak bermaksud meremehkan.

"Ingat, Yessica, anda tidak punya hak apapun atas anak saya!"

"Aku tahu dan aku memang gak meminta hak apapun atas Ashel, Vit. Tapi seenggaknya kamu gak sembunyikan fakta tentang aku! Segitu gak sukanya sama aku?"

"Sudah kalah telak sekarang malah mau mencari kesalahan orang, Yessica Yessica"
Vito terkekeh, "Lagipula siapa yang menyembunyikan fakta tentang kamu? Saya tidak sejahat itu kok. Hanya karena hubungan saya dan kamu putus bukan berarti saya gak pernah memberitahu Ashel tentang Ibunya. Sedikit tidaknya dari anak saya kecil saya sudah memberitahu dia tentang ibunya, ya ... walau ibunya sendiri sudah asik dengan kehidupan di luar sana atau mungkin lupa sama dia"

"Maksudnya? Ashel sudah tahu dari kecil?Kamu jangan ngarang cerita ya, Vit!" mata Chika beralih melirik Ashel yang berdiri di belakang Vito. Tunggu, ada kejanggalan di sini. "Ashel...kenapa kamu gak cerita, Nak? Kenapa kamu gak panggil saya Mama kalau kamu sudah tahu dari awal?"

If I Could Turn Back TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang