08|Patah Hati

1.6K 353 49
                                    

Haruto menegak kaku setelah telinganya mendengar perkataan kedua orang tuanya. Mereka baru pulang dua hari setelah berminggu-minggu pergi, dan seentengnya pulang-pulang ngomong mau cerai? This is prank? Tapi ulang tahun Haruto belum jatuh tempo.

"Ruto, Mami tahu ini pasti nggak mudah untuk kamu terima. Mami sama Papi udah punya kesepakatan ini dari lama, tapi masih sama-sama sepakat juga untuk undur masalah ini, tunggu kamu siap. Sekarang kamu udah tujuh belas tahun, dan kita pikir kamu udah bisa mengerti."

"Kenapa?" hatinya masih terluka.

"Sayang, Mami sama Papi udah nggak punya kecocokan lagi. Dari awal kita nikah, Mami sama Papi udah coba buat saling jatuh cinta, tapi nyatanya emang susah."

"Terus kenapa aku harus ada kalau kalian nggak saling cinta?!"

"Ruto..."

"Mami Papi egois. Makasih udah mikirin perasaan aku. Tapi kalian salah. Mau sampai dua puluh lima tahun sekalipun, aku tetap nggak akan siap kalau Mami Papi pisah." ia berdiri, "tapi ini udah keputusan kalian, kan? Yaudah, nggak usah coba pikirin perasaan aku. Toh, aku ada di antara kalian juga bukan karena cinta."

Kemudian beranjak meninggalkan kedua orang tuanya yang tak dapat berbuat banyak. Haruto patah hati, dan ini patah hati tersakit yang bisa dia rasa.

***

"Doyoung!"

Merasa disahuti, Doyong lekas berhenti dan berbalik. Ia membuat gestur sopan ketika didapati yang menyapanya adalah Miss Jisoo. "Iya, Miss?"

"Haruto mana? Kok nggak sekolah?" Sejak di kelas tadi Jisoo sudah kepikiran, apalagi itu anak yang biasanya no day without spam message ataupun panggilan, tiba-tiba hilang bak ditelan bumi.

Menggigit bibirnya sendiri, Doyoung sedikit meringis dibuatnya. "Anu Miss, dia kayanya nggak mau sekolah dulu."

"Loh kenapa?"

"Eum... aduh gimana ya ngomongnya, agak nggak enak kalau saya yang bicara," Doyoung garuk-garuk kepalanya yang lagi bingung. "Ah! Gimana kalau nanti malam Miss ketemu dia aja langsung? Miss bisa tanya, dan biar Haruto sendiri yang kasih tahu."

Astaga, ini kenapa sih? Jisoo mengernyit. Merasa apa yang terjadi pada muridnya yang satu itu bukanlah perihal biasa. Ia khawatir, tentu saja.

***

Haruto malas pulang ke rumah. Dia juga malas makan, irit ngomong, terus suka sendirian. Menumpang tinggal di rumah Doyoung untuk sementara waktu, ketimbang tidur di jalan atau pulang ke rumahnya. Ia masih sakit hati dengan keputusan kedua orang tuanya untuk bercerai.

Sudah lewat magrib, dan ia masih setia merenung di tepi danau sejak sore. Tanpa ingin diganggu, dan hanya ditemani sepeda yang ia beli baru-baru ini. Diajak pulang Doyoung disuruh makan, anaknya cuma geleng-geleng. Dikasih candaan garing sama Jeongwoo, dia malah ngusir. Jadinya Haruto seolah makin sensi dan tak ada yang berani mengusik.

Meski begitu, Doyoung dan Jeongwoo setia mengamati dari jauh sejak tadi. Pulang sekolah, mereka langsung otw ke sini, masih lengkap pakai seragam dan tas sekolah yang belum sempat dipulangkan. Mereka cuma takut, kalau tiba-tiba Haruto imannya goyah, terus milih nyebur ke danau, terus juga khawatir kalau itu anak pingsan atau kerasukan, dan banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang bikin Doyoung sama Jeongwoo setia mengamati sejak tadi.

"Miss coba tolong bujukin deh, kali aja dia luluh. Kasihan perutnya belum ada isi sejak semalam."

Jeongwoo mengangguk. "Kasihan juga mukanya kalau lama-lama sensi, entar cepat tua."

Lil Boyfriend (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang