Manis

16 11 6
                                    

"Kalian sudah paham kan cara ngerjainnya?"

Satu jam pelajaran pak Trisno sudah habis, sisa satu jam lagi untuk memulai mempraktikkan materi sesuai arahan. Masih ada tiga jam pelajaran ke depan untuk bisa pulang, dan parahnya di mata pelajaran terakhir ada ulangan harian.

Suasana kelas masih hikmat, hingga harus bersiap ramai ketika pak Trisno menunjukkan tanda-tanda akan meninggalkan kelas. 

"Kabelnya nanti di potong pake ini dengan jarak tiga perempat dari setengahnya, terus kalau udah kebuka, kabel kecilnya harus dipotong sama rata biar waktu di-press, semuanya sampai ke ujung."

Pak Trisno menjelaskan ulang caranya sambil menunjukkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk menunjang praktik TIK saat ini.

"Jangan sampe salah ya? Kalau nanti pas dipasang kabelnya, lampunya tidak nyala semuanya, itu berarti harus dibuat ulang, dan konektornya ini hanya bisa sekali pakai. Bapak akan kasih konektornya hanya 4 buah, jadi lebih teliti ya?" ujar pak Trisno memastikan.

Seisi kelas menjawab serentak. "Iya, pak."

Pak Trisno mengangguk, merapikan buku yang hendak dibawanya. "Kalau begitu bapak serahin sama kakak-kakak yang ada di depan kalian ini ya, kalau ada mau tanya, silahkan tanya, kalau sudah selesai, lapor ke mereka dan hasilnya dikumpul di meja guru ya? Bapak pamit dulu, assalamualaikum ... "

"Waalaikumussalam," jawab satu kelas bersamaan.

Seusai pak Trisno keluar kelas, kelas mendadak riuh dan mulai tak terkendali. Beberapa heboh takut kesetrum, yang lainnya sibuk mengerjakan dan memekik ketika hendak memotong kabelnya karena takut panjangnya tidak sesuai.

Aku yang sedang memotong kabel luar, disenggol oleh Difa yang datang menghampiri. "Dif, gua lagi konsentrasi nih!"

Difa menyengir. "Bantuin gua dong, Nar. Tolong liatin ini rata nggak sih?"

"Rata, rata."

"Ih rata apanya?! Lu aja belum liat! Muka lu kali rata!"

Aku tertawa kecil, menghentikan kegiatanku dan bersiap protes. "Lagian lu mah, udah tau gua lagi ngerjain, malah minta bantuan. Kalo gua selesai, lu mau buat banyak juga ... ga gua bantuin, males lah."

"Ih lu mah!" sungut Difa.

"Yah Dif, gua aja sepaneng-paneng ini ngeliatin kabelnya sama apa kaga panjangnya."

"Ya makanya bikinnya bareng biar saling koreksi, Naraaaa."

Aku menghela napas. "Yaudah sini gua liat ... wah miring."

Alis Difa saling bertaut, dan matanya kembali memastikan kabel yang dia pegang. "Ah, ngaco lu! Miring dari mananya?"

"Otak lu maksud gua."

"Yee, kampret!"

"Hahaha .... "

Aku dan Difa kembali menyibukkan diri untuk mengerjakan tugas tadi, dengan bersusah payah akhirnya selesai dan kami bertepuk tangan heboh sendiri.

Setelah bangkit dari kursi, kami menghampiri asisten sementara pak Trisno untuk menunjukkan hasilnya.

Difa menggoyangkan lenganku ketika kami sampai di meja guru dan melihat beberapa teman kelas yang sedang menguji keberhasilan kabel yang mereka pasang. "Nar, punya kita nyala semua nggak ya? Itu yang lain pada nyala, kalo kita doang yang gabisa parah sih."

"Yakin aja dulu Dif, bener enggaknya belakangan dah," kataku yang berusaha percaya diri. Aku kembali melihat konektor yang sudah terpasang dikabel milikku. "Udah oke sih kayaknya, pas!"

A Pinch Of Memories ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang