"Allie!"
"Allie!" kata Meg mengguncangkan tubuhku. "Ini masih pagi dan kau sudah melamun,"
Aku mengerjapkan mataku. "Maaf Meg,".
"Cepat makan serealmu," kata Meg sambil menuangkan susu ke mangkuk serealnya. Aku melihat serealku mengapung diatas kolam susu, menunggu untuk dimakan. Entah kenapa tiba-tiba aku tidak berselera. Aku hanya mengaduk-aduk serealku lalu menciduknya dan menjatuhkannya lagi. Lucu melihat sereal-sereal itu. Meg meletakkan sendoknya lalu menatapku dengan tajam, "Alliiiieee,"
Dua orang ditemukan tewas mengenaskan di bantaran sungai Amerit. Diduga dua pria tersebut tewas terkena serangan binatang buas yang berkeliaran di West Bexanne. Sampai saat ini tim forensic masih belum mengetahui identitas dua mayat tersebut dan polisi masih menyelidiki kasus ini.
"Ryan pasti sangat sibuk hari ini," desah Meg ketika melihat berita tersebut di televisi.
"Meg aku sedang terburu-buru. Kau ambil saja serealku," kataku kepada bibi tersayangku itu lalu menyambar tasku, keluar rumah menuju ke tempat mobilku. Aku merasa sedikit aneh. Rasanya tidak ingin melakukan apa-apa. Sebelum meluncur ke sekolah aku memeriksa dulu tasku. Ada yang aneh. Aku keluar dari mobilku untuk kembali ke kamar.
"Allie," sepertinya Meg memanggilku. Aku berlari menaiki tangga menuju ke lantai dua, memasuki kamar lalu membongkar meja belajarku. Haaah, untung saja, essay kimiaku! Buru-buru aku keluar dari kamar lalu menuruni tangga dengan cepat.
"Al...,"
"Bye!" kataku sambil membanting pintu depan.
"Selamat pagi Allie," sapa Ruby, si ketua cheers, saat aku sibuk mengunci mobilku. Seperti biasa dia hanya mengenakan oblong ketat dan memakai rok mini dan tidak lupa bootnya yang fashionable itu. Demi Tuhan! Di hari yang sedingin ini? "Aku lihat kau masih bekerja dengan kertas-kertas itu," lanjutnya sambil mengikutiku masuk ke dalam gedung. Aku terus melangkah tanpa menanggapinya. Enyah kau dari sini!
"Mmhh... Allie si anak emas rajin sekali ya," giliran Veronica, sahabat Ruby yang angkat bicara dan sepertinya Ruby mulai hilang akal. Dia buru-buru mendahuluiku lalu menghadang jalanku.
"Sialan kau, ada apa sekarang?" tanyaku dengan ketus.
"Apa yang akan lakukan hari ini hah? Asal kau tahu saja ya, semua usahamu itu sia-sia! Kau hanya akan menjelek-jelekkan dirimu di depan dewan!" katanya dengan ketus, mengundang ratusan pasang mata untuk melihat kami berdua berdebat. Veronica yang dari tadi hanya ikut-ikutan saja akhirnya bertindak. Dia mendorongku, membuat semua kertas berisi proposal dan sebagian tugas milik teman-temanku beterbangan kemana-mana. Murid-murid yang melihat kami tidak berani bertindak. Ruby adalah kekasih Tim, si anak kepala sekolah, dan siapa saja yang kontra dengan Ruby akan berurusan dengan Tim nanti sepulang sekolah di tempat parkir. Aku sih sudah terbiasa. Aku menunggu hingga Ruby dan Veronica pergi baru aku mengumpulkan kertas-kertasku.
"Allie!" seru Mandy dari kejauhan. Dia berlari ketika melihatku tersungkur di lantai. Bahkan saat berlari ,Mandy terlihat cantik. "Ya Tuhan, kau tidak apa-apa?" dia membantuku mengumpulkan kertas-kertas sialan itu.
"Kapan kita akan pergi dari sekolah ini?" gumamku.
"Sesegera mungkin! Ini membuatku gila!"
"Terima kasih Mandy," kataku ketika semua kertas itu akhirnya terkumpul.
"Tidak perlu. Kau baik-baik saja kan?"
Aku mengangguk. Aku beruntung memiliki teman seperti Mandy. Dia bisa saja menjadi cewek popular di sekolah ini melebihi Ruby, toh dia lebih cantik dari Ruby, jika saja dia sedikit lebih fashionable. Dia cewek yang apa adanya. Dia juga jarang sekali pergi ke salon. Yang aku dengar sih, Tim menaruh hati padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fear Not
Vampire"Aku hampir saja mati saat itu, saat dia terlihat begitu mempesona dan membuat siapa saja takluk padanya. Aku lebih memilih mengakhiri hidupku sendiri pada saat ini juga dengan belati yang selalu aku bawa kemana-mana daripada hidup di tangan makhluk...