Aku menyandarkan kepalaku di loker. Jantungku berdebar kencang walaupun sudah berada di sekolah sekalipun. Siapa cowok itu tadi? Aku tidak tahu pasti apa yang akan terjadi selanjutnya jika aku membiarkannya mendekatiku. Aku berusaha mengatur nafasku dengan menghirup udara sebanyak-banyaknya lalu mengehembuskannya perlahan. Sepertinya aku tidak akan pergi ke bukit itu lagi.
"Allie?" Mandy memanggilku dari kejauhan lalu buru-buru menghampiriku. "Kau tidak apa-apa?"
Aku menarik lengan Mandy, membawanya kembali ke kantin. Aku haus! "Kau tidak akan percaya ini," kataku sambil terus menggeret Mandy.
"Tunggu. Ada apa? Apa Ruby baru saja mengerjaimu?"
"Tidak. Tidak ada hubungannya dengan Ruby,"
"Lalu apa?" tanyanya. Aku mendudukkan Mandy di sebua bangku di kantin lalu aku pergi membeli sekaleng minuman dingin. "Allie, tenang. Ambil nafas dalam-dalam lalu keluarkan. Woozaah ...,"
Aku meneguk minuman itu lalu mulai bernafas mengikuti instruksi Mandy. "Woozaah....," Sesaat rasanya seperti lupa cara menghirup oksigen.
"Ceritakan padaku," lanjut Mandy sambil memperbaiki posisi duduknya.
"Sepertinya aku baru saja mengalami déjà vu,"
"Hah?" Mandy tidak percaya dengan apa yang baru saja aku katakan. Nampaknya dia sedikit kecewa. "Allie, déjà vu itu hal yang lumrah kan?"
"Bukan begitu. Rasanya seperti... mati," kataku semakin panic.
"Mati? Kenapa? Kau bertemu pangeran tampan?"
"Bukan begitu," aku mulai menggaruk-garuk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal.
"Lalu?"
"Aaaah! Sudahlah,"
##
Malam ini benar-benar dingin. Aku punya janji dengan Mandy untuk pergi minum di sebuah bar favorit kami. Aku tahu aku masih terlalu muda untuk minum-minum. Tapi siapa yang peduli di kota kecil ini. Lagipula Mom dan Dad tidak melarangku. Mereka justru menawariku wine yang mereka bawa dari berbagai negara tapi bibi Meg tidak pernah mengajariku minum-minum dan dia melarangku semenjak aku tinggal bersamanya.
"Kau mau kemana?" tanya Meg yang sedang asyik nonton tv ditemani keripik kentang kesukaannya. Biasanya saat seperti ini dia tidak ada di rumah. Mungkin karena Ryan, kekasihnya, sibuk mengurus jenazah yang ada di berita tadi pagi. Kasihan.
"Aku akan makan malam di luar bersama Mandy," kataku sambil mengambil kunci mobil yang tergantung di ruang makan.
"Pukul 10,"
"Ya ya...,"
"Tidak lebih dari itu,"
"Ok,"
Hal pertama yang aku lakukan adalah menjemput Mandy. Aku selalu melarangnya untuk naik kendaraan sendiri atau naik kendaraan umum karena aku merasa satu kendaraan saja sudah lebih dari cukup untuk kami berdua. Lagipula aku juga tidak begitu suka berkendara sendirian dan untung saja Mandy tipe cewek yang praktis, aku tidak perlu menunggu lama di rumahnya.
"Hmm," desah Mandy.
"Ada apa?"
"Sesuatu benar-benar mengganggumu ya?" Mandy sadar akan kegusaranku.
"Bagaimana kalau kita tidak membicarakan itu lagi?" kataku lalu menancap gas lebih dalam lagi.
"Ok ok, maafkan aku,"
Aku tidak suka suasana basah seperti ini. Aku mulai merindukan musim panas dimana aku bisa pergi ke kolam renang untuk mendinginkan kepalaku sambil menghitamkan kulit. Rintik-rintik hujan mengganggu penglihatanku selama mengendarai mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fear Not
Vampire"Aku hampir saja mati saat itu, saat dia terlihat begitu mempesona dan membuat siapa saja takluk padanya. Aku lebih memilih mengakhiri hidupku sendiri pada saat ini juga dengan belati yang selalu aku bawa kemana-mana daripada hidup di tangan makhluk...