Seberapa percayanya kau dengan kalimat "jodoh tak kemana" disaat saingan dimana - mana.
Masih yakinkah hatimu dengan kalimat "Jodoh pasti bersatu" disaat kamu tahu orang yang kamu sukai sudah dijodohkan.
Masih kuingat pertemuan pertama kami dilorong kelas 2 dan 3 Ibtidaiyah. Aku berjalan sendiri menyusurinya setelah acara wisuda seangkatanku selesai. Aku berpapasan dengannya, dia mengucapkan selamat kepadaku karena aku berhasil menjadi wisudawan terbaik angkatan 2017/2018 dengan hafalan seribu nadzam. Dia memberiku sebuah kotak kecil berwarna hitam dengan pita merah mungil sebagai hiasannya. Belum sempat aku bertanya dan mengucapkan terima kasih dia sudah lebih dulu pergi. Ini bukan pertama kalinya aku mendapatkan hal seperti ini. Tapi ini pertama kalinya aku menerima sebuah hadiah dari seorang Gus. Aku bergegas menuju kamar karena ingin segera membukanya. Beruntung didalam kamar masih sepi. Tidak ada siapa - siapa, yang lain masih sibuk berselfi ria. Ku tutup pintu kamar. Aku meletakkan sebuah map berisi sertifikat di atas tempat tidur. Perlahan tanganku mulai membuka kado darinya. Mataku sesekali mengarah kepintu, takut ada yang tiba - tiba masuk. Dahiku mengernyit saat mendapati hadiah darinya adalah sebuah kerudung berwarna hijau botol. Entah kebetulan atau ada unsur kesengajaan, yang pasti itu adalah warna kesukaan ku. Saat tanganku ingin mengambil kerudung itu, ada sembulan kertas didalamnya. Aku segera membuka dan membacanya.
Assalamualaikum...
Mungkin kamu sedikit tertegun saat melihat surat ini. Tapi tujuanku menuliskannya karena aku ingin mengutarakan niat baik ku. Tidak usah bingung. Aku tidak pernah melakukan suatu hal dengan terburu - buru. Kenapa aku mengatakan ini sekarang? Karena semalam aku bermimpi naik perahu sama kamu. Disebuah danau yang luas dan tenang. Kamu memakai kerudung berwarna hijau botol, itu sebabnya aku membelikan kerudung ini untukmu.
Setelah kamu mengabdi disini, aku berbuat untuk melanjutkan semua ini. Aku akan datang ke rumahmu setelah kamu boyong dari sini.
Salam,
DzikrullahPerasaanku kalut. Aku masih tidak mengerti dengan maksud semua ini. Alasan dia membelikanku kerudung. Alasan dia memberiku surat. Apakah ini pertanda bahwa cintaku tidak bertepuk sebelah tangan? Jika iya, aku sungguh akan menjadi seorang perempuan yang paling bahagia di dunia. Apa maksud dia yang ingin datang ke rumahku setelah aku boyong dari sini untuk meminangku menjadi pendamping hidupnya? Oh tuhan, sungguh aku akan menjadi orang yang paling beruntung di dunia.
Aku tidak pernah berpikir sampai sejauh ini. Kupikir akhir dari kisah cinta ku ini sama seperti yang sudah terjadi pada umumnya. Mencintai seseorang yang punya ketampanan diatas rata - rata, hingga membuatnya di gandrungi oleh para kaum hawa. Nantinya hanya akan ada satu diantara mereka yang beruntung. Sisanya akan berakhir air mata dengan hari patah hati nasional.
Aku segera merapikan semuanya saat telingaku mendengar suara derap kaki menaiki tangga kayu, ku masukan kertas ke kotaknya kembali dan ku taruh di dalam lemari pakaianku. Hatiku terus berbunga - bunga. Aku tak bisa menyembunyikan ekspresi bahagia ini. Teman sekamarku memberikan ucapan selamat kepadaku. Mereka semua mengira aku begitu bahagia karena menjadi wisudawan terbaik. Memang iya, tapi tidak hanya itu. Surat darinya lah yang menambah kebahagianku malam ini. Ya Allah, engkau yang menakdirkan aku untuk mencintainya. Takdirkan pula diriku untuk memilikinya suatu saat nanti. Aamiin.
****
Surup - surup, tidak gerimis. Aku berjalan menyusuri lorong dengan tergesa - gesa sembari merapikan tumpukan kertas yang ku bawa. Tiba - tiba tubuhku oleng, kehilangan keseimbangan. Aku tersungkur ke lantai, kertas hasil ulangan yang kubawa pun berserakan di lantai.
"Ngapunten - ngapunten." Kupungut kertas yang berserakan. Dia mensejajarkan tubuhnya dengan ku. Lalu membantuku mengambil kertas - kertas itu.
"Kalau jalan itu liatnya ke depan. Jangan nunduk terus." Ujarnya sembari menyodorkan kertas itu kepadaku. Aku segera mengambilnya, lalu ku ikuti dengan gerakan berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
RARAS
Teen FictionKisah seorang santri yang menyukai anak dari Kiainya sendiri. Namanya Gus Ahmad. Namun, kenyataan bertolak belakang dengan harapannya. Semesta sepertinya masih belum setuju jika dia dan Gus Ahmad bersatu. Karena Gus Ahmad sudah lebih dulu di jodohka...