Mozaik 3

1 1 0
                                    

Usai shalat asar, aku memutuskan untuk kembali ke kamar sebentar. Memakai bedak tipis - tipis dan berharap sembab di wajahku tersamarkan. Setelah wajahku nampak seperti biasa, aku segera bergegas menuju ke dapur ndalem. Anis pasti sudah menungguku sedari tadi. Dia sedang datang bulan. Makanya tadi tidak ikut shalat berjamaah.

Semua terlihat sibuk. Tidak ada yang berleha leha disini. Terlihat di sudut pintu belakang dapur ada Mbak Sri yang sedang menata buah dan Mbak Qom menata kue diatas nampan bulat. Disebelah jendela ada Mbak Dyah yang merupakan santri ndalem sedang mupusi beras. Mbak Dyah lah yang sering memasak di sini dan menyiapkan jamuan tamu ketika ada yang sowan ke Pak Kiai. Sedangkan aku dan Anis merajang cabe merah. Mbak Naimah memasak rawonnya. Bau harum sudah menyebar kemana - mana. Bahkan perutku sudah berbunyi sedari tadi karena seharian ini belum makan. Ini baru acara pertemuan antar dua keluarga. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana nanti saat Gus Ahmad dan Ning Firda melangsungkan pernikahan. Pasti akan lebih banyak hidangan karena tamu yang berdatangan juga banyak. Pasti akan lebih heboh lagi.

Astaghfirullah, kenapa aku bisa berpikiran seperti ini. Harusnya aku bahagia dengan semua ini. Harusnya aku jadikan ini untuk mengalap berkah dari Romo Kiai. Ya Allah, maafkan hambamu ini yang sudah termakan emosi. Berikanlah hamba ketabahan hati.

Tepat adzan maghrib, semua makanan sudah siap. Kita semua memutuskan untuk pergi shalat maghrib dan mandi terlebih dahulu karena seharian berada di dapur pasti baunya tidak enak.

Mbak Dyah meminta 2 orang untuk mengantar jamuan berupa teh dan kue ke ruang tamu. Keluarga Kiai Mansur sudah datang, terlihat ada sebuah mobil avanza yang terparkir rapi di halaman depan ndalem. Kukatakan pada Mbak Dyah untuk membantunya mengantar jamuan ke ruang tamu. Sesungguhnya aku memang ingin melihat Ning Firda. Karena selama ini aku hanya tahu tentang Ning Firda dari teman teman sekamar ku yang suka gosip. Itupun kadang aku tak sengaja lewat.

Aku berjalan mengendap.

"Jadi, Nak Ahmad ini baru lulus dari yaman?" Itu suara Kia Mansur.

"Nggih pak kiai." Jawab Gus Ahmad.

"Panggil saja Abah. Sebentar lagi kan bakal jadi anak abah."

Gus Ahmad tersenyum. Lalu menunduk.

"Kalau Nak Firda ini aktivitasnya apa sehari hari?" Giliran Bu Nyai Zulfah yang bertanya.

"Saya bantu abah mengajar di pesantren ummi, sama mengurus butik pakaian muslim."

Aku melirik sekilas ke arah Ning Firda. Wajahnya sangat cantik. Kulitnya bersih dan hidungnya mancung. Seperti orang keturunan arab. Senyumnya sangat manis. Sorot matanya meneduhkan. Pembawaannya juga kalem. Perempuan inilah yang nantinya akan menjadi penang jiwa Gus Ahmad ketika masalah datang. Perempuan inilah yang nantinya akan menjadi alasan Gus Ahmad kenapa harus cepat cepat kembali ke rumah.

"Waah, udah cantik, pinter, mandiri lagi." Puji Bu Nyai Zulfah.

"Kalau gitu ndak usah lama - lama. Kapan kira - kira mau dilangsungkan akad nikahnya? Dan mau dilaksanakan di mana?" Gantian kiai Ali yang bersuara.

"Lebih cepat lebih baik pak. Untuk menghindari fitnah juga. Masalah lokasinya, kami serahkan saja pada mempelai laki - lakinya. Soalnya di tempat kami sedang ada renovasi bangunan. Jadi sangat tidak memungkinkan kalau kita laksanakan di sana." Kia Mansur menambahkan.

Aku berjongkok meletakkan cangkir teh dan kue. Disini terdapat Gus Ahmad dengan tampilan yang lebih rapi. Lebih kelihatan berwibawa dan ganteng. Tapi aku lupa, dia berdandan untuk perempuan lain. Lebih tepatnya calon istri. Mbk Sri menyenggol lenganku. Tampaknya gelagatku ingin menguping terlalu mencolok. Aku bisa saja bersembunyi di balik rak kitab Romo Kiai agar bisa mendengar seluruh perbincangan mereka tanpa ada yang tahu. Tapi itu jelas tindakan tidak sopan dan memalukan.

Aku segera mundur dan bergegas ke dapur. Ku hampiri Anis yang sedang menuangkan mie rebus ke dalam mangkok yang sudah berisi bumbu.

"Kamu belum makan kan? Nih, aku buatin mie instan. Kita makan berdua yah."

Aku masih terdiam menatap Anis. Pikiranku melayang ke mana mana. Seseorang yang selama ini mampu membuat hatiku berdesir hebat saat di dekatnya. Seseorang yang selama ini mampu membuat jantungku berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Seseorang yang selama ini mampu membuat jari jemariku terasa dingin dihawa yang panas. Seseorang yang selama ini ku kagumi dalam diam. Kini akan menjadi kekasih orang lain. Apa ini akhir dari kisah cintaku? Sungguh menyedihkan.

"Raras, ditanya kok malah diam?"

Aku tertawa untuk menyembunyikan kesedihan. "Nanya apa?"

"Kamu kenapa tidak suka sama Pak Jati?"

"Aku suka nis. Tapi aku emoh jadi istrinya."

"Kenapa emoh?"

"Kan aku sudah bilang tadi. Aku tidak bergairah sama dia."

Anis tergelak. "Dia lelaki yang bertanggungjawab, Raras. Terima saja."

Aku menggeleng cepat.

"Harga tertinggi seorang lelaki, ada pada tanggung jawabnya. Cinta yang besar saja tidak akan pernah cukup."

Aku mengangguk.

"Kalau kamu mau ambil saja, Nis."

Dia memukulku dengan sendok. Aku tertawa. Kang Jati tentu jauh dari kriteria Anis. Ditambah dia sudah dilamar oleh Kang Imron.

Konon, saat tahu Kang Jati menyukaiku, Romo Kiai meminta putranya yang bernama Gus Aza, yang sudah menikah dengan Ning Meysaroh dan sekarang mengurus pesantren di gontor untuk mendatangi kantor madin dan mencari dataku di buku induk. Ia juga berpesan pada mbak - mbak madin kalau proses pendekatan Kang Jati denganku sudah diketahui keluarga ndalem. Itu karena Kang Jati masih keponakan Romo Kiai. Waktu itu, Gus Ahmad sedang menimba ilmu di Al Ahgaff.

Sebenarnya Kang Jati bisa saja meminta Romo Kiai buat nembung pada ibuku agar aku jadi istrinya. Tapi Kang Jati adalah orang yang cukup pandai memainkan seni mencintai. Ia sering menyuratiku dengan bahasa yang mendayu - dayu. Kang Jati juga membuat blok dengan nama Raras Ayudhatri Citra Wardhani, namaku. Dia bilang, setiap hari dia menulis sajak - sajak kerinduan hatinya disana. Mungkin dia tahu kalau surat atau puisinya padaku, seromantis apapun, pasti kubakar atau kadang ku rendam bersama rendaman cucian bajuku. Aku malu kalau sampai orang lain membaca surat - surat Kang Jati. Soalnya, suratnya sangat kepedan. Seolah - olah aku adalah kekasih yang sudah menerima cintanya. Padahal seujung kuku pun aku tidak menyukainya.

Kang Jati memintaku sekali - kali membuka blog itu, aku tertawa dalam hati. Buat apa? Disini warnetnya cuma ada satu, di dekat kantor kecamatan Bangilan, berhadapan langsung dengan Lapangan Bangilan yang biasa di gunakan untuk main sepak bola. Pergi kesana sudah susah payah harus naik becak. Belum lagi, akan ditangkap keamanan kalau sampai ketahuan. Karena warnet sering dijadikan tempat janjian. Apalagi belakangan di waktu itu sedang marak santri putri di hukum karena ketahuan biyayakan ke warnet. Aku tidak mau jadi salah satunya. Aku tidak mau mengambil resiko untuk Kang Jati yang jelas - jelas bukan pacarku.

Pernah ia mengirimiku surat dengan aksara jawa setelah aku mengeluh jangan menyuratiku lagi karena aku takut ketahuan pengurus keamanan. Ia tahu aku suka aksara jawa dari Mbak Naimah yang tidak sengaja memergokiku menulis puisi dengan aksara jawa. Aku suka membaca surat Kang Jati dengan aksara jawa, bukan sebab kalimatnya yang puitis, tapi sebab tulisan dan tanda bacanya banyak yang keliru. Aku suka mendapati kelemahannya saat semua orang mengatakan dia jenius dan tak punya kelemahan. Dimataku, dia hanyalah seorang lelaki penyayang yang memaksakan cinta,  tidak bisa aksara jawa, dan bukan tipikal lelaki yang ingin kurindukan.

Diantara lima belas ustadz yang ada, hanya Kang Jati yang sampai saat ini belum menikah, bahkan sampai sekarang aku mengabdi dan menjadi rekan mengajarnya di madin. Ia selalu menolak tawaran perjodohan dan ingin mencari cintanya sendiri. Usianya sudah 34 tahun. Mereka yang sudah menikah menyebut Kang Jati sebagai bujang lapuk. Bahkan mereka menyebut Kang Jati sebagai orang yang mati rasa. Konon, semua perempuan yang disodorkan padanya ia tolak. Maka, begitu orang - orang tahu Kang Jati menginginkan ku, semua pihak mendukungnya. Termasuk keluarga Ndalem.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RARAS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang