||LN||2. Barisan Para Mantan.

570 92 6
                                    

Ajeng berdiri dengan gelisah di depan pintu ruangan milik Destian, terhitung sudah lima belas menit gadis itu berdiri di sana. Tangan kanannya menenteng sebuah paper bag berisi Jas milik atasannya, mungkin Ajeng akan biasa saja jika dia hanya mengantarkan Jas seperti biasa. Namun kejadian semalam membuatnya kepalang malu, bahkan semalam Ajeng memilih pulang naik taksi untuk menghindari rasa malunya.

Tapi tentu saja Ajeng tidak bisa selamanya menghindar, bagaimanapun Destian adalah bosnya. Jadi mau tidak mau Ajeng harus bertemu dengannya, kecuali jika Ajeng berniat angkat kaki dari Manggal Grup.

"Oke Ajeng tenang, semoga Pak Destian udah lupa sama kejadian semalem."

Setelah menarik napas panjang, Ajeng berniat untuk mengetuk pintu di depannya. Namun belum sempat Ajeng mengetuk, pintu sudah lebih dulu terbuka menampilkan sosok Destian.

"Astagfirullah," teriak Ajeng tanpa sadar, kemudian langsung membekap mulutnya sendiri.

Destian berdecak kesal melihat tingkah sekretarisnya ini, wanita ini sudah seperti melihat hantu saja.

"Kamu kalau mau teriak-teriak mending pindah kerja di sirkus aja deh Jeng jadi pawang Beruang, sakit telinga saya dengar teriakan kamu." gerutu Destian.

"Maaf Pak," cicit Ajeng sambil menyodorkan paper bag di tangannya.

Destian langsung menerima uluran paper bag yang diberikan Ajeng tanpa mengucapkan apapun, dia tau Ajeng tidak ingin membahas perihal semalam. Walaupun sebenarnya Destian sedikit kesal sebab sekretarisnya memilih naik taksi saat dia sudah berbaik hati menunggunya.

"Apa jadwal saya siang sampai malam?" tanya Destian.

Ajeng segera mengeluarkan notebook kecil yang selalu berada di sakunya.

"Bapak ada janji makan siang dengan Pak Bram, lalu jam tiga Bapak ada undangan peringatan hari ulang tahun Gemilang Grup. Selain itu jadwal Bapak kosong," ucap Ajeng membacakan jadwal milik atasannya.

"Untuk di Gemilang Grup kamu suruh Dion yang datang, dan untuk makan siang dengan Pak Bram kamu reschedule saja. Saya ada acara penting mulai siang sampai malam," ucap Destian santai sambil hendak kembali masuk ke dalam ruangannya.

"Setelah ini kamu siap-siap ikut saya," lanjut Destian sebelum akhirnya kembali masuk tanpa membiarkan Ajeng menjawab.

Dan sekarang Ajeng mencak-mencak sendiri di depan ruang Destian, bagaimana bisa Bosnya itu meminta dia membatalkan makan siang dengan Pak Bram saat Ajeng sudah susah payah mencocokan jadwal agar dua pengusaha itu bisa makan bersama.

Saat-saat seperti inilah kadang yang membuat Ajeng ingin segera menikah saja, agar dia hanya perlu di rumah menjadi istri yang baik tanpa harus pusing memikirkan masalah pekerjaan juga atasannya yang sering seenak jidatnya sendiri.

"Sabar Jeng kamu masih miskin, nanti kalau sudah kaya jangan lupa tampar muka songong si Duda pakek dolar." ucap Ajeng seraya mengelus dadanya.

*****

Tesla putih milik Destian berhenti di depan sebuah rumah berpagar hitam.

"Ini rumah siapa pak?" tanya Ajeng yang sejak tadi diam saja duduk disebelah kemudi.

"Kamu tolong bawa salah satu kado di belakang, satu saja nanti sisanya biar mereka ambil sendiri." ucap Destian mengabaikan pertanyaan Ajeng.

Ajeng yang sadar diri posisinya sebagai kacung Destian disini hanya menurut saja.

Saat masuk ke dalam halaman, Ajeng bisa mendengar suars gelak tawa dari dalam rumah. Dari dekorasi yang ada sepertinya memang sedang ada acara.

Lingkar NadirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang