LB ~3~

17.1K 1.8K 185
                                    

Dalam keadaan mata terpejam, Bima menggeliat di atas tempat tidurnya. Detik berikutnya kelopak matanya mengerjap, hingga akhirnya terbuka sempurna. Remaja berambut lurus itu terdiam, menunggu nyawanya terkumpul penuh, sambil memeluk erat gulingnya. Bima baru beranjak dari tempat tidur, saat bola matanya yang bulat melihat jam weker di atas meja menunjukkan pukul 06.00.

Berdiri di tepi tempat tidurnya Bima kembali menggeliat--olahraga kecil, melemaskan otot-ototnya yang masih terasa kaku. Setelah tubuhnya merasa lebih baik, remaja itu menatap tempat tidur yang terlihat acak-acakkan. Membuang napas lembut, sebelum akhirnya Bima mulai merapikan tempat tidur miliknya.

Bima mengulurkan tangan, meraih selimut di atas kasur, kemudian melipatnya. Ditengah aktivitas melipat kain tebal itu, kening Bima berkerut, manik matanya melihat bercak noda, membentuk lingkaran tak beraturan, pada kain seprai berwarna putih.

Meletakkan selimut di atas kasur, remaja kalem itu membungkuk melihat lebih dekat noda yang ternyata berwarna merah. Dengan perasan ragu, secara perlahan ujung jemarinya menyentuh noda yang masih terlihat basah tersebut.

"Ini apa?" Gumam Bima menatap bingung ujung jarinya yang sudah berwarna merah setelah menyetuh bercak noda tersebut. Mendekatkan jarinya ke lubang hidung, keningnya mengernyit, membau aroma anyir. "Kok, kayak darah sih."

Setelah mengatakan itu, Bima merunduk, mengamati bagian depan tubuhnya, mencari apakah noda yang seperti darah itu, berasal dari sana. Ia melamun, dan semakin bingung setelah tidak menemukan luka pada tubuhnya.

Membuang napas lembut kemudian remaja itu membersihkan ujung jarinya menggunakan celana dibagian belakang.

"Eh," Bima terdiam, merasakan basah pada telapak tangan setelah menyentuh bokongngnya. Rasa penasaran memaksa Bima menarik kembali tangannya, lalu deg! Bola matanya melebar, melihat lebih banyak lagi noda berwarna merah di telapak tangannya. "Apa ini?" Detik itu juga, jantungnya berderbar kencang, dan raut wajahnya terlihat sangat panik.

Remaja itu memutar kepala, melihat bagian bokong sambil menarik celananya. Ia menelan ludahnya susah payah setelah mengetahui noda merah itu, ternyata berasal dari sana.

Bima buru-buru menarik turun celana kolor, hingga terlepas dari kakinya. Mengambil celana tersebut, Bima buru-buru melihat bagian bokong celananya.

Deg!

Remaja itu kembali terkejut, setelah memastikan bahwa noda merah itu, berasal dari bokongnya.

Lagi, Bima menelan ludah, wajahnya kini terlihat ketakutan. "Ini kenapa, kok darahan sih?"

Bima kembali memutar kepala, melihat bokong montoknya yang masih tertutup celana dalam. Wajahnya berkerut, melihat lebih banyak lagi bercak darah berkumpul di sana.

"Bu...! Ibu....!"

Remaja berwajah kalem itu berteriak histeris.

"Ibu.............!"

***

Rasanya tidak berlebihan kalau Lanang selalu menjadi pusat perhatian para gadis-gadis di desanya. Terlepas dari sifatnya yang buruk, remaja itu mempunyai paras yang sedap di pandang mata, dan bentuk tubuh yang kokoh, dan terlihat kuat. Yang pas jika digunakan untuk bersandar.

Meski berasal dari Desa, penampilan Lanang juga tidak kalah keren dengan anak-anak kota.

Lihat saja, para wanita yang kebetulan berpapasan dengan remaja pemiliki hidung mancung itu, tidak berhenti memandangnya, sampai Lanang benar-benar menjauh dari penglihatan mereka.

Apalagi, saat itu Lanang hanya memakai kaus tanpa lengan--menampilkan otot-ototnya, membuat remaja itu terlihat gagah memegang stang motor kingnya. Di tambah celana kolor yang hanya samapi di atas lutut, membuat remaja itu begitu perkasa dengan paha kekar yang terlihat begitu jelas.

Lanang-nya Bima {Mpreg}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang