LB ~45~

12.2K 1.4K 172
                                    

"SEMUA INI GARA-GARA DIA, GOBLOK! ASU."

Hening, tidak ada yang bersuara setelah Lanang berkata dengan nada berteriak. Hanya deru napas memburu, yang terdengar dari mulut laki-laki itu.

Pak Suta, istri dan keempat anaknya terbengong, menatap si bungsu dengan tatapan menebak.

"Jadi bener, kamu udah pernah berhubungan sama Bima, sampai hamil?" Celetuk Prapto memecah keheningan.

Lanang menelan ludah, wajah marahnya terlihat salah tingkah, menatap keempat kakaknya satu persatu. Emosi yang tidak bisa dikontrol oleh Lanang, menimbulkan asumsi bagi orang tua dan keempat sodaranya, bahwa ia benar sudah menghamili remaja laki-laki itu.

Sementara Bima hanya bisa merunduk, remaja itu tidak berani menunjukkan muka di hadapan keluarga besar pak Suta. Ia juga takut menatap wajah bengis Lanang, yang seakan ingin melenyapkan dirinya. Makian dari Lanang juga membuat perasaannya terluka, hingga bola matanya berkaca-kaca.

Dengan lembut ibu Muna mengusap punggung sang anak, memberikan dukungan moril untuknya. Sebagai seorang ibu, wanita itu bisa merasakan bagaimana sedihnya Bima, setelah mendapat kata-kata kasar dari Lanang, di hadapan banyak orang. Sebenarnya ibu Muna sendiri juga merasa nelangsa, melihat anaknya dibentak seperti itu.

Masih pada posisinya, pak Suta terdiam. Sorot matanya menatap lurus pada Bima yang masih merunduk, sambil mengucek matanya.

Setelah berpikir beberapa detik, pak Suta menelan ludah. Pria tua itu tiba-tiba saja teringat akan mimpi sama yang pernah ia dan istrinya alami.

Jadi, apa hamilnya Bima adalah petunjuk dari mimpi itu?-- pikir pak Suta.

Beranjak dari duduknya, pak Suta berdiri di depan putra bungsunya.

"Lanang," panggil pak Suta kemudian. "Jadi bener kamu yang bikin Bima hamil?"

Lanang menelan ludah, laki-laki itu terlihat gugup. "Tapi itu bukan salah ku pak?"

"Bapak nggak tanya itu salahmu apa bukan," tandas pak Suta. "Yang bapak tanya, bener enggak kamu pernah berhubungan sama Bima?"

Lanang hanya diam. Dengan napas memburu dan wajah yang masih terlihat marah, laki-laki itu menatap tajam kepada Bima.

"Bim," panggil ibu Nur kemudian. "Apa benar kamu hamil sama Lanang?" Tanya wanita itu, dengan nada suara selembut mungkin.

Bima menelan ludah, sebelum akhirnya remaja itu mengangguk dengan keadaan kepala yang masih merunduk. "I-iya, Bu," ucap Bima gugup.

Ibu Nur memutar kepala, menoleh ke arah putra bungsunya. "Lanang," panggil wanita itu. "Liat ibu."

Memutar tubuhnya, Lanang menatap ke arah ibunya. Jangan lupakan deru napas laki-laki itu yang masih memburu.

"Apa bener, kamu yang bikin Bima hamil?"

Menghela napas panjang, sebelum akhirnya Lanang menjawab, "iya."

Deg!

Walaupun sudah menebak sebelumnya, tapi tetap saja, pengakuan Lanang membuat Prapto dan ketiga adiknya tersentak kaget. Bola mata keempat pria itu melebar, menatap tidak percaya pada si bungsu.

Ibu Nur menghela napas, wanita itu terdiam, menoleh ke arah Bima lantas menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Tapi aku enggak salah, jangan minta aku buat tanggung jawab," tegas laki-laki.

Mengabaikan pembelaan Lanang, dengan susah payah ibu Nur beranjak dari duduknya, menatap orang tua Bima secara bergantian. "Drajat, Muna," panggilnya kemudian.

Lanang-nya Bima {Mpreg}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang