LB ~30~

12.5K 1.5K 248
                                    

Switer tebal yang dikenakan Bima tidak mampu melindungi tubuhnya dari terpahan angin malam. Hawa dingin yang terasa menusuk, memaksa remaja yang tengah berdiri diambang pintu itu, lantas melipat kedua tangannya di dada, memeluk dirinya sendiri, guna mendapatkan kehangatan.

"Ngapain ke sini malem-malem?" Tanya Bima masih tidak percaya pada kehadiran laki-laki di hadapannya.

Kepala Bima mendongak, melihat-lihat halaman rumahnya. Detik berikutnya kening Bima berkerut lantaran tidak melihat motor yang biasa dibawa oleh Lanang, terpakir disana.

Apa Lanang jalan kaki?-- pikir Bima.

Mengabaikan pikiran bingungnya, Bima kembali menatap laki-laki yang sedang memandangnya datar, tanpa ekspresi.

"Kang, kamu mau ngapain ke sini?" tanya Bima kembali, namun laki-laki itu masih tetap diam.

Lanang hanya merespon dengan cara mengulurkan tangan ke arah Bima.

Menggunakan lidah, Bima membasahi bibir bawah. Sorot matanya menatap heran telapak tangan Lanang yang menggantung di udara.

"Kenapa kang?" Tanya Bima mengabaikan uluran tangan Lanang.

"Ikut aku," sahut laki-laki itu dengan nada suara yang terdengar datar.

Bima menelan ludah. "Ikut, kemana?" Bingung remaja itu. "Udah malem, kang."

Pada detik berikutnya kelopak mata Bima mengerjap. Remaja itu menatap tidak percaya pada bibir Lanang yang sedang tersenyum lembut padanya. Meski sangat tipis, tapi mata Bima masih sehat, ia bisa melihat dengan jelas bibir itu tersenyum. Hal itu membuat mulutnya refleks membalas senyum tipis itu.

"Ayok," ajak Lanang sambil menganggukan kepalanya pelan.

"Disuruh ibu," beritahu laki-laki itu.

"Tapi udah malem, kang," Ulang Bima.

Sebenarnya Bima merasa heran dengan perubahan laki-laki di hadapannya. Tidak biasanya Lanang bersikap begitu tenang, bahkan tersenyum manis padanya. Namun berita tentang kebakaran hutan yang sudah sampai ke telinganya tadi sore, membuat remaja itu tidak memikirkan perbedaan yang terjadi pada sosok Lelaki itu.

Mungkin musibah kebakaran hutan jati milik pak Suta itu telah merubah pribadi Lanang-- pikir Bima.

Lagi, Bima menelan ludah sambil menatap telapak tangan Lanang yang masih setia menggantung di udara, terulur padanya. Dengan perasaan ragu, secara perlahan Bima mengangkat tangannya guna meraih telapak tangan laki-laki itu.

Pelan tapi pasti, sedikit demi sedikit akhirnya telapak tangan Bima menangkup diatas telapak tangan Lanang.

Bima terdiam, remaja itu kembali dibuat heran setelah telapak tangannya bersentuhan dalam genggaman laki-laki itu. Bima merasakan hawa tangan Lanang terasa begitu dingin.

"K-kang tanganmu dingin banget."

Setelah mengatakan itu Bima menelan ludah. Ia merasakan pergelangan Lanang bergetar, seperti terkena sengatan listrik. Bersamaan dengan itu remasan telapak tangan laki-laki itu semakin kuat mencengkeram tangannya.

"Aduh, kang," ringis Bima setelah ia mulai merasakan nyeri akibat genggaman Lanang yang semakin kuat.

Pandangan Bima naik, menatap wajah laki-laki itu, namun-

Deg!

Jantung Bima hampir loncat dari tempat asalnya, begitu melihat bola mata dan mulut Lanang terbuka lebar.

"HAaaaak!" Jerit Lanang sambil menatap takut pada sebua benda berbentuk bulat, yang terlihat bercahaya dibalik pakaian yang dikenakan Bima.

"Haaaaaaaaaak!"

Lanang-nya Bima {Mpreg}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang