Chapter 8

620 106 68
                                    

Ini akan menjadi hari ke tiga Ryn ditelantarkan di Pulau Badi. Sesuai jadwal yang telah direncanakan, atau lebih tepatnya permintaan Juna yang tak bisa ditolak tersebut, mereka akan melakukan snorkling pagi ini. Sungguh sang puan sangat malas untuk bangun ketika pria itu mengetuk-ngetuk pintu kamar dengan tak sabar. Ryn menarik satu kardigan untuk menutupi gaun satin, lalu membuka pintu dan melihat Juna menyerahkan gayung lengkap peralatan mandi, menyuruh Ryn secara tak langsung untuk segera berbenah diri.

"Nggak usah mandi, deh, ya. Nanti kena air laut juga." Lagi pula, cuaca pagi ini sejuk sekali, Ryn yakin akan langsung membeku jika menyentuh dinginnya air sumur. Namun, nampaknya Juna tak membiarkannya begitu saja, dengan apik sang pria menarik lengan Ryn dan menggiringnya ke kamar mandi bak seorang narapidana.

"Siapa yang pernah bilang bahwa air laut bukan untuk mandi?" Juna mendorong pintu dan memperlihatkan lebih dari sepuluh ember berisi air bersih disalin dari jerigen dan diangkut dari sumur, seraya mengingatkan sang puan sendiri pernah berkata seperti disebutkan barusan.

"Saya rasa, kamu nggak berniat jilat ludah sendiri," tambahnya, sukses membuat Ryn memijat pelipis menahan dongkol.

Bisa-bisanya lelaki itu mengingat ucapannya tempo hari, dan menjadikannya bumerang untuk menyerang pagi ini, sekarang ia jadi tak punya alasan menolak. Ryn meniup anak rambut yang menyentuh mata, lantas dengan paksa mengambil alih gayung dan alat mandi, lanjut membersihkan diri.

Apa kalian pikir dia akan mandi dengan tergesa-gesa karena takut Juna menunggu? Buang jauh-jauh pikiran itu sebab sang puan masih asyik merenungi air tenang di hadapannya. Jemari lentik itu mencolek sedikit, langsung terloncat mundur, sungguh dinginnya air menurunkan minatnya untuk lekas menyiram badan.

Untuk meminimalisir rasa sejuk, dia melakukan pemanasan, meregangkan tubuh ke kiri ke kanan, lanjut melompat-lompat dan jalan di tempat, lima-belas menit berikutnya, barulah ia melepas pakaian.

Ryn itu, kalau mandi harus merasa benar-benar bersih dan suci, baru akan disudahi. Tak ada satu pun sudut yang dilewatkan, semua bagian dibersihkan dengan teliti. Setelah meyakini mandinya paket lengkap from head to toe, barulah Ryn keluar kamar mandi menggunakan bathrobe serta lilitan handuk pada rambut, dan itu sekitar… satu jam setelah masuk ke tempat tersebut. Luar biasa, dia bahkan tidak perlu repot-repot memikirkan mengapa Juna harus tegak di depan pintu saat Ryn mau melangkah menuju rumah.

"Kamu mandi lama karena iseng agar saya menunggu atau memang tengah mengeram telur di dalam situ?"

Suaranya kentara sekali tengah kesal, belum lagi tangan yang menyilang di depan dada. Namun, Ryn tak begitu peduli, ia sibuk memijat kepala, kemudian menyahut santai,

"Air lautnya nggak akan kering nungguin aku mandi." Selain lelaki buaya darat, lelaki yang banyak ngatur adalah musuh Ryn, ia agak tak senang saat Juna mengajak snorkling tadi malam tanpa bisa ditolak, dan bertambah tak senang saat pria itu mengomentari proses mandinya lama.

Juna mengernyit. "Kemudian?"

"Ya kamu nggak perlu marah soal mandiku yang lama, orang air lautnya nggak kemana-mana, mau jam berapa pun kamu snorkling, lautannya tetap ada. Lagian, salah kamu sendiri maksa aku mandi padahal air di pagi hari adalah musuh bebuyutan-ku, jadi nggak usah sebal kalau aku ngabisin banyak waktu, kecuali kamu mau snorkling sendirian aja, nggak usah sama aku." Ryn mengomel, akhirnya lepas juga unek-uneknya.

"Ya sudah kalau begitu, saya cuma bertanya," balas Juna pelan, benar-benar bertolakbelakang dengan Ryn yang sudah naik pitam barusan.

A Love for JunaediTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang