Aura meletakkan sumpitnya dengan pelan. Ia menghela napas panjang. Tiba-tiba saja nafsu makannya menghilang. Gara-gara aura hitam sialan. Bahkan, egg roll yang biasa ia makan dengan sepenuh hati sekarang terabaikan. Karena aura hitam itu justru lebih memenuhi pikirannya.
Bagaimana ya nasib cowok itu? Bukan kah pada akhirnya cowok itu akan mati?
Harus kah Aura membantunya?
Tapi dia bisa apa?Aura memejamkan matanya sebentar. Kemudian ia bangun ketika ada orang yang memanggilnya.
"Ra? Dicariin cowok tuh," seru seorang siswi dari ujung pintu. Grasak-grusuk mulai terjadi di sekitarnya. Ya, bagaimana mereka bisa menyangka, seorang Aura yang sangat-sangat pendiam di kelas itu tiba-tiba dicari oleh seorang cowok.
Siswi yang tadi memanggil Aura kemudian berjalan menghampirinya dengan senyum malu-malu. Siswi itu mendekat ke telinga Aura, lalu membisikkan sesuatu, "Dia anak Mipa loh. Ganteng banget," yang masih bisa di dengar siswi-siwi lain di sekitar tempat duduknya.
Aura tak begitu peduli dengan mereka. Setelah mengucapkan terima kasih, Aura memasukkan bekalnya dulu. Lalu mulai berjalan keluar kelas.
Otaknya telah menduga-duga dahulu, apakah itu cowok beraura hitam? Apa cowok itu percaya padanya? Karena setelah ia pingsan di perpustakaan umum kemarin, ia tidak pernah menemukan wujud manusia itu. Jadi ia penasaran, apakah ... dia masih hidup?
Dunia Aura terasa berhenti sejenak, ketika matanya bertubrukan dengan sepasang mata yang menurutnya ..., begitu indah. Wajah itu tidak tersenyum sama sekali. Namun, tak bisa menampik bahwa jantung Aura berdebar begitu tak normal kali ini.
Dan sepertinya ..., ini adalah yang pertama kalinya.
***
"Gue Asahi Hamada," celetuk cowok di depan Aura.
Aura mengangguk satu kali, lalu dengan ragu menjabat uluran tangan di depannya.
"Lo udah nggak apa-apa?" tanya Asahi.
"Ah? Oh, iya nggak apa-apa kok," jawab Aura dengan senyuman tipisnya.
Sebenarnya, banyak pertanyaan yang harusnya Aura tanyakan pada Asahi. Namun, rasanya Aura harus menanyakannya lain kali saja. Ia tak mau membuat pertemuan pertamanya terkesan buruk. Lagi pula, sejak kapan seorang Aura berani bertanya macam-macam kepada seseorang? Bahkan, jika disuruh bertanyapun, Aura akan lebih memilih diam.
"Syukur deh," Asahi terlihat menghela napas lega, "Gue cuma mau mastiin itu doang kok. Gue balik," pamit Asahi.
Aura mengangguk kecil untuk menanggapinya. Lalu tanpa peduli lebih banyak lagi, gadis itu berbalik, hendak masuk ke dalam kelas lagi. Namun, suara Asahi justru menahannya.
"Aura." Ternyata Asahi masih ada di sana, Aura membalikkan tubuhnya, lalu menatap Asahi dengan tatapan bertanya-tanya.
"Boleh minta nomor lo?"
***
Aura kembali ke dalam kelas diiringi dengan tatapan-tatapan dari teman-teman satu kelasnya. Terutama, para gadis. Salah satunya Jisoo. Gadis itu yang tadinya sedang bergosip ria di pojok kelas lantas menghampiri Aura.
Seluruh kelas tak heran lagi melihat keakraban dua gadis yang sifatnya sangat bertolakbelakang itu. Jisoo yang ramah, murah senyum, easy going, dan juga hitz. Disandingkan dengan Aura yang sangat irit bicara, penyendiri, dan juga sangat cuek dengan sekitar. Semua itu tidak akan terjadi jika kedua orang tua mereka tidak bersaudara. Terlebih lagi, keduanya merupakan anak tunggal.
"Ra, gimana?" tanya Jisoo sambil menyangga dagunya di sebelah Aura.
"Apanya yang gimana?" tanya Aura tidak mengerti.
Jisoo berdecak gemas, "Ish, tadiii. Cowok ganteng itu ngedeketin elo, kah?" tanyanya kepo.
Aura menghela napas. Paling malas kalau sudah ditanya-tanya oleh Jisoo begini. Gadis itu tidak akan berhenti bertanya kalau belum ia jawab, baru gadis itu akan merasa puas.
"Gue ngantuk," gumam Aura lalu mulai menempelkan kepalanya ke atas meja.
Jisoo mencibir. Namun, tak berniat membuat kekacauan. Gadis itu hanya memperhatikan Aura sebentar, lalu kembali melakukan aktivitasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aura
FantasyAura bisa melihat 2 aura ditubuh manusia ; hitam untuk yang mendekati kematian dan merah untuk yang sedang jatuh cinta. Aura melihat kedua aura itu di kedua laki-laki yang ia temui di perpustakaan sekolahnya. Jaehyuk, dengan aura hitamnya yang meng...