Aura membuang tisu toilet ke dalam tempat sampah di sebelah wc yang didudukinya. Ia hendak berdiri, namun ketika terdengar suara pintu toilet terbuka, ia mengurungkan niatnya. Entah itu karena firasatnya menyuruhnya untuk diam di tempat, atau karena alasan lain.
Aura mematung ketika ia melihat aura hitam berada di sekitarnya. Ia melihat ke luar bilik toilet. Baru saja ada seseorang yang datang, jangan-jangan aura itu berasal darinya?
"Maksud pertanyaan yang tadi ... kenapa?"
Aura membulatkan matanya. Bukan kah itu suara Jisoo? Aura hapal betul suara kecil nan manis itu. Hampir setiap hari Jisoo berkunjung ke rumahnya untuk merusuhinya. Bukan kah alasan itu sudah cukup?
Aura menutup mulutnya, mencegah suara-suara muncul dari mulutnya. Ia memejamkan matanya mencoba menguasai diri.
"Oh, itu."
Ada suara lain. Aura sedikit lega. Setidaknya masih ada harapan bahwa aura hitam itu bukan berasal dari Jisoo. Aura paham betul makna dari aura yang berwarna hitam. Sesuatu yang sangat mengerikan.
"Dia emang aneh. Sering tiba-tiba senyum sendiri. Atau nangis kejer pas lihat api,"
Aura mengernyitkan dahinya. Mereka sedang membicarakan apa?
"Tapi, gue pernah denger dari Mama. Kalau Aura punya trauma masa lalu. Dan itu ... ada hubungannya sama api. Gue juga kurang tau sih," jelas Jisoo membuat Aura mendadak lemas.
Jadi, Jisoo membicarakan tentang dirinya?
"Mau pipis dulu nggak?" tanya seorang cewek yang berbicara dengan Jisoo tadi.
Tidak ada jawaban. Mungkin Jisoo menggelengkan kepalanya. Lalu, pintu toilet tertutup. Aura mengcengkram erat rok seragamnya. Mendengar seseorang yang dipercayainya membicarakan dirinya di belakang, Aura merasa dikhianati. Oke, Jisoo memang tipe orang yang ngomongnya blak-blakan. Bahkan, Aura tak jarang menemukan Jisoo yang melompat ke sana kemari untuk menggosip. Hanya saja, ia belum sesiap itu untuk menerim kenyataan bahwa dirinya, orang terdekatnya pun juga dijadikan bahan gosipan.
Apalagi, topik pembicaraannya adalah hal yang sensitif dan begitu privasi bagi Aura. Seingatnya, hanya kedua orangtuanya yang tahu.
Aura menghela napasnya berat. Ia sudah keluar dari toilet. Namun, ia merasa enggan untuk kembali ke kelas. Rasanya ingin marah jika melihat wajah Jisoo.
Aura memutuskan untuk singgah ke atap sekolah. Sekali-kali dalam hidupnya, karena dua tahun bersekolah di sini, Aura belum pernah mengunjungi atap. Sebenarnya, tempat itu cukup menjadi topik langka di kalangan siswa. Karena jarang yang tertarik untuk pergi ke sana. Apalagi, tempatnya tidak cukup indah dan rapi untuk di tempati.
Aura mulai menginjak satu-persatu anak tangga. Tangga yang terbuat dari kayu itu terlihat sudah renta. Terbukti, saat Aura berjalan di atasnya tangga itu serasa mau roboh.
Aura mengulurkan tangannya untuk mendorong pintu atap. Tetapi sepertinya sebuah tangan sudah dulu menariknya dari luar sana.
Aura membeku, sama halnya dengan orang yang ada di depannya.
"Gue mau ngomong sama lo."
****
Aura menutup pintu kamarnya kembali. Ia melihat Papanya yang sepertinya baru pulang. Lalu mencium punggung tangannya seperti biasa. Pria yang sehari-harinya mengajar sebagai seorang dosen itu terlihat begitu lelah hari ini. Sebenarnya, ia selalu terlihat lelah setiap harinya. Aura tersenyum kepada pria itu.
"Sudah makan?" tanya Papa, Aura menggeleng.
"Mau ke dapur?" tanya Papa lagi, kini Aura mengangguk. Papa terlihat menoleh ke belakang sebentar. Lalu mengusap pelan puncak kepala Aura.
"Nanti dulu ya, Mamamu masih masak," ujar Papa lembut.
Kedua bahu Aura menurun. Ada satu hal yang harus dihindarinya. Sesuatu yang membuatnya merasa sangat bersalah. Membuatnya mengingat penyesalan masa lalu yang berusaha ia lupakan.
Satu hal yang seperti Jisoo katakan tadi,
... Api.
To be honest ... aku belum tau cerita ini mau dibawa kemana😩
Gws aku😩🍻
KAMU SEDANG MEMBACA
Aura
FantasyAura bisa melihat 2 aura ditubuh manusia ; hitam untuk yang mendekati kematian dan merah untuk yang sedang jatuh cinta. Aura melihat kedua aura itu di kedua laki-laki yang ia temui di perpustakaan sekolahnya. Jaehyuk, dengan aura hitamnya yang meng...