Chapter 9

543 98 26
                                    

Tak pernah Ryn menduga niatnya berlibur ke Sulawesi Selatan membuatnya berakhir di tempat ini. Dia bertemu Juna, si nelayan menyebalkan yang kadang-kadang baik hati, kemudian mereka tinggal di satu atap dan menjalani hari berdua bak pasangan suami istri versi kurang persiapan, belum lagi sekarang, dia malah terjebak di tengah lautan akibat lelaki itu membawanya snorkeling tapi malah tak memeriksa seberapa cukup bahan bakar kapal-cepat yang ia pakai untuk pulang-pergi.

Pagi-pagi sekali Ryn disuruh mandi hanya untuk menghadapi situasi ini? Oh, ayolah... apakah saat ini sedang dilakukan prosesi penyembahan matahari? Lihat! Mereka benar-benar dipanggang di bawah terik dan Ryn hanya mampu menutupi muka dengan rambut agar sinar UV tak mengambil alih kesehatan kulit wajahnya.

"Mau sebanyak apa pun pengalaman saya dalam hal menyelam, saya nggak mungkin berenang ke pulau dari jarak sejauh ini hanya untuk mengambil bahan bakar," begitu kata Juna yang sukses membuat segala protes di mulut Ryn kembali diteguk. Rasanya memang beresiko jika ia memaksa sang pria untuk berkorban demi Ryn tidak terpapar sinar mentari terlalu lama. Lagi pula, siapa Ryn menyuruhnya? Sudah menumpang di rumah tanpa membayar, dikasih makanan layak dan cukup enak, bisa-bisanya masih memaksa Juna?

"Coba minta tolong anterin sama Pak Burhan, deh. Kamu bawa hape, kan?"

"Saya nggak sebodoh itu bawa ponsel ke laut," Juna menoleh dan langsung mengikat pandangan pada perempuan itu. "Kecuali saya ikhlas jika benda itu berkemungkinan jatuh ke air."

"Aish! Kalau tau begini, dari awal harusnya aku nolak ikut." Ryn rebah ke lantai kapal, langsung meringkuk merenungi nasib, perutnya sudah keroncongan sebab hanya diganjal roti dan beberapa keripik, tenggorokan pun kering akibat tersedak air laut saat diselamatkan Juna, ditambah sinar matahari yang terasa seperti bara api memanggang badan Ryn dengan sempurna bak setumpuk daging barbeque, kalau dibuat animasinya, pasti akan ada berbagai macam saus sedang dituang ke badan Ryn sebagai bumbu tambahan dalam proses pemanggangan.

Tangan Juna memijat masing-masing jari untuk diregangkan, disusul bunyi krek berkali-kali, baru Juna berdiri. Lelaki itu berbalik untuk membuka penutup kursi panjang yang baru saja diduduki, sebenarnya bukan kursi, melainkan boks khusus menyimpan beberapa hal penting, salah satu yang ada di dalam sana ialah alat pancing, kompor dengan gas mini, teflon, juga beberapa bubuk seperti lada dan garam, kemudian satu yang terpenting sekaligus amat berguna ; air mineral kemasan.

Ryn membuka mata saat keningnya ditimpa sesuatu, Juna baru saja meletakkan sebotol air tanpa berkata-kata, di jidatnya.

"Kamu ngapain?" Ryn menyingkirkan botol dan rambut yang menutupi pandangan untuk melihat Juna yang kini memasang roti ke kail pancing.

"Sedang goyang dumang," balasnya pelan, sengaja mengingat salah satu ucapan Ryn manakala memarahinya tadi. "Kamu nggak lihat saya mau mancing? Matamu di sebelah mana, Camellia?"

Kesal setengah mati, Ryn menendang bagian belakang lutut pria itu, langsung berhasil membuat Juna bertekuk lutut akibat tak siap menerima serangan.

"Kamu nanya mataku di mana? Nih, ini mataku!" Ryn melotot dengan maksimal, diikuti tangannya menarik tengkuk Juna yang masih berlutut untuk lebih dekat dengan wajahnya. "Junaedi, aku tahu di sini sudah sangat merepotkan kamu, tapi bisa nggak, ngomong tanpa ngajak berantem? Kamu ini, kayak orang belum pernah berhadapan sama perempuan aja!"

"Memang."

Ryn melongo, tak sadar melepas pegangannya pada tengkuk Juna, kini pria itu dapat kembali bangkit setelah tak berada dalam ikatan sang puan. "Mustahil! Aku bahkan bisa melihatmu sangat akrab dengan mbak-mbak tadi, di mana letak 'belum pernah berhadapan dengan perempuan' katamu itu?"

"Saya punya hak untuk nggak menjawab."

"Oh, Tuhan... agaknya sewaktu engkau menciptakan manusia sebentuk Juna, engkau lupa memberinya hati dan terlalu banyak memasukkan sifat menjengkelkan," begitulah kata Ryn yang kini menunduk frustasi sembari memijat kening.

A Love for JunaediTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang