Atha menghela nafas pelan, dengan gerak pelan, ia melipat mukenanya dan meletakkannya diatas nakas samping kasur. Tangan kirinya merogoh bawah bantal dan menarik sebuah buku catatan dari sana.
"Aku tahu segala tentangmu, dan kamu ... ga pernah bisa mengelaknya."
Ucapan Kanzo di masa lalu terputar di ingatannya, membuat senyum kecil di wajah Atha timbul. Sejenak kemudian, ia menggeleng pelan, dan menatap buku catatannya dengan penuh arti.
Kamu salah, Kak ... kamu mungkin tahu segalanya tentangku, tapi tidak dengan apa yang aku sembunyikan. Wajah Kanzo yang memasang tampang songong terbayang
Setelah beberapa saat memandang buku catatannya dengan penuh arti, Atha mengusap cover buku tersebut dengan lembut. Lalu membuka halaman pertama dengan perlahan.
〝你 正在 思索 什么?〞
"Aku sedang memikirkan, hal yang sebenarnya harus aku lupakan. Aku selalu memikirkan suatu hal yang seharusnya aku tinggalkan sejak saat itu, tapi, kini aku malah semakin mendekapnya erat. Seolah aku tak bisa hidup tanpanya. Seolah dia adalah tumpuan hidupku, pusat tata suryaku, oksigenku."
Bayangan not nada, kertas usang dengan pena bulu di sampingnya, tergeletak di atas sebuah meja kusam menghinggapi pikirannya. Sebuah ruang musik, dengan piano antik yang terawat, biola tergeletak asal, gitar yang tergantung, serta harpa yang berdiri gagah di sebuah bangunan megah merasuki ingatannya.
Atha menggeleng pelan, berusaha mengenyahkan semua itu dari bayangannya. Baginya, masa lalu adalah bagian yang tak perlu ditengok, diingat cukup seperlunya saja. Namun wajib dijadikan bahan pelajaran. Atha membaca baris selanjutnya, baris yang selalu membuatnya melontarkan jawaban berbeda.
〝你 现在 正在 等 一个人 马?〞
"Ya, aku menunggu seseorang yang selalu membuatku merasa ada, membuatku merasa bahagia. Dan bagaimana denganmu? Apakah kamu juga menunggu seseorang?" Jawabannya yang begitu spontan keluar tanpa berpikir matang juga membuatnya terkejut. Jawabannya kali ini benar-benar berbeda dari beberapa jawabannya sebelumnya yang biasanya serupa.
Atha menutup matanya, lalu memekakan telinganya untuk mendengar detak jantungnya sendiri yang berdetak seirama. Ia masih mencari maksud ucapannya sendiri, terdengar aneh memang, mana mungkin ia tak faham dengan arti ucapannya sendiri. Namun memang begitulah kenyataannya. Ia masih mencari tahu, siapakah sosok yang sedang ditunggunya. Sosok yang dikatakannya mampu membuatnya bahagia, siapa? Atau malah ia tak akan menemukannya?
Senyum getir tertoreh di wajah putihnya yang kini memerah, cahaya matahari menerobos sela-sela jendela yang tak tertutup rapat. Seandainya saja ia punya kekuatan untuk bangkit, ia pasti akan menutupnya rapat. Serapat mungkin, hingga angin sekencang apapun tak akan bisa membuat jendela itu terbuka sedikit pun. Ia memang menyukai cahaya matahari, tapi takdir tak pernah ingin ia menikmatinya. Melihat cahaya matahari muncul dari sela-sela jendela, membuatnya merasa sedikit ... lega, entah kenapa. Sayangnya sekarang ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah
RomanceAtha Jeremia Stasya, gadis luar biasa yang merasa dirinya biasa saja. Merasa tak punya kelebihan selain seorang hafidzah dan penghafal hadist, tak ada yang bisa dibilang mengagumkan. Dan sudah cukup baginya, menjalani kehidupan dengan penuh kekaguma...