Part 7, Vic

103 11 0
                                    

Ini part tambahan setelah direvisi, selamat membaca! 😄

--

Victoria tiba di kantor tepat pukul delapan. Seperti biasa, wanita itu langsung duduk di meja kerjanya dan menyalakan komputer. Senjatanya pagi hari, tumbler berisi kopi hitam, tidak jauh dari jangkauan tangannya. Ia sudah semangat bekerja bahkan sebelum rekan-rekan kantornya tiba.

Tangan kanannya menggerakkan mouse dengan cekatan. Victoria melakukan log in akun penyimpanan online dan mulai mengunduh rancangan-rancangan barang yang telah ia selesaikan. Sepertinya, suasana hati wanita itu sedang sangat baik. Ia bekerja sambil menggumamkan sebuah lagu milik Katy Perry kesukaannya.

"Wow, you're here!"

Victoria terlompat kaget sambil memegangi dada. Ia menoleh cepat dan memberikan tatapan tajam. Tetangga kubikelnya sedang tersenyum lebar melihat reaksi Victoria barusan.

"You creep me out, Vic," ledek George sambil meletakkan tas di atas meja.

"It should be me, yang bilang seperti itu padamu."

Victoria menghela napas panjang. Berteman dengan George memang cukup menguras tenaga. Herannya, Victoria bisa tahan dengan itu semua selama ini.

"Kau sudah sarapan?" tanya George.

"As usual," jawab Victoria sambil mengedikkan dagu pada menu andalan paginya. Wanita itu sibuk meneliti hasil print out yang baru saja diambilnya.

"Kau memang cari mati," seloroh George sambil geleng-geleng kepala. Victoria mengabaikan ucapannya. "Paling tidak kau harus meminumnya ditemani biskuit atau selembar roti, Vic."

"Sudah habis sejak seminggu yang lalu. Aku belum beli lagi," jawab Victoria masih tidak peduli.

George berdecak. Ia menarik pergelangan tangan Victoria, membuat kertas-kertas yang sedang ia baca jatuh berhamburan ke atas meja. Perbuatannya sukses menarik perhatian Victoria.

"Ambil dompetmu. Kita ke vending machine di lantai satu," ucap George tegas.

Victoria mengerutkan dahinya bingung. Walau begitu, ia tetap saja mengikuti perintah rekannya. George sangat menyeramkan jika sudah berubah mode menyerupai anjing galak.

"Lima dolar," pinta George sambil menggerak-gerakkan jemarinya minta uang. Victoria melenguh sejenak sebelum akhirnya menyerahkan begitu saja selembar kertas sesuai dengan nominal yang diminta.

Jarinya menekan sebuah tombol setelah uang Victoria lenyap ditelan mesin. Tak perlu menunggu lama, George pun menyodorkan sebungkus chocolate cookies dengan diameter sekitar empat inchi. Victoria meneguk ludah menerima pemberiannya. Ia membayangkan bagaimana lezatnya makanan itu setelah dipanaskan dalam microwave selama sepuluh detik.

"Aku tidak perlu mengajarimu cara menggunakan vending machine, kan?" tanya George setengah mencibir.

Victoria meringis. "Thanks, George," ucapnya mengabaikan ledekan wanita berkulit gelap itu.

Kini Victoria dan George berjalan bersisian menuju pantry. Victoria bergerak mengambil kotak tahan panas dan meletakkan cookies miliknya di sana untuk dipanaskan dalam microwave. George sendiri sibuk meracik kopi instan dalam sebuah cangkir.

"Sepertinya kau harus mulai memperhatikan asupan makanmu," komentar George sambil mengaduk isi cangkir. "Jujur saja, pola makanmu sangat tidak sehat."

"Hm?" tanya Victoria. Ia tidak terlalu mendengar ucapan George. Wanita itu sibuk sendiri dengan biskuit di tangan kanan dan ponsel di tangan kiri. "Did you say something?"

[SVT FF Series] In The End of The DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang