Part 1, Vic

493 27 0
                                    

Pintu terbuka lebar. Seorang wanita masuk ke dalam apartemen mewah dua kamar yang terletak di tengah kota New York. Ia melepaskan heels bertalinya di depan pintu dan berjalan lunglai ke arah kamar sambil menenteng tas di tangan kanannya yang terlihat berat. Wanita itu meletakkan secara asal seluruh barang bawaannya di kaki tempat tidur, menaruh blazer hitam dan coat panjang yang ia gunakan di atas kasur, dan yang terakhir melempar badannya yang lelah ke atas tumpukan kapuk yang dapat menenangkan seluruh otot tubuhnya.

"Jotta," lirihnya dengan kedua mata terpejam.

Wanita berambut pirang itu tidak bergerak sedikit pun. Setelah tiga puluh menit lamanya, ia akhirnya tersadar. Buru-buru ia bangkit dari pembaringannya dan melihat ke arah jam digital antik di atas nakas. Wanita itu berlalu ke kamar mandi setelah tau bahwa hari sudah terlalu larut.

Setengah jam lamanya, akhirnya wanita itu muncul kembali. Ia hanya mengenakan jubah mandinya, memperlihatkan sepasang kaki jenjang yang mulus terawat. Rambut basahnya tertutup oleh handuk yang sengaja diputar melingkar di kepala.

Dengan perasaan yang lebih segar sehabis mandi, ia berjalan menuju dapur. Wanita itu kembali ke kamar dengan sebotol wine dan satu buah gelas di tangannya yang lain. Ia membuka tirai otomatis yang menutupi jendela kaca besar sebagai salah satu dinding tempat tinggalnya dengan remote control. Wanita itu menata minumannya dengan sedemikian rupa di meja kecil yang tersedia disana. Setelah puas, ia kemudian duduk di kursi santai, bersebelahan dengan meja kecil, menghadap langsung ke arah luar.

Pandangannya menerawang, memandangi gemerlap lampu di kota New York dari gedung lantai dua puluh lima. Ia menyesap wine kesukaannya, meresapi rasa anggur yang perlahan turun membasahi kerongkongan. Pikiran wanita itu melayang entah kemana. Tangan kanannya memutar-mutar gelas anggur, tangan kirinya ia gunakan untuk menopang kepala.

---

"Oh my God, Josh. I know you won't forget what day today is," ucapku dengan nada bicara melengking. Aku berjalan lambat-lambat, takut terjatuh karena mataku ditutup. Sedangkan Joshua dengan penuh kasih sayang menuntun tangan kananku memasuki suatu ruangan.

"Then, is it not a surprise anymore?" tanyanya dengan suara lembut memabukkannya itu.

Aku tertawa kecil sebagai balasan. Joshua adalah laki-laki paling romantis yang pernah aku temui. Dia tidak akan segan menunjukkan perasaannya pada orang yang ia sukai di depan umum. Lucky me, that girl is me.

Selama seharian, aku tidak bisa konsentrasi di kantor karena berusaha menebak-nebak kejutan apa yang akan ia berikan padaku. Dua hari yang lalu, Joshua sampai di New York. Walaupun sudah sering pergi bolak-balik Korea Selatan-Amerika Serikat, tetap saja pria itu tidak mengelak bahwa dirinya akan merasakan jet lag parah. Aku kasihan padanya karena harus meninggalkan Joshua berangkat bekerja. Aku bahkan sudah mempersiapkan hati, andai saja Joshua tidak sempat menyiapkan apapun di hari penting ini.

He picked me up at 6 pm. Then, drove me straight to home. Aku sempat heran mengapa ia mengarahkan mobil menuju apartemen kediaman kami, padahal Joshua sudah berdandan rapi.

Okay, sesungguhnya ketika melihat bahwa pria itu berdiri menyambutku di pintu kantor dengan pakaian kasual yang cukup bergaya, hatiku sedikit melambung karena senang. Aku sudah membayangkan akan menikmati makan malam romantis bersama dengannya. Kemudian, dia akan memujaku sepanjang malam. Bilang bahwa aku adalah ratu di kehidupannya.

And, I was wrong. Dia memarkirkan mobil di basement, membukakan pintu untukku, dan menggenggam tangan kananku hingga lift yang membawa kami sampai di lantai dua puluh lima. Hatiku mencelos kecewa. Walaupun aku selalu bilang semua kejutan yang ia berikan padaku adalah hal yang cringe, sejujurnya aku menyukainya. I expected that for today.

[SVT FF Series] In The End of The DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang