Bab 1 : Life of my life

2 0 0
                                    

Angin dingin berhembus masuk melalui jendela kamar yang hanya tertutup kelambu tipis berwarna putih, jendela berukuran 4 kali 3 meter yang sengaja dibuka. Setiap aku bangun tidur, sampai aku tidur lagi, sampai aku bangun lagi. 

Jendela terbuka dua puluh empat jam. 

Tidak pernah sekalipun aku menutupnya atau bunda berani menutupnya tidak juga bi Inah pembantu di rumahku yang rajin membereskan kamarku ini setiap hari. 

Dingin? Tidak apa. Aku cukup terbiasa. Toh aku jadi tidak butuh AC.

Angin kecil meniup poniku yang baru saja aku rapikan sehingga poni yang susah-payah aku sisir hingga berbentuk bob kembali berantakan. Aku meniup poniku kesal. Putus asa karenanya, aku mengambil jepit kecil lalu mengikatnya asal dan membentuk kuncir kecil di dahiku. Ini lebih nyaman. Aku pikir aku bisa mencoba gaya baru. Sudah lama aku ingin punya poni seperti pemain serial drama korea yang terlihat sangat manis. Tapi, sepertinya tidak cocok dengan dahiku yang cukup lebar. Ah sudahlah.

Cuaca mendung sore ini tidak bisa mengalahkan semangatku yang cerah ini. Sepertinya akan hujan sebentar lagi. Tapi aku tidak peduli, apalagi harus menghentikan aksi meriasku yang baru aku pelajari dari you-tube. Sekali lagi aku memoles pipiku dengan blush on pink yang baru aku order lewat online shop. Umm lumayan. Pipiku jadi terlihat merona sedikit. Ya sedikit.

Aku tersenyum sendiri , geli menatap bayanganku yang menurutku sudah sempurna tentu saja berdasarkan kriteriaku sendiri. Mataku yang lumayan lebar sudah kuhiasi dengan sedikit eyeshadow warna peach dan light brown, eyeliner dan mascara, bibirku yang tipis aku poles dengan liptint baby pink dan sedikit sentuhan lip cream warna peach. Aku meringis untuk memastikan semuanya sempurna.

Aku sudah bertekad untuk membuat satu kemajuan dalam hidupku, mulai hari ini aku bertekad untuk merubah diriku untuk orang yang aku suka. Mudah-mudahan semangatku ini bisa membuatnya melirik padaku. Semangat yang sebenarnya sudah terbentuk sejak aku mulai masih menjadi janin. Ya bukannya berlebihan, karena begitu aku mengenal dunia, aku sudah menyukai anak laki-laki itu. Hehehe, lebay.

Meski belum pernah sekalipun semangatku membuahkan hasil,(if you know what I mean) tapi aku selalu percaya bahwa harapan dan doa yang terus berulang akan dikabulkan Tuhan. Nggak ada usaha yang sia – sia selama kita terus – terusan mengusahakannya kan?

Cinta pertamaku sekaligus cinta seumur hidupku adalah dia. Cowok lucu yang tinggal di sebelah rumah, namanya Ernest. Tetanggaku sejak kecil. Walau usianya 5 tahun di atasku aku tetap memanggilnya 'Ernest' sejak kecil, aku tidak mau memanggilnya kakak, meski banyak orang menyuruhku atau mengomeliku karena menyebutku tidak sopan, dan aku tidak peduli. Kenapa?, karena aku tidak ingin dipandang sebagai anak kecil olehnya. Aku tidak ingin dia merasa tua.

Yah, walau aku sering menyatakan cinta padanya, sejak pertama aku bisa bicara, meski ku selalu menyebut namanya tanpa embel-embel 'kakak', meski sejak kecil aku sudah bergelayut padanya, sampai detik ini perasannya padaku masih tidak lebih dari kakak dan adik katanya. Ah sial!

"Dasar anak kecil."

Yang lalu diikuti mengacak poniku.

Tapi aku masih yakin hingga saat ini, suatu saat perasaannya pasti berubah menjadi cinta padaku seperti kepada kekasih. Benar kan? perasaan seseorang pasti bisa berubah kan? Batu saja bisa berubah jika terus ditetesi air.

Aku yakin itu.

Aku ingat , saat aku menyatakan cinta pada Ernest kala itu aku masih duduk di kelas 4 SD dan dia kelas 1 SMP. Dia menjawab "Aku nggak mungkin pacaran sama anak SD". Dan saat aku sudah SMP dia SMA dia juga bilang "Nggak mungkin pacar aku anak SMP". Dan itu berlanjut saat aku SMA. Dan saat aku masuk kuliah nanti dia tidak mungkin menolak Mahasiswa kan? atau sekalian aja nggak usah kuliah jadi bisa langsung melamar Ernest. Hanya dengan catatan orang tuaku bukanlah orang yang menuntut 'harus jadi sarjana dulu baru nikah'.

AlenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang