Sarada versi sinting– ralat, kepribadian kedua Sarada saat ini sedang digandrungi kecemasan. Bagaimana tidak? Belum ia mendatangi Boruto, seseorang sudah membawanya kedalam WC. Sarada mengingat siapa orang itu.
"Tsubaki?"
"Sudah ku bilang, Sarada. Aku tidak akan membiarkanmu begitu saja berkeliaran di sekitar sekolah ini." Tsubaki menatapnya dengan kebencian yang menyala.
"Kau siapa? Statusmu apa di sekolah ini? Kau anak kepala sekolah kah? Atau kau pemilik tanah? Apa urusanmu denganku. Aku bersekolah di sini tentu saja aku sering berkeliaran. Dan kau? Hanya seorang pelajar yang suka semena-mena," ujar Sarada.
Tsubaki menggertakan giginya. "Kurang ajar! Kau masih belum mengerti ya!"
"Tidak." Respon singkat Sarada membuat Tsubaki naik pitam. Ia mengambil ember yang sudah diisi dengan air dingin itu ke tubuh Sarada. Sarada yang terguyur air pun menganga hebat. Sarada pagi ini memang belum mandi, tapi jika mandi dengan air dingin seperti ini Sarada tidak mau. Nanti sakit perut, isi pikirannya.
"Hah. Bagaimana rasanya? Enak?" tanya Tsubaki, ia tersenyum meremehkan.
"Dingin ..." Sarada benci kedinginan. Di saat dingin itu ia merasakan rindu yang amat besar kepada Sasuke. Sarada tidak lemah, melainkan ia sangat kuat, tapi ingatan tentang papanya membuatnya sedikit goyah. Ia hanya memaksakan diri untuk terlihat tegar.
Tangan Tsubaki terangkat untuk menjambak rambut Sarada. Kepala Sarada terasa sangat sakit, ia sulit untuk menahan agar tidak terjatuh. Sarada merosot ke dinding toilet, terduduk dalam posisi menahan kepalanya. Semua ingatan tentang Sasuke berputar-putar mengelilingi kepalanya.
Sarada menutup mata. Ia pingsan saat itu juga. Tanpa disadari, seseorang mengangkatnya.
***
Perempuan kecil itu menatap bingung sang mama. Jarinya yang mungil menyentuh tangan mamanya dengan telunjuk. Sakura berbalik menghadap Sarada kecil, menyentuh bahunya.
"Ada apa Sarada?" tanyanya.
"Papa kapan pulang, ma?" tanya Sarada.
"Besok." Hanya itu jawaban sang ibu. Selalu besok dan besok. Namun, keesokan hari Sasuke tidak kunjung pulang. Sarada kecil terus menanyakan dan selalu mendapat jawaban yang sama.
Tahun berganti dimana Konoha dilanda kedinginan. Kota itu dipenuhi oleh salju yang mengakibatkan rumah, pohon, serta di sekitarnya kebanjiran oleh hujan dingin. Sarada menatap salju yang kian tak berhenti. Merasa dingin, Sarada yang saat itu berusia 10 tahun mendekat ke perapian untuk menghangatkan tubuhnya. Sekali-kali Sarada menengok ke luar. Kata Sakura, Sasuke akan pulang hari ini. Sarada sangat kegirangan ketika mengetahuinya.
Hari demi hari sudah berlalu. Sasuke tetap tidak pulang. Sarada memberanikan diri untuk menembus padatnya salju. Keluar rumah mencari Sasuke.
"Sarada!" panggil Sakura dari dalam Rumah. "Kenapa ke sana? Sini cepat, disana sangat berbahaya!"
"Aku hanya pergi sebentar!" ujar Sarada sambil berlari.
Perasaan rindu yang tak terbendung lagi. Sarada sangat rindu pada papanya. Ia mencari ke sana-sini. Namun, itu semua cuma-cuma saja. Sarada duduk sambil menelungkupkan tangannya. Ia menangis dalam diam, tidak bersuara sama sekali.
"Kau kenapa?" tanya anak laki-laki yang seumuran dengannya. Ia duduk disamping Sarada.
"Nggak pa-pa." Sarada mengelap air matanya. Ia menatap anak kecil bermata biru cerah itu.
"Matamu merah. Menangis ya?" tanya anak itu lagi.
"Tidak," elak Sarada. Ia memalingkan wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe I Love You [BoruSara]
Fanfic"Dengar, namaku Uchiha Sarada, aku adalah leader mafia yang sangat terkenal di kalangan masyarakat. Kalau kau berani menyentuhku sesentil saja, aku potong burungmu itu!" "Oh ya? Jika begitu, bolehkah aku membuat yang 'kedua' itu bangun?" Bagaimana S...