Adrian segera menyewa speed boat untuk mencari Alana. Karena hari sudah malam, pemilik speed boat menolak untuk mengantarkan Adrian. Karena terlalu berbahaya jika mereka pergi malam ini, ombak terlalu tinggi, laut sedang pasang. Adrian menunggu dengan gusar, terpaksa mereka mencari Alana besok pagi. Baginya waktu berjalan sangat lambat, ia tak sabar menunggu esok hari.
"Lana, kamu di mana?" Adrian menerawang sambil melihat ke arah langit malam.
Sementara itu ....
"Gar, ini ikannya mau kita apakan?"
Alana bertanya kepada Edgar sambil menunjuk seekor ikan yang berhasil mereka pancing menggunakan kail milik orang yang menyewakan speed boat.
"Gue nggak bisa bikin api." Edgar menyesal karena dulu tak pernah bersungguh-sungguh mengikuti eskul Pramuka.
"Kita bikin sushi aja." Darrel yang selalu punya ide cemerlang, menyahut.
"Ya udah lo bikin, tapi yang enak, ya!" Edgar menyerahkan pisau yang dipegangnya kepada Darrel.
Dengan cepat Darrel mengerjakan perintah Edgar. Mereka semua takjub dengan hasil karya Darrel.
"Yakin, ini bisa dimakan?" tanya Alana sambil mengambil sepotong kecil ikan dan membauinya. Amis, huek!
"Lo makan dulu!" perintah Edgar.
Darrel yang sudah biasa makan sushi di restoran Jepang santai saja memakannya. Melihat Darrel makan dengan lahap, mereka semua jadi ikutan lapar. Hanya Alana saja yang masih ragu.
"Makan, Lan." Edgar menyuapi Alana.
"Ogah!"
"Enak kok, rasanya kenyal kek moci. Tapi rada amis."
"Huek!" Alana ingin muntah melihat Edgar mengunyah ikan mentah itu.
Setelah makan malam mereka semua duduk berjajar sambil memandang ke arah pantai. Edgar duduk di samping Alana. Wajah mereka bercahaya terkena sinar bulan.
"Gar, kalau sampai besok nggak ada tim SAR yang nemuin kita, gimana?"
"Pasti ada yang nemuin kita, Lan. Pacar lo si Adrian juga nggak akan tinggal diam liat lo ilang. Dia pasti nyariin lo."
Alana teringat akan janjinya untuk bertemu dengan Adrian. Kenapa ia baru teringat sekarang? Pasti sekarang Adrian panik mencarinya.
"Gar, lo beneran nggak punya perasaan apa-apa sama gue 'kan?"
Edgar kaget mendengar pertanyaan Alana, begitu juga Alexis dan Darrel yang sedari tadi mencuri dengar pembicaraan kedua orang itu.
"Lo nanya apa, sih?"
"Jawab aja, Gar. Kita juga penasaran." Darrel menyahuti.
"Gue nggak mau jawab pertanyaan bego kayak gitu." Edgar mengelak, membuat Alana semakin curiga.
"Soalnya dari dulu mas Adrian cemburu sama lo, Gar."
"Urusan dia lah."
"Jawab aja kenapa, sih?"
"Gue ... Gue emang sayang sama lo." Edgar menjawab ragu, sambil mengamati ekpresi Alana.
"Ih, apaan sih, lo? Geli gue!" Alana berteriak histeris mendengar jawaban Edgar.
"Gue belum selesai, maksudnya gue sayang sama lo sebagai teman doang." Edgar buru-buru meralat.
"Janji lo, ya! Sampai kapanpun perasaan lo ke gue nggak boleh berubah. Juki sama Cahyo jadi saksi."
"Sampai kapanpun kita akan berteman, walaupun besok kita udah punya kehidupan sendiri-sendiri. Kita tetap berteman. Sahabat untuk selamanya, berbagi dan saling menjaga, kau dan aku sahabat, untuk selamanya, selama-lamanya, setia .... ( Bernada)"
"Sya lala lalala ...."
Mereka menyatukan telapak tangan masing-masing, dan bersorak, menyebutkan yel-yel mereka.
"Geng SICH, go-go-go!"
(Nama geng yang aneh, dahlah gue males mikir hehe. Author nggak kreatif)
Setelah mengucapkan yel-yel, suara perut mereka berbunyi serempak. Kriyuuuuk ... Btw suara perut apa suara keripik 'tuh hehe ....
Mereka semua tertawa mendengar suara perut yang sudah seperti kor.
"Makan nggak makan yang penting kita ngumpul, paling besok mayat kita ditemuin tim SAR dalam posisi berjejer kek ikan pindang," ujar Juki yang dihadiahi geplakan teman-temannya.
"Mulut lo, ucapan adalah doa, tau!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Tapi Cinta
HumorNggak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita? Setuju? Kalau nggak percaya baca aja cerita ini.