35

902 176 1
                                    

"Bagaimana kalau kita menikah?"

Alana kaget mendengar perkataan Adrian, apa ia tak salah dengar? Me-menikah? Ia saja belum lulus SMA.

"Maksudnya setelah kamu lulus SMA," ralat Adrian, ia paham betul keterkejutan Alana.

"Ta-tapi kenapa mendadak, Mas?"

"Nggak mendadak, aku mikirin udah lama." Adrian berkata santai. Selalu seperti ini, Adrian selalu mengambil keputusan tanpa berunding dengannya. Alana mengeluh dalam hati.

"Tapi, Mas ...."

"Lan, aku dapat tawaran kerja di Sidney. Sayang kalau dilewatkan, itu impian aku dari dulu." Adrian berhenti bicara sejenak, ia melihat kegamangan di mata Alana.

"Kamu mau 'kan ikut aku ke sana? Kemungkinan aku akan lama di sana."

Alana merasa Adrian terlalu egois, ia selalu memutuskan sesuatu tanpa memikirkan perasaan Alana.

"Tapi kita 'kan bisa LDR, Mas?"

Adrian kecewa karena sepertinya Alana menolak ikut dengannya. Gadis itu memilih LDR daripada mengikutinya. Ia tersenyum miris, memang siapa dirinya? Sepenting itukah dirinya, hingga Alana tak mau berpisah darinya? Mungkin saja Alana berat meninggalkan Edgar di sini. Memikirkan kemungkinan itu rahang Adrian menegang.

"Rupanya aku salah, selama ini aku terlalu sibuk berpikir kalau aku adalah orang yang yang paling berarti bagi kamu. Padahal nyatanya bukan. Kamu berat ninggalin Edgar di sini?" Adrian bertanya dengan dingin.

"Mas, nggak gitu ...." Alana kesal karena Adrian selalu membawa-bawa Edgar dalam setiap permasalahan mereka. Tapi ada benarnya juga, ia tak mau jauh dari teman-temannya.

"Aku akan tetap pergi, dengan atau tanpa kamu." Adrian tetap bersikeras pada keputusannya.

"Tapi, Mas ...."

"Selama aku pergi, aku bebaskan kamu untuk tetap menunggu aku atau tidak. Aku nggak mau menggantung seseorang tanpa kepastian. Mungkin juga aku tidak akan kembali ke Indonesia, aku akan menetap di sana."

"Terus gimana dengan hubungan kita, Mas?" Alana resah memikirkan nasib hubungannya dengan Adrian.

"Aku hanya ada dua pilihan. Kamu ikut aku dan kita menikah, atau kita break sampai waktu yang nggak ditentukan."

"Sama aja kamu gantungin aku, Mas," protes Alana.

"Aku nggak ada niatan gantungin kamu, makanya aku ngajakin kamu nikah. Kamu sendiri yang menolak," bantah Adrian.

"Nggak semudah itu untuk menikah, Mas."

"Kamu yang mempersulitnya."

"Terus gimana kuliah aku?"

"Kamu bisa kuliah di sana, aku yang akan biayai kamu." Adrian merasa Alana hanya mencari-cari alasan saja.

"Tapi, bunda ...."

"Aku udah bicarain semuanya sama bunda, dan beliau setuju. Sekarang apa lagi?"

"Aku ...." Alana kesulitan mencari alasan lagi.

"Kamu berat ninggalin teman-teman kamu 'kan?" tebak Adrian. Ia kesal karena Alana tak membantah atau mengiyakan.

Adrian menghela nafas, ia tak mau terus begini. Jika memang Alana tak menganggap dirinya penting, maka ia akan pergi. Ia tak mau terus-menerus sakit hati karena merasa dinomorduakan oleh Alana.

Ia akan melupakan gadis itu, walau susah. Mungkin ia terdengar sangat egois. Ia tak peduli, ia hanya ingin mengamankan hatinya.

Tapi ia masih berharap Alana mau mengikuti dirinya ke Sidney, walau kemungkinannya kecil.

Kalaupun tidak, ia tak bisa apa-apa selain merelakan, mau bagaimana lagi? Mungkin mereka memang tak berjodoh. Walaupun setelah itu ia yakin akan susah sekali menghilangkan Alana dari pikirannya.

Gadis itu sudah banyak membawa perubahan dalam hidupnya. Keceriaanya membuat hidup Adrian yang monoton menjadi semakin berwarna.

"Bulan depan aku berangkat, kamu pikirkan baik-baik. Aku akan menghargai semua keputusan kamu."

Teman Tapi Mupeng (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang