Chapter 03

370 45 0
                                    

Di sebuah klinik Jantung.

"Jika di lihat dari hasil USG jantung terakhir, seharusnya sudah tidak ada masalah lagi," ucap Restu saat memeriksa hasil usg jantung milik pasiennya.

"Jadi, suami saya masih bisa beraktifitas, dok?"

"Beraktifitas boleh tapi tidak yang berat. Perbanyak olahraga ringan misalnya jalan kaki di sekitar kompleks rumah. Itu pun tidak harus langsung jarak jauh. Ya dua tiga rumah bolehlah."

"Baik dok."

"Oh iya jangan lupa pola makannya semakin di jaga ya Pak. Jantungnya kan sudah diperbaiki, jadi jangan makan makanan yang di pantang oleh tim ahli gizi ya."

Pria paruh baya itu hanya bisa menyengir lebar sambil menggaruk kopiahnya.

"Kasih tahu dok. Bapak itu suka bandel. Di depan dokter mah iya iya aja bilangnya. Kalo di rumah susah banget di kasih tahu."

Restu tertawa.

"Saya ngga akan melarang atau memarahi Bapak toh nanti yang merasakan ngga enaknya Bapak sendiri. Bukan saya apalagi anaknya Bapak. Kesembuhan itu harus di dapat dari dua pihak. Dokter sebagai pihak yang membantu mengobati, pasien sebagai pihak yang harus tahu diri. Jika keduanya bisa singkron satu sama lain, makan Tuhan akan menyembuhkan."

"Iya dok saya akan ingat ucapan dokter."

"Bukan diingat saja Pak tapi di lakukan dalam kehidupan sehari-hari."

Restu kembali tertawa. "Sudah sudah. Bapaknya kasihan kalau di marahi terus. Oh ya bulan depan tanggal 15 kontrol lagi ya."

"Terima kasih dokter ganteng," seru pria paruh baya itu membuat Restu salah tingkah.

"Sama-sama Pak. Sehat sehat terus ya Pak. Jangan sering ketemu di rumah sakit. Kita ketemunya di tempat lain aja."

"Baik dok."

"Untuk obat saya tidak banyak mengubah resep yang sebelumnya karena dosisnya cocok untuk bapak. Paling nanti saya tambah vitamin untuk merangsang nafsu makan bapak."

Ayah dan anak itu pun pamit. Barulah Restu bisa meluruskan pinggangnya dengan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Tubuhnya lelah menangani pasien yang membludak.

"Masih ada pasien lagi, Sus?"

"Sudah semua dok," jawab asiatennya. "Wah pasien klinik Jantung di weekend makin meroket berkat dokter Restu."

"Ah apaan sih Sus. Semua dokter juga bagus kok."

"Tapi dari sekian banyak dokter yang prakter di weekend, tetap saja dokter Restu jadi Primadonna."

Restu tertawa.

"Hush ah! Jangan kenceng-kenceng. Ngga enak kalau di dengar sama dokter senior yang lain."

Suara ketukan di pintu menghentikan tawa Restu dan asistennya.

"Ternyata bos dokter toh yang kedengeran rame sampai ke meja depan," seru Andaru sambil masuk ke ruangan praktek Restu.

"Kalo ada bos dokter datang itu artinya ini udah weekend." Restu tersenyum. "Apa kabar Bos dokter?"

"Baik. Kau sendiri?"

"Ya gitu gitu aja lah."

"Dok saya pamit dulu ya. Mau beberes pulang. Mari dok duluan."

Keduanya melambaikan tangan. "Mau kemana lu bosdok?"

"Bosdok bosdok! Gue punya nama."

"Iya gue tahu. Tapi seneng aja manggil bosdok."

Andaru melihat Restu menggeret tas golf miliknya dari dalam lemari. "Ikut dong. Lama nih ngga maen golf." Layaknya seorang anak kecil, Andaru mengekori kemana Restu pergi.

KEKASIH BAYARAN SANG PRESDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang