Prolog

31 5 2
                                    

Termenung di ujung ruang. Kebiasaan Vanila yang sudah beberapa minggu ini kerap ia lakukan.

'Apakah sesakit ini mencintaimu, Ka?'

'Sakit!'

'Hati aku sakit Aska'

Ingin ia menjerit bebas, menjerit untuk hal yang sama dengan kisah yang sama pula.

Masih-kah dirinya pantas untuk aku genggam?

Masih-kah diri ini mampu menerimanya kembali?

Masih-kah hati ini sanggup kembali?

Sekejam itu kisahku denganya

Dengan tubuh yang bergetar hebat dan derai air yang mengalir deras tanpa mau berhenti.

Ia kembali membuka buku miliknya. Buku yang senantiasa bersamanya, yang tau isi kehidupannya.

Buku itu ia beri judul 'VANILLA' buku yang menceritakan kehidupannya.

Lembaran demi lembaran ia buka. Kilatan bayangan itu muncul seketika, kekerasan, ketidak adilan, semua tertanam rapi di sana.

Dengan tekad kuat ia kembali mulai menorehkan tinta demi tinta di lembar putih itu.

Aska

Kamu kembali berulah
Mengabaikan aku seperti dulu
Aku kembali ragu
Ragu dengan kesungguhanmu
Walau kamu terus menyakinkan diriku.

Namun, dengan adanya sikapmu
Aku kembali untuk berfikir
Jauh di lubuk hatiku
Aku ingin dirimu

Dirimu seutuhnya!
Dan
Hanya aku pemikiknya!

Aku ingin merasakanmu
Ingin menikmatimu
Setiap saat di dekatmu
Selalu bersamamu

Tapi....

Tapi sekarang...
Sekarang aku ragu, Ka
Aku ragu

Mampukah kamu kembali?
Kembali dalam dekapanku?
Diri ini rindu

Rindu Askanya dulu

Aska, I Love You.

Hiks... hiks... hiks....

"Aku benci kamu Aska!"

"Kamu... hiksss jahat!"

Tok tok tok

Ketukan di pintu membuat Vanilla membekap suaranya.

Pasti ia ketahuan lagi

Ais bodoh!

Vanilla bodoh! rutuknya dalam hati.

"Vanilla ini ayah,"

"Boleh ayah masuk?"

"A-ayah," ucap Vanilla lirih

Bima masuk, dengan perlahan ia menutup pintu kamar putrinya. Ia berjalan menuju putrinya yang kembali ia temui di tempat yang amat ia benci!

"Dia lagi hmm?" tanya Bima pengusap kepala Vanilla sayang.

"A-ayah, maafin Vanilla hiks...."

"Vanilla sall..."

"Suttt!" cegah Bima menautkan telunjukknya di bibir putrinya.

"Udah ya. Anak ayah nggak boleh sedih, nanti tambah cantik. Bundamu cemburuan!" Ucap Bima hangat

"Ken-kenapa ayah?" tanya Vanilla

"Kecantikan bundamu kalah dibandingi kamu."

"Hahahaha...." tawa Bima

VANILLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang