Aska dan Vanilla menghabiskan waktu mereka satu hari penuh dengan kebahagiaan yang di bawa Aska.
Entah apa yang ada di dalam pikiran Aska kali ini, yang pasti ia tidak akan melepaskan miliknya begitu saja.
Apalagi sekarang ia tengah mengandung anaknya.
"Makasih ya, La. Aku gak tau harus bilang apa lagi. Selagi kata makasih." Aska memeluk tubuh kecil Vanilla mendekapnya begitu hangat.
"Seharusnya aku Aska yang bilang makasih sama kamu. Makasih udah mau nerima anak ini, aku gak masalah kalau kamu gak bisa nerima aku. Tapi jangan anak ini, dia gak salah Aska. Aku yang salah, kalau bukan karena aku yang ngasih kam...."
"Suttt." Aska membungkam bibir Vanilla dengan bibirnya.
Tentu Vanilla dibuat terkejut dengan perlakuan Aska yang tiba-tiba.
"Bukan kamu, La. Aku yang minta paksa, walau aku tau aku salah tapi aku tetep bersikeras buat ambil yang bukan hak aku."
"Maaf Vanilla." perih mata ini menahan sesuatu yang ingin turun terjun kebawah. Tapi, sebisa mungkin Aska menahannya. Ia tidak mau terlihat lemah oleh perempuan tangguh di depannya ini.
"Hey, hey. Bukan salah kamu, inget itu semua kecelakaan. Dan aku juga nggak nyesel buat ngasihya ke kamu. Aku tau kamu orang baik Aska, kamu pasti gak bakalan ngecewain aku. Iya kan?" tanya Vanilla menangkup pipi Aska, menatap mata Almond itu dengan penuh kehangatan.
Aska menarik kembali tubuh Vanilla dalam dekapannya. Ia sangat bersyukur, entah terbuat dari apa hati wanita di depannya ini. Yang pasti ia mencintai wanita ini.
Aksi mereka terhenti dikala dering ponsel Aska yang berbunyi. Aska mengeluarkan ponselnya, tertera nama Papa di sana.
Mau apa lagi dia? batin Aska
"Bentar ya, Papa telfone." izin Aska untuk mengangkat panggila. Vanilla mengangguk paham.
"Hallo pa."
"Kamu dimana?" terdengar dari suaranya Papa Aska seperti sudah tau bahwa Aska bolos hari ini.
"Kenapa?" tanya Aska
"Pulang kamu! jangan bilang kamu sama cewek sialan itu!" ucapan Papa Aska mampu membuat Aska.
"Cewem sialan yang papa bilang, dia pacar aku Pa!" tekan Aska
"Pulang kamu! jauhi anak sialan itu. Atau kamu kan tau akibatnya."
tut tut tut
panggilan terputus sepihak, Papa ini selalu saja membuat dirinya layaknya boneka.
"ARGHH" erang Aska menendang udara.
Vanilla mendengar semua percakap Aska dan Papa Aska di sebrang sana. Dia tau akan hal ini, namun dia juga bingung harus bagaimana.
"Ka," panggil Vanilla memeluk Aska dari belakang. Menyalurkan kekuatan untuk Aska, dia tahu Aska pasti bisa.
"Kamu pulang ya,"
"Lagian ini juga udah jam pulang kita. Nanti papa kamu tambah marah sama kamu kalau anak kesayangannya gak pulang. hahaha ...."
"La!" tegur Aska. Masih bisakah Vanilla tertawa di saat hal begini, terbuat dari apa hati Vanilla sebenarnya?
Aska membalikkan tubuhnya menghadap Vanilla. Ia menunduk dalam, tidak berani menatap mata indah milik Vanilla.
"Hei, kamu boleh pikirin ini lagi kok. Aku gak maksa kamu terima aku Aska, cukup dia. Cukup dia kamu terima keberadaannya, itu udah cukup buat aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
VANILLA
Teen FictionJauh dari lubuk hati Vanilla, ia ingin sekali merengkuh tubuh tegap yang biasanya selalu memberikan ia pelukan hangat. Namun, ia sadar bukan dirinya yang diinginkan. Sakit rasanya mengetahui tentang kebohongan yang amat manis di beri sang pemilik h...