Persaingan Sengit

33 8 42
                                    

Hari pertama seleksi majalah sekolah dapat dilalui Mason dengan lancar, tanpa ada hambatan apapun. Walaupun dia harus menahan rasa hancurnya melihat Elena dan Roy yang seakan mengumbar kemesraan didepannya. Semangatnya tidak padam begitu saja karena asmara. Bahkan tekadnya untuk membuktikan pada Elena, bahwa dia bisa tanpanya sangat kuat dalam hati Mason dan seakan memotivasi dirinya.

"Secara tidak langsung genderang perang itu akan betabuh keras di hatiku, aku tidak akan menyerah hingga titik akhir, hingga kedudukan pemimpin redaksi majalah sekolah itu aku raih," gumam Mason ketika keluar ruangan seleksi.

Hari kedua masih seperti sebelumnya, diisi dengan berbagai hal tentang menulis. Yang lebih spesial di hari ini adalah adanya semacam Panic Test, yaitu tes mendadak yang diadakan panitia untuk mengetahui seberapa tinggi kesiapan dan kreatifitas semua peserta audisi.

" Baiklah untuk pemateri kita hari ini adalah Pak Sartono, guru Bahasa Indonesia termuda di sekolah kita," kata pemandu acara menyambut kedatangan Pak Sartono masuk keruangan. Beliau masuk sambil membawa kotak hitam yang berukuran lumayan besar.

Para peserta perempuan langsung berteriak histeris ketika guru berusia 24 tahun tersebut memasuki ruangan. Perawakannya yang tinggi, tampan, dan berkulit putih mirip aktor Korea memang menjadi daya tarik sendiri bagi Pak Sartono. Selain itu dia terkenal ramah kepada semua muridnya.

"Oke, untuk tes hari ini adalah membuat sebuah puisi dengan benda yang ada di meja," ucap Pak Sartono sambil memandang semua peserta seleksi dihadapannya. Terlihat beberapa peserta perempuan yang senyum- senyum sendiri memandangnya.

Pak Sartono mengeluarkan tiga buah benda berbeda dari dalam kotak besar yang dibawanya. Benda-benda tersebut diletakkan di atas meja yang menghadap ke semua peserta seleksi. Ketiga benda tersebut adalah, bunga, layangan, dan juga batu.

"Pilih salah satu diantara benda tersebut dan buatlah karya tulis dengan minimal 50 kata, waktu kalian hanya sepuluh menit. Apa kalian semua mengerti?" ucap Pak Sartono kepada semua peserta.

"Mengerti pak," ucap semua peserta dengan kompak.

"Baiklah, panic test kita mulai dari sekarang!"

Seluruh mendadak jadi sunyi tanpa suara. Semuanya larut dengan imajinasinya agar bisa melalui panic test kali ini dengan lancar. Begitu juga dengan Mason, Elena dan juga Roy. Hari ini beruntung bagi Mason, karena mendapat tempat duduk yang lumayan jauh dari Roy dan Elena.

"Mau buat puisi atau karya yang lain sayang?" bisik Elena kepada kekasihnya.

" Buat apa ya? aku nggak siap apapun untuk tes ini," jawab Roy. Dia terlihat kebingungan karena tidak ada persiapan apapun. 

Disisi lain Mason tampak tersenyum sendiri sambil membaca dalam hati karya yang baru saja  dibuatnya. Sebuah puisi dengan mengambil objek layang-layang . Dia merasa lega karena bisa melewati tes ini dengan lancar.

"Waktu selesai! Kumpulkan karya kalian sekarang!" ucap Pak Sartono. Ruangan mendadak menjadi ramai bagai pasar. Hampir sebagian besar peserta terlihat kebingungan karena belum berhasil menyelesaikan karyanya.

Mason maju pertama kali mengumpulkan karyanya. Disusul beberapa peserta perempuan setelahnya. Hal ini tentu menimbulkan perasaan iri di hati Roy yang melihatnya. Karena Roy belum bisa menyelesaikan karyanya dan terpaksa mengumpulkan sedapatnya.

" Hai Son, kamu kelihatan antusias sekali mengikuti seleksi majalah sekolah ini?" kata murid perempuan yang duduk dibelakangnya.

Mason langsung menoleh ke belakang ke sumber suara. Dia tampak sedikit kaget karena sahabatnya ternyata juga tengah mengikuti seleksi yang sama.

"Eh Tiffany, aku kira siapa, kamu juga ikut seleksi ini to?" tanya Mason berbasa-basi. Mason tampak sedikit tertegun melihat sahabatnya berpenampilan sangat cantik hari ini.

"Iya Son, aku juga penasaran dengan organisasi baru ini. Sekalian mengembangkan kemampuanku dalam dunia nulis," jawab Tiffany.

"Selamat berjuang ya semoga lolos seleksi."

"Terima kasih Son, kamu juga ya," balas Tiffany sambil menatap wajah Mason. Mason secara tidak sengaja juga membalas tatapan itu.

"Perhatian semuanya!"

Suara pemandu acara melalui mikrofon itu menyadarkan Mason dan Tiffany. Mason langsung membalikkan badannya kembali dan memfokuskan diri kearah pemandu acara. Didalam hatinya timbul perasaan aneh. Namun Mason masih bingung mengartikan perasaannya.

"Setelah kami membaca semua karya kalian, kami telah memilih dua karya terbaik. Kami minta dua karya yang terpilih membacakan hasil karyanya di hadapan semua yang ada di ruangan ini."

"Semoga aku, semoga aku," batin Mason.

"Karya terbaik kedua adalah karya Elena yang berjudul, Bunga Rindu. Silahkan Elena Katerine maju membacakan karyanya," ucap pemandu acara.

Elena langsung maju ke depan dan membacakan puisinya dihadapan semua peserta dan panitia. Tepuk tangan meriah diberikan semua yang ada untuk mengapresiasi karya indah Elena.

"Kini saya akan mengumumkan karya terbaik pertama, karya tersebut adalah ...."

Pemandu acara menjeda ucapannya. Semua peserta terdiam menanti kata selanjutnya yang akan diucapkan sang pemandu acara. Mereka berharap karyanya yang akan disebut oleh pemandu acara dan menjadi karya terbaik di sesi panic test hari ini

"Karya terbaik kita hari ini adalah karya Mason Abraham yang berjudul  Layang-layang," ucap pemandu acara diiringi tepuk tangan meriah seisi ruangan."Silahkan Mason Abraham maju ke depan membacakan hasil karyamu."

LAYANG-LAYANG

Layang-layang itu kini terbang tinggi
Terbang bebas di atas awan
Melambung tinggi seakan menghardik diriku
Raihlah aku, jika kau mampu

Diriku lelah karena terus berlari
Mengejar cinta yang ternyata hanya mimpi
Cinta itu terus melambung tinggi
Meninggalkanku yang masih berpijak di bumi

Layang-layang itu kini tak terlihat lagi
Tak mampu terjangkau, tak mampu tergapai
Entah kemana lagi layang-layang itu akan turun ke bumi
Setelah diterjang angin, diterpa badai

Aku memutuskan untuk pulang
membawa kecewaku dengan tangan hampa
Kesalahan yang lalu tak mungkin aku ulang
Karena jalan yang baru selalu terbuka

Tuhan,
Berikan layang-layang pengganti
Yang tidak mudah putus lagi

Semua yang ada di ruangan bertepuk tangan begitu selesai membacakan puisinya. Mason tersenyum puas atas pencapaiannya hari ini.

***

Tepat pukul empat sore acara seleksi majalah sekolah selesai. Masih ada 4 hari lagi yang harus dilalui Mason untuk bisa sampai ke tahap puncak acara, yaitu tahap pengumuman anggota. Juga pemilihan pemimpin redaksi yang akan dipilih langsung oleh kepala sekolah.

"Awal yang baik untuk langkah yang baik,"

Suara seseorang menghentikan langkah Mason yang tengah berjalan menuju parkiran sekolah. Pemilik suara itu terlihat telah berdiri disampingnya.

"Terima kasih Tiffany, aku juga tidak menyangka bisa dinobatkan menjadi karya terbaik," ucap Mason.

"Selamat, aku pikir kamu tengah berambisi menjadi pemimpin redaksi, kan?" selidik Tiffany.

"Kamu tahu dari mana?" tanya Mason heran. Karena seingatnya dia tidak pernah menceritakan ambisinya kepada siapapun.

"Aku hanya menduga-duga, hahaha," kelakar Tiffany. "Aku nebeng pulang ya, boleh kan?"

"Oke boleh deh," ucap Mason pasrah. Gadis manis itu tersenyum ke arah Mason. Senyum manis yang menggetarkan hati Mason.

Ada apa dengan perasaan Mason terhadap Tiffany hari ini?

Aku (Masih) Sayang KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang