Calon Pemimpin Redaksi

30 9 37
                                    

Persaingan antara Mason  dan Roy masih berlanjut hingga hari keempat. Hari ketiga kemarin Roy juga harus mengakui hasil gambar karya Mason yang masih menjadi yang terbaik di antara semua peserta seleksi. Dan mulai hari keempat ini Roy bertekad untuk bisa mengungguli Mason yang menjadi rivalnya. Dalam hati Roy timbul rasa iri yang membakar hatinya.

Mason datang lebih awal dan telah duduk di bangkunya bersama Tiffany. Sejak hari kedua mereka bertemu di acara seleksi itu, di hari-hari selanjutnya keduanya selalu terlihat bersama. Bukan hal mengherankan sih, mengingat Tiffany adalah sahabat Mason sejak duduk di bangku Sekolah Dasar.

Terlihat Roy dan Elena berjalan bergandengan mesra memasuki ruangan. Mason hanya melirik sekilas tingkah mesra keduanya. Memang tidak tahu waktu dan tempat keduanya. Hingga tanpa diduga,kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu berjalan mendekati bangkunya.

"Aku heran puisi biasa gitu kok bisa jadi yang terbaik?" sindir Roy ketika berada di depan bangku yang diduduki oleh Mason.

"Emangnya ada yang salah?" tanya Mason dengan heran.

"Cuma aku rasa nggak pantas saja sih, karena karyanya juga masih layak punyaku." jawab Roy dengan ketusnya.

"Aku nggak butuh penilaian darimu, biar panitia yang memutuskan," jawab Mason dengan tenang. Dia sadar Roy seperti tengah memancing emosinya.

"Berani-beraninya ya kamu bilang gitu, mau gue hajar?" tantang Roy.

Tangan kanan Roy telah siap melayangkan bogem mentah ke wajah Mason. Namun Elena langsung  menahannya.

"Udah nggak usah ribut disini, sebentar lagi acaranya mulai sayang," cegah Elena.

"Noh urusin pacarmu yang sok jagoan itu!" ucap Mason.

Elena langsung menggandeng kekasihnya untuk duduk di bangku mereka. Tentunya agar keributan tidak semakin memanas. Elena tahu betul kalau Mason itu pemegang sabuk hitam karate. Jadi andai berduel dengan Roy itu juga urusan sepele bagi Mason. Namun Mason orang yang baik, dia tidak akan menggunakan ilmu bela dirinya untuk kesombongan.

"Udahlah yang, ngapain kamu mancing keributan dengan Mason?" tanya Elena sesampai di bangku mereka.

"Aku tak ingin peluangku untuk menjadi pemimpin redaksi  majalah harus sirna dan digantikan oleh Mason."

"Kita pakai cara lain saja, kita harus berusaha buat karya yang lebih baik lagi," nasihat Elena.

***

"Para peserta seleksi yang terhormat, hari ini akan diumumkan dua calon kandidat pemimpin redaksi dan juga wakilnya. Kandidat ini dipilih berdasarkan perkembangan peserta selama mengikuti seleksi dari hari pertama hingga hari keempat." ucap sang pemandu acara.

Semua peserta terdiam. Mereka menantikan siapa yang bakal ditunjuk menjadi kandidat pemimpin redaksi. Begitu juga Mason dan Roy yang menantikan keputusan panitia dengan perasaan cemas.

"Kandidat calon pemimpin redaksi adalah.... "

Semua peserta seakan menahan nafasnya menantikan nama yang disebutkan oleh pemandu acara.

"Mason Abraham dan Roy William."

Mason tampak kaget sekaligus senang mendengar namanya disebut dengan lantang oleh pemandu acara. Harapannya untuk menjadi pemimpin redaksi majalah terbuka lebar. Kini tinggal dia menunjukkan segala kemampuannya di dunia menulis agar bisa menjadi yang terbaik.

"Kandidat calon wakil pemimpin redaksi adalah, Elena Katerine dan Tiffany Angeline," ucap pemandu acara.

"Kenapa aku kepilih? kok bisa?" bisik Tiffany kepada Mason. Dia terlihat kebingungan mendengar namanya disebut menjadi kandidat wakil pemimpin redaksi.

"Udah anggap aja rejeki, jangan ditolak. Toh ini tantangan bagimu," balas Mason.

Acara seleksi hari ini dilanjutkan dengan materi tentang menulis yang disampaikan oleh salah satu guru Bahasa Indonesia di sekolah itu. Materi kali ini membahas tentang PUEBI alias Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Memang hal ini yang menjadi hambatan bagi beberapa penulis pemula. Bahkan penulis yang sudah profesional juga terkadang masih terdapat kesalahan di hal ini.

Mason sangat antusias mendengarkan materi yang disampaikan. Setiap hal yang dirasa penting dia catat di buku kecil yang dibawanya sejak hari pertama. Dia sadar betul bahwa ilmunya di dunia menulis masih sangat kurang. Mason masih membutuhkan banyak bimbingan dan masukan.

***

"Aku nebeng lagi boleh kan?" tanya Tiffany ketika berjalan berbarengan dengan Mason.

"Oke gapapa tapi nggak gratis ya, hahaha " kelakar Mason.

"Kamu mau apa? Es dawet, boba, atau bakso bakar?"

" Aku mau kamu aja, hehehe."

"Dasar buaya. Yuk aku traktir bakso bakar depan gerbang," ajak Tiffany sambil menggandeng tangan Mason.

Keduanya tampak berlari kecil menuju penjual bakso bakar yang mangkal di depan gerbang sekolah. Tampak penjual berusia 35 tahunan itu dikerumuni oleh para siswa yang antri membeli dagangannya. Mason dan Tiffany juga tengah menunggu giliran untuk dibakar kan bakso bakar yang terkenal lezat dan murah itu.

"Ini bakso bakar untuk calon pemimpin redaksi, semoga semakin semangat memperebutkan tahtanya," ucap Tiffany sambil menyerahkan satu plastik berisi bakso bakar super pedas kepada Mason.

"Wah terima kasih banyak ya, jarang-jarang luh kamu kasih traktiran seperti ini,"

"Iya, karena aku suka kamu," gumam Tiffany dengan lirih.

"Apa? kamu bilang apa?" tanya Mason yang rupanya mendengar gumaman nya.

"Nggak kok, nggak! Karena kita kan sahabat dari kecil, hehehe," jawab  Tiffany sekenanya. "Udah ayo kita pulang, sebentar lagi hujan akan turun."

Ada apa dengan Tiffany? Apakah perhatiannya karena ada maksud lain terhadapku? Mengapa tiga harian ini dia mendadak sangat perhatian terhadapku?

Berbagai pertanyaan muncul dalam benak Mason. Namun dia hanya memendamnya sendiri. Hingga mungkin waktu yang akan menjawab semuanya.

Aku (Masih) Sayang KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang