Segala Cara

22 7 32
                                    

Tekad Roy untuk mengungguli Mason yang selalu menjadi yang terbaik beberapa hari ini sangat kuat. Dia merasa terancam karena posisinya yang menjadi ketua majalah dinding terasa terabaikan. Bahkan satu kali pun dia tidak bisa mengunggulinya.

Hari ini merupakan hari terakhir proses seleksi anggota majalah sekolah. Juga merupakan hari penentuan siapa saja yang menjadi tim majalah sekolah. Bisa dikata, hari ini merupakan puncaknya acara seleksi yang dijalani selama seminggu ini.

"Selamat siang semuanya. Karena hari ini merupakan hari terakhir seleksi penerimaan anggota majalah sekolah, maka hari ini akan diisi oleh penyampaian visi dan misi calon pemimpin redaksi. Untuk saudara Mason dan Roy silahkan maju ke depan," ucap panitia mempersilahkan keduanya.

Mason melangkah terlebih dahulu dari sisi barat menuju ke depan menghadap semua peserta. Dia tampak berjalan santai tanpa beban sedikitpun. Sebaliknya, Roy yang berjalan dari sisi yang berlawanan tampak grogi dengan ekspresi gugup yang terlihat sengaja dia sembunyikan.

"Untuk Roy William silahkan perkenalkan diri anda dan sampaikan visi misi anda untuk redaksi majalah sekolah setahun kedepannya,"

"Baik pak, terima kasih. Selamat siang semuanya, perkenalkan saya Roy William murid dari kelas XI IPS 1. Saya disini ingin menyampaikan visi misi saya. Saya ingin.... em.... sa-saya ingin.... " ucap Roy terbata dan menjeda pidatonya.

Dia terlihat sangat gugup sekali. Bahkan keringat mulai mengalir deras membasahi tubuhnya. Beberapa peserta lain terlihat menahan tawanya melihat pemandangan itu. Sungguh ini merupakan hal yang paling memalukan bagi seorang Roy William.

"Em... saya ingin membawa tahun pertama redaksi majalah sekolah ini dengan lebih baik," ucap Roy dengan cepat.

"Caranya?" sahut pak Dhani, kepala sekolah SMA Cenderawasih.

"Em... caranya saya akan bekerja dengan giat memimpin anggota saya," ucap Roy dengan gugupnya. Pak Dhani hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum melihat tingkah Roy.

"Ada yang ingin kamu sampaikan lagi?"

"Sudah itu saja pak."

"Baiklah silahkan kembali ke tempat dudukmu,"kata pak Dhani. Roy langsung menuju tempat duduknya.

Kini giliran Mason yang harus menyampaikan visi misinya. Dengan percaya diri yang tinggi, Mason memandang semua peserta seleksi di depannya. Pandangannya terhenti sejenak tepat menatap wajah Tiffany. Tiffany yang sadar ditatap Mason hanya tersenyum. Senyuman manis yang membius Mason untuk sekian detik. Menyuntikkan semangat bagi Mason untuk menyampaikan pidatonya sebaik mungkin.

"Kamu pasti bisa," ucap Tiffany dari kejauhan. Walau tidak terdengar namun gerak bibir mungilnya dapat dengan jelas mewakili apa yang dia katakan.

"Selamat pagi semuanya?" ucap Mason kepada seluruh peserta seleksi. Tentu semua yang ada disitu malah tertawa.

"Ini siang Mason," sahut salah satu peserta.

"Kalian pasti heran kenapa saya mengucapkan selamat pagi? Itu memang saya sengaja," ucapnya. Seluruh peserta seleksi terdiam."Saya sengaja mengucap selamat pagi, agar kita selalu bersemangat. selayaknya kita yang mempunyai semangat penuh di pagi hari untuk menjalani aktifitas," kata Mason dengan tenang.

"Saya hanya ingin memimpin redaksi majalah semaksimal saya.Visi saya adalah Melangkah bersama untuk maju. Kita harus bekerjasama menjadi sebuah tim. Tidak ada kata senior dan junior, kita semua sama. Hanya tugasnya saja yang berbeda," ucap Mason dengan lantang.

Pak Dhani yang mendengar apa yang telah disampaikan oleh Mason tampak tersenyum puas. Dari cara penyampaiannya yang tanpa rasa gugup sedikitpun, Pak Dhani yakin bahwa Mason jauh lebih siap untuk dipilih menjadi pemimpin redaksi periode pertama ini.

Aku (Masih) Sayang KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang