Part 8

534 63 12
                                    

Rey yang tadinya memegang dada pun kembali mengangkat bangkunya. Dia tak menghiraukan ocehan tidak penting yang keluar dari mulut jahat mereka.

Dia membawa bangku itu ke kelas XI IPA 6 sesuai dengan perintah gurunya. Sesudahnya Rey berjalan ke kelasnya. Sepanjang jalan dia memikirkan penyakitnya yang sering kambuh akhir-akhir ini. Jangan sampai kekasihnya itu tahu bahwa dirinya tidak meminum obat lagi. Sandrinna pasti akan sangat marah.

"Rey!" Tidak sengaja Rey berpapasan dengan Sandrinna di depan pintu. Saking kagetnya Rey sampai mengelus dadanya.

"Kamu abis dari mana?" Tanya Sandrinna.

"Aku abis dari kelas Ryan. Bunda nitip barang," jawabnya dengan terbata-bata.

Saat Sandrinna ber-oh ria, dari tempat duduknya Ratu menarik tangan Sandrinna dan memberitahunya bahwa ada guru yang akan masuk ke dalam kelas.

"Bu Heni galak banget. Lu ngomong satu kata aja dia bisa langsung tau, pokoknya Bu Heni ngga suka kalo ada yang ngomong waktu pelajarannya," bisik Ratu sebelum guru itu masuk.

"Baik. Kita akan melanjutkan materi Minggu lalu, buka buku tugas kalian dan maju ke depan untuk menjawabnya. Silahkan yang mau maju,"

Hening. Tidak ada satupun siswa yang menyahut ataupun maju ke depan. Kelas ini memang hanya bisa berkoar-koar saja, tapi kalau disuruh mengerjakan tugas langsung menciut. Cemen. Kata guru wanita itu dalam hati.

"Disini ada orang kan? Siapa yang mau maju ke depan? Apa perlu saya tunjuk satu-satu?" Tanyanya.

"Kelas ini memang jago. Iya jago mencari ribut! Disuruh ke depan untuk menyalin jawaban saja tidak bisa!"

Sebagian siswa ada yang menunduk sambil menggerutu di dalam hati, ada juga yang pura-pura sibuk membaca buku seolah tidak tahu apa-apa. Sedangkan Ratu, bibirnya komat-kamit membacakan doa agar dia tidak ditunjuk ke depan.

Tanpa menoleh ke kanan kiri, Sandrinna berdiri dan melangkah ke depan papan tulis. Membuat hampir seluruh siswa melongo melihatnya.

"Wahh, kamu anak baru kan?" Tanya guru itu.

"Iya Bu," Sandrinna sedikit membungkukkan tubuhnya.

"Silahkan ambil spidolnya dan tulis jawaban dari soal yang ada di papan,"

"Gue ngga yakin dia bisa. Anak kemaren sore mana tau apa-apa," bisik salah satu siswa.

"Sok caper tu pasti. Pengen dipuji sama guru galak kayak Bu Heni, biar dijadiin anak emas," balas teman disampingnya.

"Kemarin ibu mengajar di kelas sebelah. Waktu ibu suruh mereka menjawab ke depan, mereka antusias. Berebut untuk menjawab soal. Ibu pikir kelas ini juga, eh ternyata kelas ini zonk! Seharusnya kalian bisa mencontoh kelas sebelah!"

"Perhatikan! Lihat teman kalian di depan. Dia adalah contoh murid yang berani, pintar, percaya diri, dia mau mengerjakan soal di depan. Bukan malah seperti kalian, pemalas!"

Ada beberapa murid yang saling berbisik dan mengeluarkan unek-uneknya dengan teman sebelahnya. Sisanya menggerutu di dalam hati.

Kenapa ada guru yang harus membeda-bedakan setiap kelas? Atau setiap murid yang cerdas dan bodoh? Bukankah tugas guru memang membuat murid-muridnya menjadi pandai?

Saat Sandrinna berbalik dan menuliskan jawabannya di whiteboard, teman-temannya yang dibelakang menertawakannya sambil berbisik.

"Apaan tuh merah-merah di roknya?" Bisik mereka.

"Woy! Bocor noh," celetuk siswa pria yang berdiri lalu duduk lagi.

"Siapa yang mau beliin roti Jepang buat anak baru? Kasian tuh. Hahaha,"

"5 ribu dapet 3 kan? Mau gue beliin?" Goda murid laki-laki sembari bersiul.

Ratu gelisah karena mendengar mereka saling berbisik membicarakan sahabatnya. "San?" Panggil Ratu yang jelas tidak terdengar sampai ke depan.

Sandrinna menengok dan melihat rok belakangnya. Dia menyentuh roknya. Ada saus berwarna merah yang menempel di rok abu-abunya hingga menimbulkan warna seperti wanita sedang menstruasi. Siapa yang sengaja melakukan ini padanya?

"Hah? Kok bisa," cicitnya. Sandrinna merasa malu karena ditertawakan oleh teman-temannya.

"Heh! Ini tuh bukan stand up comedy! Ngapain lu semua ketawa-tawa?" omel Ratu yang berdiri menggebrak meja.

"Ratu! Diam! Diam kalian semua!" Teriak Bu Heni.

"Saya kan sudah pernah bilang, jangan bercanda dan berbicara saat pelajaran saya sebelum saya suruh kalian bicara! Ini semua siswa malah tertawa, meledek teman didepannya dan kamu Ratu! Jangan menggebrak meja saat ada guru! Itu tidak sopan namanya!"

"Lain kali saya akan bilang ke wali kelas kalian untuk mengajarkan anak muridnya adab dan etika! Supaya kalian semua tau bersikap sopan santun itu bagaimana," Sambungnya.

Sandrinna mencoba menahan emosinya. Perlahan dia menghembuskan nafas panjang. Rey di tempat duduknya terlihat cemas ketika melihat kekasihnya mendapatkan ejekan dan sorakan dari teman sekelasnya.

Sandrinna memberikan isyarat kepada Rey agar dia tidak usah cemas mengenai kondisinya. Sandrinna yakin. Suatu hari nanti mereka yang mengejeknya juga akan merasa bosan.

-

Jangan lupa tinggalkan jejak, terimakasih^^

Mendua Untuk Setia | ReysanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang