"Nenek, saat aku pergi nanti tolong berikan surat ini ke orang yang bernama Suna Rintarou ya" Sang Nenek nampak tak percaya akan apa yang baru saja keluar dari mulut cucunya. Ia memandang surat putih yang di tujukan untuk Suna dengan pandangan tak percaya.
"Shin–"
"Shin mohon nek, dia orang yang akan sangat hancur jika Shin pergi nanti. Setidaknya hanya dengan surat ini Shin bisa membuatnya tak terlalu hancur jika Shin pergi"
****
Wanita paruh baya itu melihat dengan pandangan sedih ke arah pemuda yang kini masih terdiam di depan meja sembayang dengan foto cucunya di sana.
Air matanya kembali tumpah kala mengingat pembicaraannya dengan sang cucu malam sebelumnya. Saat Kita tiba-tiba ingin memakan Tofu Hambager lagi dan ingin dirinya sendiri yang mengantar kesana.
Di pandanginya amplop putih yang kala itu diberikan Kita seraya di usap dengan lembut.
Benar apa yang dikatakan Kita tempo hari, orang yang akan sangat hancur saat mengetahui kepergiannya selain keluarganya sendiri adalah Suna Rintarou.
Terlihat dari pemuda itu yang terus menerus datang ke rumahnya hanya untuk berdoa lalu termenung sangat lama di sana.
Beliau mengusap matanya, membersihkan wajahnya dari air mata dan berjalan mendekati Suna.
Suna menoleh saat mendengar langkah kaki yang mendekat, dengan segera ia berinisiatif memberikan Zabuton yang ia gunakan ke Nenek mendiang kekasihnya.
"Tak apa, gunakan saja nenek sudah biasa tanpa alas" Suna menatapnya sejenak, ia kemudian menunduk dan kembali duduk seperti semula.
"Shinsuke pasti sangat sedih jika melihatmu terus-menerus sedih, Rintarou-san"
Bahunya terangkat sedikit, namun hal itu tak membuat Suna mengangkat kembali kepalanya. Ia tetap menunduk serta mengangguk kecil sebagai respon atas perkataan Nenek Kita tadi.
"Shinsuke anak yang sangat baik walau ia disiplin dan kaku begitu, dia sangat perhatian dalam segala hal. Walau pergerakannya terbatas sejak dulu ia tetap bersyukur dan tak pernah mengeluh atas hidupnya"
Beliau menatap foto cucunya yang terpajang apik di sana, sebuah foto saat Kita pertama kali masuk SMA Inarizaki. Senyumnya mengembang begitu lebar bahkan sangat manis jika di padukan oleh wajahnya yang jarang berekspresi.
Beliau kemudian beralih menatap ke pemuda yang tak menyahuti ucapannya. Amplop tadi ia keluarkan lalu di geser menuju sebelah pemuda sipit tersebut.
"Shinsuke sangat menyayangimu Rintarou-san, ia bahkan menuliskan surat ini agar kamu tak terlalu terpuruk atas kepergiannya"
Suna melirik, tangannya dengan ragu menerima surat tersebut bahkan tanpa sadar tangannya pun bergetar.
Dengan agak tergesa dibukanya amplop tersebut dengan segera mengeluarkan secarik kertas yang ada di dalamnya.
****
Untuk Suna Rintarou, malaikat kebahagiaanku.
Rintarou saat kamu membaca surat ini, itu tandanya aku sudah tenang di atas sana, tolong ikhlaskan kepergianku ya? Aku tahu kamu hancur sekarang karena kepergianku tapi aku mohon jangan terlalu lama ya?
Rintarou, aku sangat berterima kasih padamu. Karenamu aku bisa merasakan betapa senangnya aku di dunia ini dengan orang yang menyukaiku dengan tulus dan memberikan kebahagiaan padaku tanpa batas. Kamu mengajarkanku untuk lebih banyak tersenyum, menjadi pribadi yang lebih lembut pada orang lain dan banyak hal lagi walau ruang gerakku amat terbatas. Semua itu tak akan bisa aku lakukan tanpa bantuanmu terima kasih.
Rintarou, apa kamu tahu? Seseorang yang mendekati ajalnya akan mengenang kembali bagaimana ia hidup di dunia ini dari ia kecil sampai dewasa. Ya, aku sudah mengalaminya beberapa kali. Sejujurnya aku takut dengan kematianku sendiri tapi dengan kamu yang selalu ada di sisiku, perlahan aku mulai merasa siap dengan kematianku sendiri karena aku tahu, kita akan berjumpa di kehidupan selanjutnya.
Terakhir
Rintarou, aku harap kamu bisa menjaga Nenekku sama seperti kamu menjagaku, lalu tetap lah jalani harimu seperti biasa ya? Aku akan selalu mengawasimu dari atas sini.Salam dariku
Kita Shinsuke yang menyukai Suna Rintarou.Tetes demi tetes air mata kembali membasahi matanya, beberapa ada yang jatuh ke atas kertas dengan tulisan tangan Kita disana. Suna mengusap air matanya kasar, di taruhnya kertas itu kembali ke amplop dan memandang nanar ke foto kekasihnya.
Sebuah senyum yang di iringin dengan lelehan air matanya menjadi petanda bahwa ia perlahan-lahan mulai mengikhlaskan kepergian Kita.
"Aku menyukaimu juga Shinsuke, aku ikhlas dan sampai bertemu di kehidupan selanjutnya juga"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunburn (SunaKita)
Short StorySengatan panas yang di rasakan Kita saat itu membuatnya lupa akan rasa sakit yang ia derita dalam 18 tahun hidupnya.