Xeroderma Pigmentosum adalah kelainan genetik yang mengakibatkan penderitanya menjadi sangat sensitif terhadap sinar matahari. Xeroderma Pigmentosum tergolong penyakit langka yang diperkirakan memengaruhi 1 dari 250.000 orang di seluruh dunia.
Kita Shinsuke adalah 1 dari sekian orang di dunia yang mengalami hal tersebut. Orang tuanya tak mengalami hal itu, tapi mutasi gen lah yang menyebabkan dirinya menderita penyakit langka tersebut.
Saat umurnya 2 tahun ruam merah serta kulit yang mengelupas selalu ia rasakan tiap harinya, bagaimana rasanya hampir merenggang nyawa karena berada di bawah sinar matahari terlalu lama.
Bahkan 95% rutinitasnya saat itu hanya lah bermain di tempat yang tertutup, tak ada satu pun cahaya matahari yang menembus tempat bermainnya.
Tumbuh tanpa sinar matahari selama 18 tahun bak menjadi vampire hidup di dunia sekarang.
Kulitnya pun berbeda dengan orang kebanyakan, kulit putih seputih bunga salju yang turun pertama kali dari langit. Bahkan sekarang pun ia bisa melihat secara samar pembuluh darahnya akibat menipisnya kulit.
Dirinya sedikit beruntung karena masa kecilnya ia tak cacat ataupun kelainan lain berbeda dengan kasus Xeroderma Pigmentosum yang pernah baca sebelumnya.
Dia juga bersyukur masih bisa di berikan umur sampai menginjak umur ke 18 tahunnya. Walau banyak perkataan dari dokter yang mengatakan dia hanya bisa hidup selama 20 tahun namun ia tetap bersyukur akan hal itu.
Dia juga bersyukur Suna datang ke kehidupannya dan memberikan warna di hidupnya itu dengan segala perhatiannya. Membuatnya merasa sangat senang dan bahagia atas itu semua.
****
"Suna?"
Suna tersenyum canggung, ia tak menyangka jika di dalam juga terdapat nenek pemuda itu.
Ia pun menunduk sedikit, memberi hormat pada wanita sepuh itu yang memandang heran ke arahnya.
"Apakah itu Suna yang kamu ceritakan Shin?" Tanya wanita tersebut seraya memandang ke arah cucunya.
Suna berjalan masuk lalu mendekatkan dirinya pada nenek Kita, "Iya nek, saya Suna Rintarou"
"Ohh ternyata kamu lebih tampan dari dugaan nenek ya" beliau tertawa kecil, sementara Suna kikuk sendiri harus seperti apa di hadapan beliau.
"Omong-omong kenapa kamu kemari Suna? Ini sudah malam kan?" Pertanyaan dari Kita itu menyadarkannya, ia berdehem sejenak di hadapan wanita paruh baya tersebut.
"Nenek, saya sebagai kekasih cucu Nenek meminta izin, untuk malam ini boleh kah saya mengajak Shinsuke jalan-jalan sejenak di luar?" Tanya Suna langsung pada sang nenek.
Kita membulatkan matanya tak percaya atas apa yang Suna barusan ucapankan. Dirinya saja belum mengatakan hubungannya dengan Suna pada neneknya.
Beliau menatap cucunya dan Suna bergantian, air muka keterkejutan pun terlihat begitu jelas pada wajahnya.
Lantas, beliau pun tersenyum seraya menepuk pundak Suna, "Begitu ternyata, tak apa. Nenek mengijinkan kalian. Rintarou-san tolong ya jaga cucu nenek terima kasih juga karena sudah membuat Shinsuke bahagia dengan perhatianmu" sesaat setelah beliau mengatakan hal itu, beliau segera berdiri dan berjalan menuju pintu keluar.
Membiarkan pasangan tersebut di dalam sementara dirinya pergi keluar sejenak.
"Kita-san apa itu artinya nenek Kita-san menyetujuinya?"
Kita menarik ujung bibirnya, di pandanginya selimut rumah sakit yang masih membungkus sebagian tubuhnya lalu membelainya dengan perlahan.
"Begitu lah"
****
Kerlap kerlip lampu di taman kota kala itu sudah agak remang, beberapa toko yang ada pun telah tutup dan jalanan di sekitar sana juga lah sepi.
Suna membawa Kita berjalan lebih jauh menuju ke area taman, dimana hanya ada beberapa orang saja yang masih berada disana.
Kita menatap sekeliling, merasa asing dengan kotanya sendiri. Manik matanya sedari tadi tak lepas untuk memperhatikan sekitar, pemandangan yang sangat jarang dan bahkan tak pernah ia lihat kini terlihat dengan jelas di hadapannya.
Senyumnya mengembang kala melihatnya, begitu takjub dengan semuanya.
Suna hanya memperhatikannya, tangannya segera mengeluarkan ponsel miliknya dan memilih ikon camera.
Setidaknya ia memiliki foto antuasias Kita saat berada di luar.
Satu foto tertangkap, Kita yang menggunakan hoddie putih miliknya di bawah sinar lampu jalanan berlatar gedung tinggi seraya memperhatikan sekeliling.
Suna tersenyum sendiri, itu akan menjadi foto favoritnya dan foto berharganya.
"Suna"
Kita berjalan mendekat ke arah pemuda sipit itu, dengan rasa penasaran mengintip sedikit ke arah ponsel Suna yang masih menampilkan fotonya tadi.
"Kamu memfotoku?"
"Iya, untuk aku jadikan pajangan haha"
Suna memperlihatkan hasil tangkapan fotonya tadi ke Kita, pemuda bersurai ganda itu nampak senang akan hasil foto pemuda sipit itu.
"Bagus, bisa kah kau membuat polaroidnya?"
"Tentu"
Keduanya mengumbar senyum, Suna kemudian mendekatkan tubuh Kita ke arahnya. Memeluk pundak yang lebih rendah darinya agar lebih mendekat ke arahnya.
"Sekarang mau kemana? Mencari tahu goreng atau dango?"
Kekehan kecil dari Kita terdengar, keduanya mulai berjalan meninggalkan taman tersebut dengan rangkulan Suna yang begitu menjaganya.
"Sudah tentu tahu goreng"
Suna ikut terkekeh, di tariknya pelan pipi Kita dengan perasaan gemas.
"Kita-san sangat suka tahu goreng ya bagaimana kalau menyukaiku? Apa Kita-san juga menyukaiku seperti Kita-san menyukai tahu goreng?"
Tawanya kini tak dapat di tahan, bahkan air mata pun sampai keluar dari kelopak matanya karena pertanyaan tersebut.
"Kamu orang yang benar-benar aku sukai Suna, lebih dari kesukaanku akan tahu goreng"
"Begitu kah? Hahaha"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunburn (SunaKita)
Cerita PendekSengatan panas yang di rasakan Kita saat itu membuatnya lupa akan rasa sakit yang ia derita dalam 18 tahun hidupnya.