Kembali tentang menjadi dewasa itu menakutkan. Memang nggak sepenuhnya sih. Ada beberapa hal yang bikin aku bersyukur menjadi dewasa. Contohnya, aku bisa memilih apa yang aku suka. Aku bisa milih pilihan yang menurutku baik. Aku juga bisa mengemukakan apa pendapatku dengan bebas.
Yang aku takutkan?
Tentu saja tanggung jawab atas pilihanku. Mampu nggak kira-kira aku menanggung risiko atas pilihanku? Kira-kira sanggup nggak semisal nanti aku disalahkan atas apa yang aku pilih?
Aku yakin sedikit banyak orang-orang yang berusaha turut ambil andil dalam pilihanku tapi aku tetep ngeyel, pasti akan berkata, "Tuh kan? apa yang aku bilang. Kamu tuh salah pilih, lihat akibatnya. Padahal dulu tuh udah dikasih tau, jangan pilih ini. Pilih yang itu aja."
PADAHAL FAKTA YANG AKU PERCAYA, kalo emang itu kejadian, berarti memang itu udah takdir.
Aku pernah baca atau dengar mungkin, di mananya aku lupa. Kira-kira kalimatnya begini.
"Tuhan itu nggak suka kalo hamba-Nya berandai-andai. Kayak semisal..
Andai aja dulu aku...
Ih sayang banget ya...
Coba aja dulu...
Nggak! Tuhan nggak suka. Apa yang kamu jalani, berarti itu udah takdir yang emang harusnya udah terjadi sama kamu. Kamu bukan salah pilih, sakit yang dikasih itu emang sebagian dari takdir yang emang udah Tuhan tulis buat kamu. Jadi jangan pernah nyesel."
Dan aku percaya sama kata-kata itu. "Bener juga ya," kataku pas baca kalimat itu. Apa yang udah aku jalani, udah nggak termasuk dalam pilihan, karena itu berarti aku sudah menjalani takdir.
Terus kenapa orang-orang suka ngomong, "Tuhkan, cobaa ajaa dulu kamu gini, kamu gitu. Pasti nggak akan kayak gini akhirnya."
Menurutku, mereka cuma mau cari pembenaran dan merasa benar atas pilihan mereka di dalam hidupku. Biasa lah manusia, ada kepuasan tersendiri ketika merasa benar akan suatu hal.
QLC yang dialami setiap orang tuh beda-beda. Seperti aku dan ketiga temanku. Satu temanku, namanya Bulan. QLC yang dialaminya seputar pekerjaan yang tidak kunjung ia dapatkan, sampai tetangga-tetangganya turut sibuk membicarakan hidupnya yang hanya luntang-luntung di rumah. Kata dia, "Kalo mereka ikut ngebiayain hidupku sih nggak masalah mau ngomong apa aja aku dengerin. Masalahnya duit receh klinting 100 rupiah aja nggak keluar buat hidupku, kenapa mereka repot? diam bukan berarti nggak berusaha ya anjeng."
Psstt, Circle kesayanganku ini memang hobby berkata kasar. Tapi kami sudah berusaha menguranginya kok.
Satu lagi temanku bernama Luna. QLC yang dialaminya seputar hubungan dengan keluarganya. Di bberapa waktu dia pernah bertengkar secara batin terhadap dirinya sendiri, merasa hal yang sepatutnya biasa menjadi tidak biasa, harusnya begini tapi malah begitu, dan membuat otaknya sempat berjungkir-balik kalang-kabut.
Beruntungnya dia ketemu pria yang baik dan tepat, yang bisa menguatkan lagi tulang-tulangnya yang sudah hampir roboh. Aku secara khusus sangat berterimakasih pada pria yang juga temanku ini. Terimakasih karena sudah menjaga sahabat yang ku sayang dan berhasil mengembalikan otaknya ke tempat semula.
Terakhir, manusia di antara segala manusia yang aku sebagai salah satu saksi yang paling tahu segala lika-liku hidupnya. Sepanjang aku mengenal sahabatku ini, bahkan aku sempat berpikir. "Ya Allah, ini temenku dikasih ujian kenapa nggak ada jedanya. Mau ambil oksigen aja kayanya nggak sanggup."
Iya, emang seberat itu QLC yang ada di orang bernama Valerie ini. Dari keluarga, dari pekerjaan, dari hubungan sosial dan percintaan. Semuanya ia pukul rata. Dan aku sempat sampai mengutuk orang-orang yang membuat sahabatku ini menangis. Tapi sekeras itu krisis yang ada di hidupnya, sekeras itu juga usaha dia buat berjuang menegakkan tulang-tulangnya sendiri.
Dan aku juga mau berterimakasih. Tidak pada siapapun. Tapi memang pada dirinya sendiri. "Valerie, terimakasih karena mau berusaha buat menyatukan tulang di tubuh kamu lagi biar jadi utuh. Aku bersyukur kamu masih mau ada di sini dan tetap kuat untuk menjalani masalah hidupmu. Jangan nyerah ya."
Bahkan kami sampai menjadikan Valerie sebagai batasan kejatuhan yang kami alami. Seperti, "Ya Allah. Aku kuat. Aku harus tetep kuat. Aku harus bersyukur karena masalahku nggak ada apa-apanya dibanding masalah Valerie. Valerie aja bisa. Masa aku nggak?"
Hehe. Kalo Aku?
Hmmm...Biar ku pikir dulu.
Dulu, sewaktu aku masih sering berkumpul dengan ketiga temanku ini. Saat-saat mendengarkan masalah hidup mereka adalah hal-hal paling berat. Bukan karena aku nggak suka mereka berkeluh kesah. Suka, sangat malah. Karena itu berarti mereka mempercayaiku.
Yang aku anggap berat adalah perasaan yang datang setelah mereka cerita. Di satu sisi aku turut sedih dan marah atas apa yang terjadi di hidup mereka. Satu sisi lagi aku cukup bersyukur karena hidupku tidak sampai sejatuh bangun itu, dan aku cukup belajar dari masalah yang mereka alami. Tapi di satu sisi, ada bagian dari diriku yang sedih karena aku sendiri nggak pernah merasa punya masalah seberat itu.
Aneh kan?
Ya emang aneh sih? Tapi gini, biar aku coba ubah sudut pandang kalian biar sedikit ngerti apa yang aku rasakan.
Kata orang, "cobaan atau ujian hidup adalah salah satu cara Tuhan menunjukkan kasih sayang-Nya." Yakan? Bener?
Dan itu yang aku pikirkan. Jahatnya, aku pernah berburuk sangka pada Tuhan yang sangat sayang padaku. Astagfirullah, kalo inget emang bodoh banget ini.
Bahkan suatu ketika, di tengah malam, di dalam kos sendirian sambil ditemani sticker glow in the dark aku pernah nangis sesenggukan sambil meluk guling.
Kalo kalian tanya kenapa? jawabannya. NGGAK TAU! :((
Sumpah nggak tau. Tiba-tiba aja nangis, terus keinget "Kok temen-temen aku pada punya masalah ya. Kok aku sendiri biasa-biasa aja. Apa Allah nggak sayang sama aku? Terus nanti kalo semisal aku nggak punya masalah di dunia, kalo hidupku lancar-lancar aja di dunia, gimana nanti di Akhirat? Apa masalahku nanti munculnya di Akhirat?"
GUOBLOK! IHH KALO INGET TUH! KESEL BANGET!
dan itu keterusan sampai berkali-kali. Bahkan sempet sekali, nangis dari tengah malem sampe pagi. Jangan tanya bentukan mata kayak gimana. Kalian pasti yang sering nangis, mampu lah ngebayangin. Wkwkwk
Sampai pada pas itu, lagi-lagi aku ngobrol sama ke tiga temanku. Bertukar cerita dan sedih sedih lagi. Aku nyoba kasih saran atas masalah mereka, mereka pun coba ngasih saran buat sesama. Akhirnya aku pun bisa menyimpulkan sesuatu.
"Ya Allah, aku nggak punya masalah sekarang, apa karena Allah mau aku jagain mereka dulu biar mereka nggak ngedrop? Kayanya iya deh, Allah pengen aku nemenin mereka (sahabatku) dulu sekarang. Makanya aku belum punya sesuatu hal yang seserius itu buat dipikirkan karena aku perlu ngasih otak aku buat bantuin mereka mikir dan ngejaga biar mereka nggak oleng."
Dan apa yang aku pikirkan ternyata benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita tentang Malam
NezařaditelnéKarena ada beberapa hal yang kadang nggak bisa kita ungkapkan dengan lantang. Tulisan ini dibuat untuk mewakili hal-hal kecil namun berat itu. Semoga tulisan ini juga punya kemampuan buat nenangin hati kamu. Belajar tentang hidup memang butuh jatuh...