hello~👋
*nada Kei di i-land
.
Ternyata ketemu sama orangtua gebetan itu dag-dig-dug-ser gitu ya. Ini belum ketemu, baru ngintip. Nicholas pengen pulang aja. Tapi di sisi lain dia kangen Hanbin. Berasa cupu banget tiga hari lalu waktu nganterin Hanbin ke rumah sakit, isi adegan nangis segala pas nemplok di depan ruang pemeriksaan, trus akhirnya ngacir kabur begitu ortu cowok itu dateng. Dokter yang meriksa Hanbin kenal baik sama dia beserta keluarganya. Makanya justru si dokter heran ngeliat yang ngebawa pasien langganannya ini malah cowok bermuka preman.
Sejak hampir setengah jam lalu dia dateng ke rumah sakit, Nicholas cuma bisa ngintipin ke dalam ruang rawat tanpa berani masuk. Ngeliat interaksi Hanbin sama kedua orangtuanya dan Kei, manusia yang dia salty-in mulu. Astaga, dia merasa jadi second lead.
Nggak sengaja tatapannya bertubrukan dengan tatapan Hanbin yang didalam sana menoleh ke pintu transparan dimana dia ngejogrok ngintipin. Baru aja mau kabur, tangan yang tertancap jarum infus itu melambai kecil memintanya masuk.
"Mama, Papa. Itu Nicholas." senyumnya saat si jangkung melangkah gugup masuk ke dalam.
"Siapamu ini? Ganteng banget." wanita yang dia tau pasti adalah Mama Hanbin menepuk pelan bahunya. Kan jadi salting.
Kei jadi merasa tertipu. Katanya adik sepupu, kok ortu Hanbin nggak kenal Nikol?! Pen buka mulut tapi ntar dikata cepu. Yaudah lah Kei diem aja. Cukup dia sama Tuhan yang tau kalo cowok bongsor sok shy shy pig ini sering pelukan sama Hanbin selama Tuan-Nyonya Hung nggak di rumah.
"Nicho ini yang nemenin aku selama Papa sama Mama kerja. Dia yang gendong aku ke sini waktu itu. Hihii"
"Oh, kamu pergi sama dia?" Papa Hanbin bertanya dengan nada datar. "Naik apa kalian? Kendaraan umum?"
"I-Iya Om."
"Tapi dia jagain aku banget loh, Pa... Beneran deh. Nicho nggak ngebiarin aku kecapean, kepanasan, kedinginan. Dia baik."
Boleh nggak sih Nikol baper?
"Nicholas."
"Iya Om?"
"Kamu bisa jagain anak saya lebih dari yang kemarin?"
"Bisa Om." angguknya tegas. "Saya memang belum dewasa dan baru punya pekerjaan part time. Tapi kalo saya udah besar nanti pasti bisa lebih tanggung jawab dari ini."
"Hihi lucu banget sih dia. Berondong tu emang menarik sih, Bin. Harusnya Mama terima aja adek kelas Mama waktu itu..." -Mama Hanbin, suka gibah
"Ihh Mama ah. Kalo Mama nggak sama Papa ya nggak akan ada aku lah"
"Ya bener sih. Makanya kamu jangan sampe nyesel kayak Mama. Sama dia aja tuh. Lucu. Mukanya kotak, kayak sodaranya Phineas."
Kembali ke Nicholas yang masih dieksekusi Papa.
"Oke, saya percaya sama kamu. Tapi kayak yang kamu bilang tadi, kamu belum dewasa begitupun anak saya. Entah kalian mau ngapain lah, pacaran lah, atau entah hubungan apa ala anak muda saya nggak paham, selalu ingat batas. Ngerti?"
"Ngerti Om. Jadi saya direstui??"
"Lah emang kamu minta restu apa?"
"Ihh udah ah, Mama sama Papa ke sana dulu. Hushh hushh~" Hanbin yang keburu malu. "Sana minggir..."
"Mau ngapain hayoo?"
"Y-Ya mau ngobrol. Mama sanaa, jangan kepo! Papa juga sanaa! Kak Kei sana juga!"
Keduanya jadi agak canggung begitu ortu Hanbin sama Kei (yang semenjak kedatangan Nikol eksistensinya serasa antara ada dan tiada) pergi dari ruangan itu. Terakhir mereka ketemu kan Nicholas nyatain suka, lalu barusan ketemu lagi malah bahas gituan. Canggung banget.
"Hanbin, gue bawain ini. Dimakan ya. Hehe" paper bag yang tadi dia bawa ditaruh di nakas kecil sebelah brangkar.
"Apa itu?"
"Greentea macaroons. Mau makan sekarang?"
"Nanti aja. Sekarang maunya kamu."
"Hmm?"
"Mau kamu." Hanbin ngegeser duduknya sedikit ke tepi, menyisakan space kosong di brangkarnya. "Kamu nggak mau peluk orang yang kamu suka?"
"Boleh nih??"
"Pertanyaanmu nggak mutu. Kalo aku yang nawarin ya boleh lah." bibirnya dikulum singkat, agak merutuki dirinya yang... Ya Allah manja banget. "Sini. Aku kangen."
Si dominan kesenengan begitu kedua tangan putih pucat itu terentang menyambutnya. Baru tiga hari nggak ketemu Hanbin sedikit lebih kurus. Mereka kan sebelumnya juga sering peluk-peluk begini, makanya Nikol hafal rasanya.
"Suka banget dusel-dusel. Nyaman ya?" kekehnya, jemarinya memainkan helai hitam yang bisa dia jangkau.
"Hu'um. Bawaannya pengen tidur terus dipeluk kamu"
"Jangan lah. Masa akunya ditinggal tidur?"
"Aku? Nicho lucu kalo ngomong pake "aku" gitu hihii"
Bibirnya digigit, kagok sendiri mendadak soft begini. "Bin, aku dapet kerjaan kemarin."
"Wahh iya tadi kamu bilang ke Papa kalo punya kerja paruh waktu. Kerja apa??"
Nicholas berhasil ngalihin topik.
"Jadi barista di cafe yang kemarin tempat kita jalan. Katanya kamu mau nunggu aku gede. Bener ya? Aku akan usahain kuliah cuma empat tahun deh. Buat kamu."
Hanbin terharu sama kesungguhan cowok itu. Padahal tadinya dia pikir ini cuma suka-sukaan ala remaja. Mumpung dia nya juga nyaman sama Nicholas, menurut dia nggak ada salahnya untuk coba andai mereka pacaran. Ternyata sejauh itu yang dia pikirin.
Sekarang aja keliatan betapa dia memang bersungguh-sungguh banget. Pakaiannya yang serba rapi, bawa kue mahal meski Hanbin tau pasti budget yang dia punya masih belum begitu banyak, bahkan hari ini Nicholas pake parfum. Nggak cuma asal nyemprot kisspray kayak biasa.
"Nicholas."
"Hm?"
"Sini deketan coba..." tangannya bergerak kecil memberi isyarat.
"Kenapa?"
Cupp~
"Hihii~" bergiggle tanpa dosa lalu mengusak wajahnya di leher yang lebih muda. "Temenin aku sampe aku bobo. Jangan kemana-mana."
"Rese lo."
"Biarin!!"
- F I N -
🙆🙆🙆🙆🙆🙆🙆
Dhlh, susah bikin romens.
TMI: book ini gw garap di dua hari sebelum gw mulai PAT, alias cuma utk ngisi gabut doang. Makanya gw tulis di desc "Don't expect too much"
Idenya gw dapet pas mandi🙃
Sebenernya gw mau bikin ini angst (ada 1 chapter lanjutannya lagi) tp ga akan gw post soalnya... di RL aja mereka udah ga akan ada moment lagi habis ini kan :)
So... Yaudah gini aja.
Thank you yang udah baca❤️